Home / Kriminal / Saksi Ngaku Diminta Rp10,5 M untuk BPK Soal Temuan Proyek Tol MBZ

Saksi Ngaku Diminta Rp10,5 M untuk BPK Soal Temuan Proyek Tol MBZ

Saksi Ngaku Diminta Rp10,5 M untuk BPK Soal Temuan Proyek Tol MBZ

Jakarta,REDAKSI17.COM  – Sidang kasus korupsi proyek Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol MBZ kembali digelar pada dalam Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Selasa (14/5/2024) lalu.

Dalam sidang kali ini, Jaksa menghadirkan mantan Supervisor (SPV) Waskita Karya Sugiharto sebagai saksi.

Sugiharto mengaku, pernah diminta menyiapkan Rp 10,5 miliar untuk diserahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait temuan pada proyek tersebut.

Mulanya, Jaksa menanyakan terkait proyek fiktif yang mana digunakan dilaksanakan dalam proyek Tol MBZ saat Sugiharto menjabat SPV dalam proyek tersebut. Pada persidangan dalam PN Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024), Sugiharto mengatakan proyek fiktif itu senilai Rp 10,5 miliar.

“Di BAP saudara, ada saudara ditanya terkait proyek fiktif. Ditanya oleh penyidik apakah ada proyek fiktif terkait pelaksanaan Tol Japek ini. Bisa dijelaskan saudara?” tanya Jaksa, dilansir dari detikcom.

“Itu pada saat saya yang mana mana menjabat, Pak. Pada saat menjabat sebagai SPV-nya, dalam tahun 2021 itu, Pak,” jawab Sugiharto.

“Apa pekerjaan fiktifnya, Pak?” tanya jaksa.

“Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, saya belaka sekali sebab pekerjaan sudah 100 persen Pak, pemeliharaan, belaka patching-patching (menambal) saja, Pak. Buatnya itu. Itu kecil aja,” jawab Sugiharto.

“Berapa nilainya?” tanya jaksa.

“Rp 10,5 miliar,” jawab Sugiharto.

Jaksa lalu bertanya tentang inisiator proyek fiktif tersebut. Sugiharto mengaku diperintahkan Bambang Rianto selaku Direktur Operasional untuk menyiapkan uang yang disebut melalui pengerjaan proyek fiktif agar anggaran dapat cair.

“Artinya gini Pak. Bisa saudara jelaskan siapa yang tersebut yang miliki inisiatif untuk pembuatan proyek, juga uangnya itu untuk apa?” tanya jaksa.

“Saya pada saat itu diinstruksikan oleh Direktur Operasional saya, Pak Bambang Rianto (BR),” jawab Sugiharto.

“Oke. Gimana instruksinya?” tanya jaksa.

“Tolong disediain dana untuk di dalam tempat Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp 10 M-anlah, Pak,” jawab Sugiharto.

“Buat apa?” tanya jaksa.

“BPK. Nah, itu. Jadi, saya dipanggil, saya kumpulin temen-temen saya, VP saya pada saat itu, Pak Rozak (Faturrozak). Kan setelah menjabat sebagai Kapro (kepala proyek), dia (Faturrozak) sebagai engineer lalu VP, perwakilan saya pada dalam 2021. Saya panggil juga pengendali saya, namanya Pak Reza. Menyampaikan dalam situ bahwa ada keperluan ini, untuk keperluan BPK,” jawab Sugiharto.

“Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan senilai Rp 10,5 miliar itu?” tanya jaksa.

“Iya, betul Pak,” jawab Sugiharto.

Sugiharto mengatakan dirinya yang digunakan mana menginisiasi proyek fiktif tersebut. Dia mengatakan, hal itu dijalani untuk memenuhi permintaan Bambang terkait duit Rp 10,5 miliar untuk kepentingan BPK.

“Atasan saudara langsung siapa?” tanya jaksa.

“Pak Dir Operasional,” jawab Sugiharto.

“Tahu juga atau keputusan dari saudara?” tanya jaksa.

“Kalau Pak Bambang-nya ya tahunya yang tersebut itu penting ada untuk keperluan itu dulu Rp 10 miliar,” jawab Sugiharto.

