“Mengingat pelaku merupakan anak-anak maka pendekatan restorative justice kemudian kepentingan terbaik anak harus dikedepankan. Sejatinya, dari aspek regulasi dengan keberadaan UU Perlindungan Anak serta UU SPPA menunjukan komitmen negara bagi anak yang berurusan dengan hukum telah lama memadai,” kata Dhahana lewat keterangannya dikutip Suara.com, Sabtu (24/2/2024).
Namun demikian, ditegaskannya perundungan tidaklah dapat dibenarkan.
“Dari kacamata HAM, perundungan dengan dalih apapun jelas mencederai martabat dan juga kehormatan serta menimbulkan kerugian psikologis bagi setiap individu yang tersebut menjadi korban sehingga bukan boleh dibiarkan,” katanya.
Disebutnya, kasus perundungan yang dimaksud terjadi di area Binus School Serpong yang dimaksud merupakan sekolah kalangan elit, menunjukkan peristiwa perundungan tidak ada memandang status sosial.
Oleh karenanya, Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham terus mengkampanyekan implementasi nilai-nilai HAM dalam dunia pendidikan. Tidak belaka bersama Civil Society Organization (CSO), kemudian mitra luar negeri, serta para tenaga didik, upaya yang disebut juga diimplementasikan dengan mengajak generasi muda.
Di Jakarta, Direktorat Jenderal HAM telah terjadi membentuk Komunitas Pemuda Pencinta (Koppeta) HAM. Dengan harapan membantu kerja-kerja pemerintah untuk menanamkan nilai HAM sejak dini.
“Kami di area Direktorat Jenderal HAM bersama Koppeta HAM memang sudah mengagendakan diseminasi HAM terkait perundungan pada beberapa sekolah dalam Jakarta dalam waktu dekat,” kata dia.
Sebagaimana diketahui peristiwa perundungan yang dimaksud terjadi Binus School Serpong, salah satu terduga pelakunya merupakan anak dari selebritis, Vincent Rompies.
Perkaranya saat ini masih bergulir pada Polres Tangerang. Kepolisian sendiri menggunakan pasal berlapis dalam penanganan perkara ini, dalam antaranya Pasal 76C Juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 KUHP.