Jakarta,REDAKSI17.COM – Bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila, tanggal 1 Juni kita juga memperingati hari susu sedunia.
Peringatan hari susu sedunia itu digagas oleh Food and Agriculture Organization (FAO) sejak 2001 silam. Sementara di dalam area Indonesia diperingati sejak 2009 pada tanggal yang hal tersebut sama.
Industri susu dalam negeri mempunyai prospek yang digunakan menarik lantaran permintaan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi dan juga juga daya beli masyarakat. Ditambah dengan adanya program makan gratis yang dimaksud diusung Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto.
Berdasarkan Data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang digunakan digunakan dihimpun Statista rata-rata konsumsi susu tiap orang Indonesia paling tinggi terjadi pada 2011 lalu mencapai 4,61 kilogram (kg) per kapita.
OECD memproyeksikan konsumsi susu akan terus melonjak dalam satu dekade ke depan, potensinya dapat mencapai 5,01 kg per kapita pada 2031 mendatang.
Sebagai catatan, konsumsi per kapita adalah jumlah total agregat suatu komoditas tertentu yang digunakan per orang. Angka hal itu didapatkan dengan membagi total konsumsi dengan total populasi.
Sayangnya, konsumsi yang digunakan hal tersebut terus meningkat ini tiada ada disertai dengan suplai yang dimaksud memadai. Sampai saat ini, kita masih banyak mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, produksi susu segar pada Indonesia cuma mencapai belaka mencapai 968.980 ton. Nilai hal itu cuma sekali setara 20% dari kebutuhan nasional sebesar 4,4 jt ton. Sehingga sisanya atau 80% masih harus dipenuhi dengan impor .
Karena produksi nasional bukan ada memenuhi, jika ingin menambahkan susu sebagai tambahan dalam program makan siang gratis, secara otomatis pemenuhannya akan melalui impor.
Data BPS untuk 2023 menunjukkan impor susu sebesar 287.970 ton ini sudah memakan biaya US$ 921,42 juta. Jika untuk memenuhi 733.768 ton sebagai asumsi kebutuhan program dilaksanakan pada 2025 mendatang, maka pemerintah harus menyediakan dana sekitar US$ 2,34 miliar atau setara Rp36,75 triliun (asumsi kurs Rp15.656/US$).
Secara industri prospek kucuran dana triliunan disertai prospek permintaan meningkat ini menjadi satu katalis menarik yang mana bisa jadi semata menggalang pertumbuhan. Meski begitu, dalam hal ini kebutuhan akan impor juga perlu diperhatikan lantaran kondisi rupiah sejauh ini masih melemah.
Diperlukan kerjasama dengan pemerintah memberikan jalan tengah agar industri peternakan sapi perah pada tempat Indonesia juga dapat digerakan tambahan banyak masif supaya produksi susu dalam negeri meningkat, yang harapannya sanggup mengurangi ketergangan impor.
CNBC INDONESIA RESEARCH