Jakarta,REDAKSI17.COM – Ketegangan antara Presiden Joe Biden serta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kian tegang kemudian juga mencapai titik terendah setelah Amerika Serikat abstain pada voting resolusi gencatan senjata di area tempat Dewan Keamanan PBB yang dimaksud menyebabkan Israel kian terisolasi.
Netanyahu tiba-tiba membatalkan kunjungan delegasi senior ke Washington minggu ini untuk mendiskusikan ancaman serangan Israel dalam kota Rafah dalam Gaza selatan setelah Washington abstain dalam pemungutan pendapat Dewan Keamanan yang dimaksud menuntut gencatan senjata segera antara Israel lalu Hamas dan juga juga pembebasan semua sandera yang tersebut dimaksud ditahan oleh Israel serta Hamas.
Penundaan pertemuan yang tersebut menimbulkan hambatan baru yang dimaksud hal tersebut besar dalam upaya AS, yang tersebut digunakan prihatin dengan makin parahnya bencana kemanusiaan dalam Gaza, untuk menciptakan Netanyahu mempertimbangkan alternatif selain invasi darat ke Rafah, tempat perlindungan terakhir yang dimaksud relatif aman bagi warga sipil Palestina.
Ancaman serangan semacam itu sudah terjadi meningkatkan ketegangan antara sekutu lama Amerika Serikat serta Israel, serta menimbulkan pertanyaan mengenai apakah AS akan membatasi bantuan militer jika Netanyahu menentang Biden lalu tetap melanjutkan upayanya.
“Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan antara pemerintahan Biden serta Netanyahu mungkin akan runtuh,” kata Aaron David Miller, mantan negosiator Timur Tengah untuk pemerintahan Partai Republik serta Demokrat, dilansir Reuters, Selasa (26/3/2024).
“Jika krisis ini bukan ada ditangani dengan hati-hati, krisis ini hanya sekali semata akan makin memburuk. ”
Keputusan Biden untuk abstain di tempat tempat PBB terjadi setelah berbulan-bulan sebagian besar negaranya menganut kebijakan AS yang dimaksud digunakan sudah lama dipegangnya. Kebijakan melindungi Israel dalam badan dunia tersebut, tampaknya mencerminkan rasa frustrasi AS atas kepemimpinan Israel.
Biden, yang mana digunakan mencalonkan diri kembali pada bulan November, menghadapi tekanan tak hanya saja sekali dari sekutu Amerika tetapi juga dari semakin banyak rekan Demokrat untuk mengendalikan tanggapan militer Israel terhadap serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober di dalam area Israel selatan.
Netanyahu juga menghadapi tantangan dalam negerinya sendiri, termasuk tuntutan anggota koalisi sayap kanan untuk mengambil sikap keras terhadap Palestina. Dia juga harus meyakinkan keluarga sandera bahwa dia melakukan segalanya demi pembebasan mereka, bagaimanapun juga sering menghadapi mengomentari yang digunakan digunakan menyerukan pengunduran dirinya.
Ketika kantor Netanyahu mengumumkan pembatalan kunjungan tersebut, dia mengatakan kegagalan AS memveto resolusi itu merupakan “kemunduran yang digunakan dimaksud jelas” dari posisi sebelumnya lalu akan merugikan upaya perang Israel.
Sikap Washington
Para pejabat AS mengatakan pemerintahan Biden bingung dengan keputusan Israel lalu menganggapnya sebagai reaksi berlebihan, serta bersikeras tiada ada perubahan kebijakan.
Washington sebagian besar menghindari kata “gencatan senjata” pada awal perang yang mana dimaksud sudah pernah dijalani berlangsung hampir enam bulan di area dalam Jalur Gaza lalu sudah pernah menggunakan hak vetonya dalam PBB untuk melindungi Israel.
Namun ketika kelaparan mulai terjadi dalam dalam Gaza juga di area area tengah meningkatnya tekanan global terhadap kebenaran perang yang dimaksud menurut otoritas kesehatan Palestina telah lama lama menewaskan sekitar 32.000 warga Palestina, AS memutuskan untuk abstain dalam seruan gencatan senjata pada bulan suci Ramadan, yang mana hal itu akan berakhir dua minggu lagi.
Analis menilai tantangan bagi Biden juga Netanyahu saat ini adalah menjaga perbedaan merek agar tidaklah ada menjadi tidak ada ada terkendali.
Jon Alterman, direktur program Timur Tengah di area tempat Pusat Kajian Strategis serta Internasional dalam Washington mengatakan tidaklah ada alasan bahwa hal ini akan menjadi “pukulan mematikan” bagi hubungan kedua negara. “Jadi menurut saya pintunya tak tertutup untuk apapun,” katanya.
Namun, keputusan abstain AS menambah keretakan yang tersebut digunakan makin dalam antara Biden serta Netanyahu, yang yang sudah saling kenal selama bertahun-tahun tetapi mempunyai hubungan yang mana mana sulit bahkan di dalam dalam saat-saat terbaik.
Awal bulan ini, Biden mengatakan dalam sebuah wawancara dengan MSNBC bahwa invasi Rafah akan menjadi “garis merah”, meskipun ia menambahkan bahwa pertahanan Israel “penting” dan juga juga tak mungkin “Saya akan menghentikan semua senjata jadi bahwa mereka tak memiliki Iron Dome (sistem pertahanan rudal) untuk melindungi mereka.”
Netanyahu mencela kritik Biden lalu berjanji untuk terus melanjutkan serangan di dalam dalam Rafah, bagian terakhir Jalur Gaza dalam mana pasukan Israel belum melakukan serangan darat.
Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, pejabat tertinggi Yahudi terpilih pada negara itu, menggambarkan Netanyahu sebagai hambatan bagi perdamaian kemudian menyerukan pemilihan baru di dalam area Israel untuk menggantikannya.
Biden menyebutnya sebagai “pidato yang digunakan bagus.”
Namun Ketua DPR dari Partai Republik Mike Johnson mengatakan bahwa dia mempertimbangkan untuk mengundang Netanyahu, yang tersebut digunakan berbicara melalui tautan video dengan senator Partai Republik pekan lalu, untuk berpidato di tempat dalam Kongres. Hal ini akan dianggap sebagai pukulan terhadap Biden, sehingga memberi Netanyahu sebuah forum tingkat tinggi untuk menyampaikan keluhannya terhadap AS.
Senator Demokrat Sheldon Whitehouse mengatakan kepada Reuters bahwa Netanyahu tampaknya bekerja serupa dengan Partai Republik untuk “mempersenjatai hubungan AS-Israel demi kepentingan sayap kanan.”
Upaya Biden untuk terpilih kembali pada tahun 2024 membatasi pilihannya: ia harus menghindari memberikan isu kepada Partai Republik untuk dimanfaatkan oleh para pemilih pro-Israel, sekaligus menghentikan erosi dukungan dari Partai Demokrat progresif yang dimaksud mana kecewa dengan dukungan kuatnya terhadap Israel.