Yogyakarta,REDAKSI17.COM – Teras Malioboro menjadi saksi dimulainya rangkaian peringatan 13 Tahun Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu(14/8/2025).Acara pembukaan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto bersama istri dan sejumlah pejabat daerah, termasuk Paniradya Pati Dana Keistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho, dan Wakil Gubernur DIY, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X.
Dalam sambutannya, Aris Eko Nugroho menegaskan bahwa UU Keistimewaan DIY menjadi tonggak penting dalam pengakuan dan penguatan nilai-nilai kekhususan DIY dalam sistem ketatanegaraan. UU tersebut mengatur lima kewenangan utama:
– Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur serta Wakil Gubernur.
– Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY.
– Kebudayaan.
– Pertanahan.
– Tata ruang.
Tahun ini, peringatan mengangkat tema “Mupakara Gunita Prasanti Loka”, yang bermakna mengungkapkan makna mendalam sebagai tekad bersama memelihara kebudayaan serta menjaga ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat Yogyakarta. Rangkaian acara akan berlangsung 13 Agustus–13 September 2025, melibatkan sekitar 200 kegiatan hasil kolaborasi berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-DIY.
Pembukaan dilakukan di Teras Malioboro, sementara acara puncak dijadwalkan pada 30–31 Agustus 2025 di Alun-Alun Gunungkidul, dan penutupan pada 13 September 2025 di Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul. Aris berharap, peringatan ini dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap keistimewaan DIY sekaligus mempererat sinergi antara pemerintah daerah, kabupaten/kota, hingga tingkat kalurahan.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, dalam pidatonya, mengajak seluruh masyarakat menjadikan momentum 13 tahun pelaksanaan UU Keistimewaan DIY sebagai titik refleksi dan tekad baru. Ia mengingatkan, keistimewaan DIY berakar dari sejarah ketika Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman bergabung dengan Republik Indonesia dengan komitmen menjaga kekhususan daerah ini.
“Keistimewaan harus dihidupkan setiap hari: membumi dalam perilaku, menjulang dalam cita-cita, agar mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar,” ujarnya.
Paku Alam X juga menyoroti tantangan yang dihadapi DIY, mulai dari dinamika pariwisata, ancaman alih fungsi lahan, tuntutan adaptasi birokrasi terhadap teknologi, hingga arus budaya global. “Kita perbaiki yang kurang, kuatkan yang sudah baik, dan kembangkan yang potensial,” tegasnya sebelum secara resmi membuka rangkaian acara dengan doa dan harapan agar Jogja tetap istimewa untuk Indonesia.