Jakarta,REDAKSI17.COM – Kementerian Energi lalu Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan pemerintah akan segera mengeksplorasi kembali aturan pembatasan pembelian volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite usai Lebaran 2024 ini.
Direktur Jenderal Minyak juga Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pihaknya akan segera mengkaji revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian juga Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi Perpres no.191/2014 ini lah yang dimaksud digunakan nantinya akan mengatur pembatasan pembelian BBM bersubsidi Pertalite.
“Habis Lebaran nanti kita cek lagi. Kami akan bertanya lagi,” kata Tutuka ditemui di dalam area Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Menurut Tutuka, pembahasan mengenai pengaturan pembatasan BBM jenis Pertalite cukup penting untuk segera dilakukan, bukan cuma oleh sebab itu adanya eskalasi konflik di tempat dalam Timur Tengah antara Iran juga Israel yang dimaksud hal itu saat ini tengah berlangsung.
“Mungkin kalau bukan (konflik) pun perlu kita atur. Yang penting bagi kita adalah subsidi itu tepat sasaran baik LPG maupun yang tersebut hal itu lain tepat sasaran,” kata dia.
Beberapa waktu lalu, Kepala BPH Migas Erika Retnowati membeberkan, dalam rapat terakhir pemerintah masih menimbang-nimbang dampak yang tersebut dimaksud ditimbulkan apabila pembatasan Pertalite diberlakukan. Khususnya, terhadap daya beli warga kemudian tingkat inflasi.
“Pada saat itu pemerintah masih berupaya untuk mempertahankan tingkat inflasi akibat memang apabila itu diterapkan tentunya ada sebagian warga yang hal itu harus membeli tambahan banyak mahal juga tentunya itu akan berakibat pada kenaikan tingkat inflasi,” kata Erika dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (10/10/2023).
Menurut Erika, untuk BBM jenis Pertalite setidaknya pemerintah akan menetapkan lima kategori konsumen yang dimaksud berhak menggunakan BBM tersebut, antara lain yakni industri kecil, perniagaan perikanan, bisnis pertanian, sektor transportasi lalu pelayanan umum.
Namun sayangnya, Erika tak menyebut apakah pembatasan berdasarkan kapasitas mesin (cc) kendaraan juga akan menjadi salah satu kriterianya atau tidak.
Sebelumnya, pemerintah sempat berencana melakukan pembatasan BBM Pertalite, salah satunya melalui spesifikasi CC mesin mobil. Rencananya, kendaraan yang dimaksud masih boleh membeli Pertalite yakni mobil dengan kriteria mesin dalam tempat bawah 1.400 cubicle centimeter (cc), kemudian juga motor pada bawah 250 cc. Dengan demikian, kendaraan dalam atas cc itu tiada diperbolehkan mengisi BBM Pertalite.
Belum lama ini Menteri Energi lalu Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga sudah mengirimkan surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, untuk kembali mengeksplorasi revisi Perpres 191 Tahun 2014 yang tersebut akan mengatur pembatasan BBM bersubsidi Pertalite.
Pasalnya, disparitas nilai antara kedua komoditas BBM Pertamax dengan Pertalite sudah cukup lebar. Pertalite saat ini masih berada pada area level Rp 10.000 per liter, sementara biaya BBM non subsidi seperti Pertamax sudah pernah berada dalam level Rp 14.000 per liter.
“Antara lain juga akibat ini kan ada kenaikan nilai tukar untuk BBM non subsidi yang dimaksud kemungkinan akan mengakibatkan migrasi sehingga nanti juga akan mengakibatkan melonjaknya subsidi serta kompensasi. Jadi kami terus berupaya supaya revisi Perpres 191 ini segera mampu diterbitkan,” katanya.