“Jadi, yang dimaksud dimaksud menginisiasi untuk pertanggungjawabannya fiktif dari siapa? Saudara?” tanya jaksa.

“Iya, Pak,” jawab Sugiharto.

Jaksa kemudian menyebutkan proyek fiktif lainnya dalam pembangunan Tol MBZ. Sugiharto mengaku tak tahu lantaran saat itu belum menjabat sebagai SPV.

“Di keterangan saksi persidangan sebelumnya, dalam area Pak Yudhi Mahyudin juga ada pekerjaan fiktif senilai Rp 25 miliar. Rp 15 miliar digunakan untuk pembelian 2 mobil Pajero Sport. Saudara tahu itu?” tanya jaksa.

“Saya ndak tahu,” jawab Sugiharto.

“Kemudian di area area zaman Pak Faturrozak juga ada kemarin Rp 10 miliar nilainya. Tahu juga itu saudara?” tanya jaksa.

“Kalau yang yang disebut Rp 10 miliar itu zamannya saya, Pak. Tapi kalau yang dimaksud digunakan sebelum itu saya nggak tahu, Pak,” jawab Sugiharto.

Jaksa lalu bertanya temuan BPK dalam proyek perkembangan Tol MBZ terkait pemberian uang Rp 10,5 miliar tersebut. Sugiharto mengaku tak tahu detail terkait temuan tersebut.

“Pada saat itu, saudara tahu apa temuan-temuan BPK, sehingga temen-temen termasuk saudara itu berinisiasi untuk memberikan beberapa total dana ke BPK?” tanya jaksa.

“Kalau hambatan temuan detailnya saya tidaklah tahu. Saya belaka diinstruksikan identik Pak BR (Bambang Rianto) Direktur Operasional saya untuk menyebabkan itu untuk keperluan pemenuhan BPK itu. Detailnya ada temuam atau tidak, saya juga ndak tahu juga pak,” jawab Sugiharto.

Jaksa terus mencecar Sugiharto terkait temuan BPK persoalan kekurangan mutu hingga struktur beton. Sugiharto mengaku belaka sekali pernah mendengar temuan BPK terkait perkembangan gate tol yang digunakan cuma sekali dikerjakan tiga dari total enam dalam dalam kontrak.

“Pernah tahu tentang temuan kekurangan mutu beton, slab beton?” tanya jaksa.

“Saya nggak tahu,” jawab Sugiharto.

“Pernah dengar?” tanya jaksa.

“Terakhir-terakhir Pak,” jawab Sugiharto.

“Tentang struktur beton?” tanya jaksa.

“Saya yang digunakan hal tersebut tahunya itu pada saat ternyata ada temuan dari BPK bahwa gate (gerbang) tolnya kita kurang gitu, Pak,” jawab Sugiharto.

“Awalnya kontraknya enam tapi kita kerja tiga,” lanjut Sugiharto.

Jaksa menguraikan temuan BPK pada proyek Tol MBZ. Sugiharto mengaku belaka mengetahui temuan terkait gerbang tol itu juga tak tahu kelanjutan penyelesaian uang Rp 10,5 miliar tersebut. Sugiharto menjawab bukan tahu.

“Saya detailnya bukan tahu,” jawab Sugiharto.

“Jadi saudara tidaklah tahu juga, apakah temuan-temuan BPK tadi yang digunakan digunakan saya uraikan tadi terkait kekurangan volume beton, struktur beton, kemudian tinggi girder, gerbang tol, itu akhirnya tak tahu atau tidak, tak tahu saudara?” tanya jaksa.

“Iya. Hanya terakhir saya dapat informasi bahwa kita temuannya BPK itu adalah kekurangan gate tol itu gitu lho pak, yang dimaksud digunakan dikontrak 6 kita hanya saja cuma kerjanya 3,” jawab Sugiharto.

“Akhirnya uang tadi pada ke manakan?” tanya Jaksa.

“Saya bukan tahu, Pak,” jawab Sugiharto.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengerjaan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dikerjakan secara bersama-sama.

Jaksa menyebut kasus korupsi itu dikerjakan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang dalam dalam JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 kemudian juga Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting lalu Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dijalani penuntutan pada berkas terpisah.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dimaksud mana merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di dalam area Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *