Home / Nasional / Ditiru Soeharto, Ini Awal RI Genjot Produksi Beras dari Zaman Mataram

Ditiru Soeharto, Ini Awal RI Genjot Produksi Beras dari Zaman Mataram

Ditiru Soeharto, Ini Awal RI Genjot Produksi Beras dari Zaman Mataram

Jakarta,REDAKSI17.COM – Masyarakat Indonesia sangat bergantung kepada nasi. Apapun hidangannya tak lengkap apabila belum menelan nasi. Dalam situasi naiknya tarif beras seperti sekarang, tetap cuma rakyat calon membelinya lantaran sudah punya ketergantungan.

Atas dasar ini, pemerintah banyak memproduksi kebijakan ihwal intervensi biaya beras, sehingga ketersediaan beras punya dimensi kebijakan pemerintah sendiri. Soal beras lalu kaitan dengan dimensi urusan urusan politik juga pernah terjadi pada masa lampau, tepatnya saat Kerajaan Mataram eksis pada abad ke-8 sampai ke-10 Masehi.

Dalam Babad Tanah Jawi (1939) dijelaskan, Raja Mataram menyadari beras sangat menentukan stabilitas kebijakan pemerintah kemudian kekuasaan. Jika ada kesulitan terkait beras, pasti akan berimbas pada kekuasaan.

Namun, apabila beras dapat diakses secara mudah lalu murah, maka rakyat akan memberi sanjungan kepada raja sebab berhasil mencukupi beras. Atas dasar ini, ada pandangan dalam masyarakat Jawa Kuno, apabila persediaan beras pada dalam rumah banyak, maka pikiran orang akan tenteram.

Alhasil, kerajaan yang digunakan mana berada pada tempat wilayah Jawa Tengah itu banyak melakukan ekstensifikasi atau perluasan penyertaan padi. Terlebih, saat itu padi memang tumbuh subur pada sana.

Ketika padi sudah mencapai waktu panen, seluruh beras yang tersebut hal tersebut dihasilkan akan diberikan kepada seluruh masyarakat, baik itu dalam perkotaan hingga pelabuhan. Alhasil, perut rakyat kenyang kemudian kekuasaan raja aman.

Ditiru Soeharto

Di masa modern, cara yang mana mana diimplementasikan Kerajaan Mataram tersebut ditiru oleh Presiden Soeharto sejak 1968. Ahmad Arif dalam Sagu Papua Untuk Dunia (2019) menjelaskan sebagai orang Jawa, Soeharto terinspirasi para penguasa Kerajaan Mataram Kuno yang mana mana menjadikan beras sebagai ukuran kemakmuran kemudian stabilitas.

Saat itu adopsi Soeharto itu tertuang dalam kebijakan Revolusi Hijau. Lewat Revolusi Hijau, Soeharto ingin menyeragamkan konsumsi pangan masyarakat menjadi seluruhnya beras. Di Indonesia Timur yang digunakan mana lazim mengonsumsi sagu lalu jagung pun mengambil bagian diubah menjadi beras.

Meski stabilitas dapat dikejar lewat ekstensifikasi beras, muncul dampak negatifnya, yakni hilangnya ragam pangan lokal oleh sebab itu tergantikan beras. Akibatnya, ketika biaya beras melonjak, merekan kesulitan mengaksesnya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *