Jakarta,REDAKSI17.COM – Rupiah terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tengah keluarnya dana asing dari dalam negeri juga sikap wait and see pelaku pasar perihal suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,15% pada bilangan Rp16.230/US$ pada hari ini Senin (29/4/2024). Posisi ini selaras dengan pelemahan yang digunakan dimaksud terjadi kemarin Jumat (26/4/2024) sebesar 0,12%.
Sementara DXY pada pukul 08:53 WIB naik ke bilangan 106,01 atau menguat 0,07%. Angka ini lebih banyak lanjut tinggi dibandingkan penutupan kemarin yang mana dimaksud berada dalam bilangan bulat 105,94.
BI merilis data transaksi 22-25 April 2024, bahwa penanam modal asing di dalam dalam pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp2,47 triliun terdiri dari jual neto Rp2,08 triliun di dalam area pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp2,34 triliun pada area pasar saham, juga beli neto Rp1,95 triliun di area dalam Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 25 April 2024, pemodal asing jual neto Rp47,26 triliun pada pasar SBN, beli neto Rp9,68 triliun di dalam dalam pasar saham, lalu beli neto Rp9,02 triliun dalam SRBI.
Dalam lima pekan terakhir, penanam modal asing mencatat net sell sebesar Rp 40,04 triliun. Hal ini berdampak negatif terhadap pasar keuangan domestik juga berujung pada tekanan terhadap mata uang Garuda.
Selain itu, pelaku pasar juga masih menunggu keputusan The Fed perihal suku bunga pada pekan ini.
The Fed akan merilis data suku bunga yang tersebut yang berpotensi masih akan cukup tinggi. Hal ini terjadi mengingat data-data dunia usaha AS belum menunjukkan perbaikan yang mana menggalakkan pemangkasan suku bunga.
Kebijakan suku bunga menjadi sentimen yang mana digunakan paling ditunggu pasar pada pekan ini.
Salah satunya inflasi AS yang dimaksud masih cukup sticky. Angka inflasi AS saat ini berada pada tempat hitungan 3,5% (year on year/yoy) atau lebih tinggi tinggi tinggi dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini semakin menjauhi target The Fed yakni 2%. Jika inflasi AS masih cukup sulit ditekan, maka penurunan suku bunga AS akan sulit terjadi tahun ini. Bahkan beberapa survei menunjukkan bahwa The Fed tampaknya bukan akan memangkas suku bunganya (no landing).
CNBC INDONESIA RESEARCH





