Jakarta,REDAKSI17.COM – Likuiditas menjadi satu perhatian utama bankir pada tahun ini. Di tengah era suku bunga tinggi yang dimaksud dimaksud diperkirakan akan bertahan lama, persaingan perebutan dana akan terbilang sengit.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan bahwa suku bunga tinggi berdampak pada persaingan likuiditas perbankan. Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur April 2024.
“Naiknya suku bunga kita respons sebagai keputusan logis kemudian rasional. Tinggal tantangan pasti itu akan menyebabkan tantangan di dalam dalam likuiditas,” katanya dalam paparan kinerja kuartal I-2024 belum lama ini.
Kendati demikian, dia menjamin BRI masih memiliki ruang likuiditas yang digunakan digunakan cukup untuk ekspansi kredit. “Bagi BRI yang digunakan hal itu LDR segitu ya kita biasa aja dalam artian pasti kita akan pertahankan LDR, tapi bukan berarti kita ngerem kredit,” tambah Sunarso.
Sebagai informasi per Maret 2023, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (BRI) sebesar 83,78% Bila dibandingkan dengan periode yang tersebut dimaksud identik tahun lalu, bilangan bulat hal itu turun 148 basis poin (bps).
Terpisah, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk Novita Widya Anggraini mengatakan bahwa likuiditas menjadi satu dari dua fokus utama tahun ini.
Dalam menjaga likuiditas, kata dia, BNI konsisten memprioritaskan peningkatan dana diskon (CASA) dengan mengoptimalkan layanan digital seperti BNI Mobile Banking untuk nasabah retail lalu BNI Direct untuk nasabah korporasi.
“Dengan strategi yang digunakan itu fokus pada penguatan likuiditas, alokasi aset yang digunakan hal tersebut optimal, pricing pendanaan yang dimaksud mana strategis, BNI meyakini bahwa kinerja akan tetap terus terjaga stabil dalam menghadapi tantangan sekaligus dapat mengoptimalkan prospek untuk memberikan nilai terbaik bagi nasabah juga juga stakeholder,” ujarnya.
Per Maret 2024, LDR BNI naik 358 bps, atau dari 85,43% menjadi 89,01%.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini. Direktur Utama NIxon L.P. Napitupulu mengatakan hal itu dijalani lantaran mengetatnya likuiditas pada pasar.
“Jadi kenapa kami menargetkan kredit sejenis seperti tahun lalu, sebab pertimbangan DPK-nya mungkin persaingannya masih ketat. Tapi kalau kami lihat funding position-nya baik, kami akan dorong revisi naik di dalam dalam kredit. Tapi lihat situasi hari ini, kami belum terlalu berani menargetkan lebih tinggi lanjut dari 12%,” kata Nixon pada awal tahun ini.
Selain itu, kata Nixon, laju pertumbuhan kredit pada tahun ini perlu ditahan gunamemitigasi risiko kenaikan suku bunga.
“Kuartal I/2024 (pertumbuhan kredit) 14,85% (yoy), nanti kita turunkan penyaluran kredit ke level 10% (yoy) antisipasi dana mahal oleh sebab itu suku bunga sekarang lebih lanjut besar challenging. Ibaratnya, dengan nilai komponen baku mahal, maka jualannya tidaklah ada usah digeber,” katanya.
Per Maret 2024, LDR bank yang dimaksud fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR) hal itu naik 244 bps menjadi 96,23%. Sebagai informasi Bank Indonesia memberikan rekomendasi LDR pada rentang 84%-94%.
Bank Cari Sumber Dana Alternatif
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat laju pertumbuhan dana non-DPK kembali naik, setelah pada pertengahan tahun lalu melambat. Per Februari 2024, alternatif pendanaan perbankan ini tumbuh 5,38% yoy.
Pertumbuhan dana non-DPK secara tahunan terutama dikontribusi oleh kenaikan pada pinjaman/pembiayaan diterima sebesar Rp 25,29 triliun serta kewajiban bank lain sebesar Rp 11,88 triliun.
“Perkembangan ini sejalan dengan strategi bank dalam melakukan diversifikasi sumber likuiditas. Akses sumber pendanaan non-DPK menjadi salah satu sumber pemenuhan funding gap di area area tengah pertumbuhan DPK yang dimaksud dimaksud tambahan rendah dibandingkan kredit,” mengutip Indikator Pasar Keuangan Maret 2024.
Pada bulan kedua tahun ini, DPK perbankan tumbuh 7,4% yoy, sedangkan kredit naik 12,4% yoy.
Ketakutan Jokowi
PredidenJoko Widodo (Jokowi) sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap peredaran uang yang dimaksud digunakan semakin kering, meskipun pertumbuhan dunia usaha Indonesia masih sekitar 5%. Hal ini dia sampaikan mendekati akhir masa jabatan.
Jokowi menilai kesulitan hal yang disebut muncul oleh sebab itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemudian BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kemudian juga Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
“Jangan semuanya ramai membeli yang dimaksud digunakan tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN kendati boleh-boleh sekadar tapi agar sektor riil dapat kelihatan tambahan banyak baik dari tahun yang mana digunakan lalu,” ujar Jokowi pada tempat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada area Kantor Pusat BI, Jakarta.