Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun tak meragukan kredibilitas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
“Menteri Ekonomi paling punya kredibiltas adalah Sri Mulyani, meskipun berbeda pandangan tapi belum ada yang tersebut menggantikan Sri Mulyani pada orang sekitar Jokowi,” kata Bhima saat dihubungi Suara.com pada Jumat (26/1/2024).
Bhima menjelaskan akan ada dampak besar terehadap sektor ekonomi Indonesia jika benar niatan Sri Mulyani untuk keluar dari Kabinet Indonesia Maju.
“Jadi begitu menteri Sri Mulyani dan juga menteri-menteri lainnya itu meninggalkan kabinet pasti efeknya akan terjadi shock terhadap kepercayaan investor, kreditur, bahkan konsekuensinya akan susah mendapatkan pinjaman baru atau kerjasama investasi,” kata Bhima.
“Karena ini masalah bicara kredibilitas, sehingga efeknya ke pasar dimana capaian realisasi investai itu akan sangat berisko tinggi serta yang jelas ini sebagai bentuk shock therapy ke Jokowi,” katanya.
Isu mundurnya Sri Mulyani pertama kali diungkapkan oleh ekonom senior Faisal Basri dalam sebuah diskusi baru-baru ini. Faisal bahkan mengatakan Sri Mulyani adalah menteri Jokowi yang mana paling siap mundur.
“Secara moral, saya dengar Bu Sri Mulyani paling siap untuk mundur. Pramono Anung (sekretaris kabinet) sudah gagap. Kan PDI (PDI Perjuangan) belain Jokowi terus, pusing,” klaim Faisal dalam Political Economic Outlook 2024 di area Tebet, Jakarta.
Yah dukungan Jokowi dalam konstetasi urusan politik pilpres 2024 terhadap pasangan Prabowo Subianto kemudian Gibran Rakabuming Raka menjadi alasan utama.
Tak semata-mata itu Faisal juga mengatakan Sri Mulyani dan juga Prabowo juga kerap berbeda pendapat, terutama untuk hambatan anggaran.
“Katanya nunggu momentum, mudah-mudahan momentum ini segera insyaallah jadi pemicu yang dahsyat, seperti Pak Ginandjar (Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, juga Industri Ginandjar Kartasasmita) dan juga 13 menteri lainnya mundur di area zaman Pak Harto (Presiden Soeharto),” sambungnya.
Dalam acara program Closing Bell CNBC Indonesia, Faisal mengatakan kabar para menteri teknokrat untuk mundur merupakan hal yang dimaksud logis dikarenakan teknokrat orang yang mempunyai nilai etik juga moral yang mana kuat, baik itu dunia usaha seperti Sri Mulyani, maupun nonekonom seperti Basuki.
“Teknokrat itu memiliki standar etika tidak ada tertulis. Jadi kalau dia diminta oleh atasannya yang tersebut akhirnya melanggar aturan, dia bilang ‘sorry nggak mau, tiada bisa, kalau bapak mau terus atau ibu mau terus silakan saya mundur. Itu biasa di tempat mana-mana,” tuturnya.
Faisal Basri menyebut standar nilai yang digunakan mengganggu perasaan para menteri teknokrat ialah terlalu banyaknya intervensi yang dimaksud masuk dalam tugas dan juga fungsi mereka untuk kepentingan urusan politik tertentu. Apalagi yang mana terkait dengan pengaplikasian anggaran negara.
“Jadi Pak Jokowi ini ingin keliling Indonesia 2024 lebih tinggi intens, bagikan apalah gitu ya, ‘wah itu anggarannya belum ada dalam APBN’, ‘tapi uangnya ada?’ diusahakan pak,’ ‘laksanakan’. Itu kan kalau diimplementasikan crime, dikarenakan setiap sen dari APBN itu harus persetujuan, nggak sanggup dijumbalit-jumbalitkan begitu, nah mulai resah teman-teman ini,” beber Faisal.
Meski demikian Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo sendiri sudah pernah membantah kabar pengunduran diri Sri Mulyani. Di dunia maya isu kemunduran Sri Mulyani disebut lantaran sang Bendahara Negara kecewa dengan pemerintahan saat ini.
“Klarifikasi: Tidak ada pernyataan Menkeu SMI mengundurkan diri dari jabatan Menkeu, meskipun ada rumor beredar. Sampai saat ini Ibu Sri Mulyani tetap menjalankan tugas menjaga keuangan negara dengan penuh tanggung jawab,” kata Prastowo di area akun X @prastow pekan lalu.