“Perempuan lalu anak sudah pernah mendapatkan prioritas Prabowo-Gibran, tercermin dalam visi juga misi kami. Ruang perlindungan sudah ke arah yang tepat pada bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Kami akan menyempurnakannya lagi,” kata Cahyadi dalam keterangan yang mana diterima di tempat Jakarta, Jumat.
Cahyadi menjelaskan bahwa pada Asta Cita 1 terdapat program kerja yang memperkuat perlindungan perempuan juga anak serta memperkuat penegakan hukum sebagai upaya preventif.
Salah satu cara yang dimaksud akan menjadi fokus Prabowo-Gibran, lanjut Cahyadi, ialah pembangunan kesejahteraan keluarga, supaya bukan lagi muncul permasalahan kekerasan terhadap perempuan kemudian anak di tempat lingkungan keluarga.
“Kami menekankan langkah preventif dengan membangun kesejahteraan sektor ekonomi keluarga, dengan lapangan pekerjaan makin dibuka luas,” katanya.
Cara lainnya, Prabowo-Gibran juga mempunyai beberapa program dengan membangun ketahanan nasional dari tingkat individu hingga keluarga.
“Kami bangun ketahanan nasional dari tingkat individu lalu keluarga. Langkah konkretnya dengan program-program, seperti makan siang gratis lalu lain-lain,” tambah Cahyadi.
Selain itu, Prabowo-Gibran juga memperhatikan isu kesehatan mental, oleh sebab itu pada dasarnya visi kemudian misi Indonesia maju menekankan pada program preventif berbasis perlindungan perempuan, anak, juga kesejahteraan keluarga.
“Pada akhirnya, sanggup ambil kesimpulan, Prabowo-Gibran sangat concern (serius) dengan isu kekerasan fisik atau kesehatan mental yang mana dialami perempuan serta anak,” ujar Cahyadi.
Dia juga menyoroti data Kementerian Pemberdayaan Perempuan kemudian Perlindungan Anak (PPPA) bahwa hingga Desember 2023 tercatat sebanyak 26.362 kasus kekerasan terhadap perempuan kemudian anak terjadi pada Indonesia.
Didapati pula bahwa kasus kekerasan perempuan juga anak paling tinggi terjadi dalam lingkungan rumah tangga, yakni sebanyak 16.039 kasus.
Pihaknya mengklaim kasus kekerasan terhadap perempuan juga anak dalam lingkungan rumah tangga disebabkan oleh faktor ekonomi, terlebih pascapandemi COVID-19.
Masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan kemudian anak, terutama pada lingkungan rumah tangga, tak sanggup diselesaikan dengan satu upaya, kata Cahyadi.