Jakarta,REDAKSI17.COM – Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi barunya, dikarenakan ekspektasi penurunan suku bunga pada tempat Amerika Serikat (AS) oleh bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) kembali meningkat kemudian juga daya tarik logam sebagai pengerjaan ekonomi safe-haven juga makin bertambah.
Merujuk data Refinitiv, nilai tukar emas ditutup pada posisi US$ 2.250,59 per troy ons atau menguat 0,82%. Penguatan ini kembali menjadikan tarif emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa barunya kemarin, dalam mana sudah beberapa hari terakhir nilai jual emas dunia terus mencetak rekor.
Harga yang digunakan mematahkan rekor yang dimaksud itu tercatat pada perdagangan Kamis pekan lalu (28/3/2024) di dalam tempat posisi US$ 2.232,38 per troy ons. Sepanjang Maret 2024, rekor tarif jual emas sudah terpatahkan sebanyak 10 kali akibat biaya jual terus melonjak. Emas juga langsung mencetak rekor pada hari pertama April tahun ini.
Pada Selasa (2/4/2024) pagi hari ini sekitar pukul 05:30 WIB, tarif emas kembali melanjutkan penguatan yakni naik 0,19% menjadi US$ 2.254,79 per troy ons.
Analis dari TD Securities, Bart Melek, menjelaskan kenaikan emas masih ditopang oleh optimisme pelaku pasar mengenai pemangkasan suku bunga The Fed meskipun data-data AS justru membaik.
Melandainya inflasi pengeluaran konsumsi warga AS (PCE) memproduksi penanam modal percaya diri The Fed akan memangkas suku bunga.
“Optimisme yang dimaksud berkembang saat ini adalah The Fed mulai akan memangkas suku bunga secara signifikan bahkan sebelum inflasi ke target sasaran 2%. Inflasi PCE sudah melandai,” tutur Melek, kepada Reuters.
Inflasi PCE melandai ke 2,5% (year on year/yoy) pada Februari 2024, dari 2,4% pada Januari. Inflasi PCE inti juga melemah menjadi 2,8% (yoy) pada Februari 2024, dari 2,9% pada Januari.
Anomali, Emas Terbang di tempat tempat Saat Data AS Membaik
Kenaikan harga jual jual emas dunia juga terjadi dalam tengah banyaknya masih kencangnya dunia bisnis Amerika Serikat (AS) serta penguatan dolar AS. Data-data dunia usaha AS yang dimaksud kencang biasanya menimbulkan emas tertekan lantaran sanggup semakin menahan The Fed mengerek suku bunga,
Data hal hal tersebut di tempat dalam antaranya pulihnya sektor manufaktur AS pada Maret lalu. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur meningkat menjadi 50,3 pada Maret lalu, menjadi yang digunakan tertinggi kemudian pertama dalam area atas 50 sejak September 2022, dari sebelumnya di tempat tempat bilangan 47,8 pada Februari lalu.
Hal ini menunjukkan sektor manufaktur, yang digunakan mana sebelumnya terpukul oleh kenaikan suku bunga, mulai pulih. PMI menggunakan nomor 50 sebagai titik mula. Jika di area dalam atas 50, maka artinya dunia bidang usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara dalam dalam bawah itu artinya kontraksi.
Pulihnya sektor manufaktur Negeri Paman Sam menyebabkan yield Treasury kembali meninggi lalu memproduksi indeks dolar AS juga naik. Padahal, jika yield Treasury meninggi, seharusnya hal ini menjadi katalis negatif bagi emas, lantaran emas sendiri tidak ada ada menawarkan yield.
Yield Treasury acuan tenor 10 tahun naik nyaris 13 basis poin menjadi 4,319%.
Indeks dolar AS terbang pada perdagangan kemarin, Senin (1/4/2024) ke posisi 105, 109. Posisi hal itu adalah yang yang disebut tertinggi sejak 13 November 2023 atau hampir empat bulan terakhir.
Kenaikan emas pada tengah penguatan dolar AS merupakan hal yang digunakan digunakan bukan biasa. Emas biasanya langsung ambruk begitu dolar menguat.
Penguatan dolar akan menimbulkan emas semakin mahal untuk dibeli akibat adanya konversi mata uang sehingga orang cenderung menahan pembelian
Namun nyatanya, nilai jual emas kembali naik serta artinya masih banyak yang melakukan pembelian emas. Hal ini sebab sentimen terhadap emas safe-haven juga didukung oleh ketegangan geopolitik yang dimaksud dimaksud meningkat setelah media Iran serta Suriah melaporkan bahwa serangan Israel menghantam sebuah gedung dalam area sebelah kedutaan Iran dalam dalam ibu kota Suriah pada Senin kemarin.
CNBC INDONESIA RESEARCH