Jakarta,REDAKSI17.COM – Penyakit mental atau gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang. Seperti penyakit fisik, gangguan kesehatan mental juga memiliki potensi bahaya serius, karena dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, mendapatkan diagnosis gangguan jiwa dengan tepat merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Proses diagnosis gangguan kejiwaan sendiri tidaklah mudah dan sering kali membutuhkan beberapa kali pertemuan dengan psikiater atau psikolog.
Dalam proses diagnosis, terdapat beberapa asesmen atau tes gangguan kejiwaan untuk menentukan masalah yang terjadi. Lantas, apa saja tes tersebut? Simak informasi selengkapnya pada artikel berikut ini!
Bagaimana Cara Mendiagnosis Gangguan Jiwa
Sebelum melakukan tes untuk diagnosis gangguan jiwa, dokter biasanya melakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu.
Hal ini penting karena, beberapa kondisi medis dapat menyebabkan atau meniru masalah kesehatan mental, sehingga perlu dipastikan bahwa gejala yang muncul bukan akibat dari kondisi medis tersebut.
Setelah melakukan diagnosis fisik, kamu mungkin akan bertemu dengan psikolog atau psikiater untuk melakukan serangkaian tes gangguan kejiwaan yang dapat memperjelas diagnosis.
Beberapa tes gangguan kejiwaan ini meliputi:
1. BDI (Beck Depression Inventory)
Tes gangguan kejiwaan pertama adalah BDI (Beck Depression Inventory) yang berguna untuk mengukur tingkat keparahan depresi dan sebagai alat untuk melakukan skrining kondisi ini.
BDI terdiri dari 21 pertanyaan pilihan ganda yang dapat pasien isi sendiri, biasanya dalam waktu sekitar 10 menit.
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi 21 gejala depresi, termasuk 15 gejala emosi, 4 gejala perubahan perilaku, dan 6 gejala somatik.
Pertanyaan-pertanyaan pada tes ini mencakup pertanyaan terkait kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, pikiran bunuh diri, hingga perubahan minat seksual.
Setelah melalui proses revisi di tahun 1996, BDI kini dikenal sebagai BDI-II. Ada beberapa item tambahan di dalamnya yang ditujukan untuk mengetahui perubahan perilaku individu yang melakukan tes tersebut.
Pada BDI-II, nilai tes 10 hingga 18 menandakan depresi ringan. Sementara itu, nilai di atas 30 menandakan depresi berat.
Apabila hasil tes menunjukkan adanya gejala depresi, biasanya psikiater akan meresepkan obat antidepresan. Rekomendasinya bisa kamu cari tahu pada artikel berikut ini:
2. Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale
Yale–Brown Obsessive–Compulsive Scale (Y–BOCS) adalah tes standar yang bermanfaat untuk mengukur tingkat keparahan gejala gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Tes ini terdiri dari 58 item dalam checklist serta 10 pertanyaan yang perlu pasien jawab. Biasanya, pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu sekitar 5–10 menit.
Y–BOCS memberikan dua skor terpisah untuk menilai gejala obsesi dan gejala kompulsi.
Skor untuk gejala obsesi berasal dari pertanyaan 1 sampai 5. Sementara itu, skor untuk gejala kompulsi berasal dari pertanyaan 6 sampai 10.
3. Hamilton Anxiety Scale (HAM-A)
Hamilton Anxiety Scale (HAM-A) adalah tes psikologi yang berguna untuk mengukur tingkat keparahan gejala gangguan kecemasan seseorang. Biasanya, pengisian HAM-A memakan waktu antara 15 hingga 20 menit.
Tes ini terdiri dari 14 pertanyaan yang bermanfaat untuk mengevaluasi berbagai gejala kecemasan. Pertanyaannya mencakup dua kategori utama, yaitu gejala kecemasan psikis dan gejala kecemasan somatik.
Hasil akhir dari tes ini berupa skor 0 sampai 56. Skor di 8-17 menunjukkan adanya gangguan kecemasan ringan. Sementara itu, skor di atas 25 menunjukkan gejala kecemasan parah.
Selain ketiga jenis tes tersebut, ada juga berbagai jenis tes lain yang mungkin dilakukan sesuai dengan kondisi individu.
Proses diagnosis gangguan kejiwaan sering memerlukan beberapa pertemuan untuk mendapatkan diagnosis yang lengkap.
Gejala Gangguan Kesehatan Mental
Setiap jenis penyakit mental bisa menyebabkan gejala tersendiri yang berbeda-beda. Namun, banyak yang memiliki beberapa karakteristik umum.
Tanda-tanda umum dari beberapa penyakit mental mungkin termasuk:
- Menurun atau meningkatkan nafsu makan.
- Mengalami insomnia atau terlalu banyak tidur.
- Menjauhkan diri dari orang lain dan aktivitas favorit.
- Merasa lelah, bahkan ketika sudah tidur cukup.
- Merasa mati rasa atau kurang empati.
- Mengalami nyeri tubuh.
- Merasa putus asa, tidak berdaya, atau tersesat.
- Merokok, minum minuman beralkohol, atau menggunakan obat-obatan terlarang lebih banyak dari sebelumnya.
- Merasa kebingungan, kelupaan, mudah tersinggung, marah, cemas, sedih, atau ketakutan.
- Terus-menerus bertengkar atau berdebat dengan teman dan keluarga.
- Mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim yang menyebabkan masalah dalam hubungan.
- Memiliki kilas balik atau pikiran yang terus-menerus, yang tidak dapat diutarakan.
- Mendengar suara-suara di kepala yang tidak bisa berhenti.
- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
- Tidak dapat melakukan aktivitas dan tugas sehari-hari.
Oleh karena itu, jika mengetahui dirimu atau orang terdekat memiliki gejala di atas, segera bawa mereka untuk menemui ahli kejiwaan untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
Pemulihan Kesehatan Mental
Kebanyakan masalah mental bisa diatasi dengan pengobatan dan terapi. Proses ini umumnya bersifat pribadi dan bertujuan untuk mengembalikan pasien ke kehidupan yang lebih baik.
Meskipun demikian, ada beberapa kondisi masalah mental yang bersifat kronis dan memerlukan perawatan berkelanjutan. Biasanya, kondisi ini memerlukan perawatan dan intervensi yang tepat dari profesional medis.
Berikut ini sejumlah metode yang biasanya direkomendasikan untuk memulihkan masalah mental seseorang:
Penggunaan obat-obatan seperti obat antidepresan, obat penenang, serta obat untuk menghilangkan kecemasan.
Psikoterapi untuk gangguan mental agar pasien bisa menyampaikan serta mengontrol perasaan dan pikirannya.
Rehabilitasi khususnya untuk pasien gangguan mental akibat penggunaan obat-obatan terlarang.
Pemberian dukungan untuk pengidap gangguan mental, agar mereka merasa berharga dan disayangi.