Jakarta,REDAKSI17.COM – PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menyembunyikan pabriknya dalam Purwakarta setelah didirikan pada 1994. Perusahaan memutuskan menyembunyikan pabrik yang tersebut yang disebut sudah pernah beroperasi selama 30 tahun itu akibat pembengkakan biaya operasional yang digunakan dimaksud merugikan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengungkapkan, setidaknya ada dua persoalan utama yang dimaksud terjadi di tempat area balik penutupan pabrik tersebut.
“Secara subjeknya, PT Bata itu harus kita lihat dia sebagai pemilik merek yang tersebut dimaksud jualan alas kaki lalu PT Bata di tempat dalam Purwakarta sebagai manufaktur / produsennya,” kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (8/5/2024).
Firman menjelaskan, dua penyebab itu dapat dilihat dari sisi merek juga juga produsen. Sebagai merek, Bata mengalami kondisi yang juga dialami merek lain, yaitu, efek domino krisis Pandemi Covid-19.
“Kalau dia sebagai merek maka sejak pandemi semua pasti terkena dampak/ beban yang digunakan itu berat. Hingga 2023 yang digunakan hal itu lalu kalaupun tumbuh itu juga masih sangat kecil. Bahkan di area dalam Lebaran 2024 pasar juga sedang lesu,” ujarnya.
Sementara itu, sebagai produsen, pabrik Bata dalam Purwakarta menurutnya dibangun di tempat tempat daerah dengan upah minimum yang tersebut digunakan tinggi. Membuat beban operasional pabrik tinggi jika dibandingkan dengan pabrik dalam luar daerah itu.
“Sebagai produsen kita harus lihat dia ada pada area kawasan/ daerah dengan UMK tinggi. Kemudian sejak tahun 2019-2022, terkena safeguards materi baku,” ucap Firman.
Selain itu, Firman melanjutkan, adanya aturan Verifikasi Kemampuan Industri tahun 2023 menambah beban bagi perusahaan. Diperburuk dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2024 tentang Kebijakan kemudian Pengaturan.
“Akibatnya barang dari industri alas kaki pasti kalah kompetitif apalagi kalau melawan impor ilegal. Jadi banyak tantangan berat yang dimaksud yang disebut saling berkelindan,” kata Firman.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan itu menambah beban biaya sebab semakin menambah panjang beban pengurusan perizinan. Akibatnya, menurut Firman, nilai tukar produk-produk Indonesia jadi tambahan mahal dibandingkan biaya FOB barang China.
“Aturan verifikasi itu untuk setiap pabrik yang dimaksud mana mengimpor harus diverifikasi secara fisik. Aturannya tahun 2023 kemudian masih ada, akibatnya izin semakin panjang serta mahal,” tegas Firman.
“Jadi ini permasalahan yang tersebut dimaksud dihadapi menumpuk. Dari kondisi serta kompetisi pasar, serbuan impor, juga dari sisi manajemen. Dari laporan sementara, kondisi konsumsi sepatu memang menurun, khususnya terlihat di area area Lebaran 2024,” tuturnya.
BATA sendiri adalah anggota Bata Shoe Organization (BSO), berdasarkan keterangan dalam bataindustrials.co.id. Perjalanan sepatu Bata dalam Indonesia dimulai dari tahun 1931, dengan didirikannya perusahaan importir sepatu.
Pada 24 Maret 1982, perusahaan ini tercatat di area tempat Bursa Efek Jakarta. Setelah sebelumnya pada 1940 perusahaan mulai memproduksi barangnya dalam area pabrik yang mana yang disebut didirikan pada dalam Kalibata, Jakarta Selatan.
Perusahaan lalu mendirikan pabrik di dalam dalam Purwakarta pada tahun 1994 juga tahun 2004 perusahaan mendapatkan izin mengimpor kemudian mendistribusikan barang yang digunakan diimpor.