Jakarta,REDAKSI17.COM – Pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu terpantau mengecewakan, pada tempat mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta rupiah terpantau merana, sertai imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) terpantau naik.
Pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu belaka berlangsung selama tiga hari, akibat adanya libur panjang dalam rangka memperingati Waisak, sehingga pergerakannya cenderung kurang menggembirakan.
Pada pekan lalu, IHSG ambles 1,3% secara point-to-point (ptp). Amblesnya IHSG disinyalir ambruk pada perdagangan Selasa lalu (21/5/2024) yakni mencapai 1,11%. Dalam tiga hari perdagangan, IHSG cuma semata sekali menguat yakni pada Rabu lalu sebesar 0,51% ke 7.222,38.
Meski begitu, aksi jual bersih (net sell) penanam modal asing mulai berkurang yakni menjadi Rp 254,01 miliar sepanjang pekan lalu.
Sedangkan untuk rupiah sepanjang pekan lalu juga melemah 0,25% dalam hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp). Pada perdagangan Rabu lalu, rupiah ditutup cenderung stagnan dalam level Rp 15.990/US$.
Sementara dalam pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield tenor 10 tahun yang tersebut hal itu merupakan acuan SBN negara berada sepanjang pekan lalu cenderung naik 1 basis poin (bp) menjadi 6,874%, dari sebelumnya pada posisi pekan sebelumnya di dalam dalam 6,864%.
Yield yang tersebut yang naik menandai nilai tukar SBN yang digunakan sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Yield SBN naik juga menandakan bahwa pemodal cenderung sedang melepas SBN, terutama penanam modal asing.
Perdagangan yang tersebut digunakan cenderung pendek hingga semata-mata berlangsung selama tiga hari menimbulkan pemodal cenderung enggan untuk berinvestasi.
Kurang menggembirakannya pasar keuangan RI pada pekan ini terjadi padahal Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya.
BI memutuskan tetap menahan suku bunga acuan menjadi 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 21-22 Mei 2024. Selain itu, BI juga masih menahan suku bunga deposit facility sebesar 5,5% juga suku bunga lending facility sebesar 7%.
Hal ini sesuai dengan konsensus pasar, dalam mana dari 14 institusi yang mana mana terlibat polling, seluruhnya memperkirakan BI akan menahan suku bunga pada area 6,25%.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan keputusan mempertahankan BI rate sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang tersebut hal tersebut pro-stabilitas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive serta forward looking untuk menjamin inflasi tetap terkendali dalam sasaran.
Selain itu, suku bunga perbankan tetap terjaga dipengaruhi likuiditas perbankan yang tersebut memadai sejalan dengan bauran kebijakan BI sejalan dengan kebijakan KLM (Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial) lalu juga dampak kebijakan transparansi SBDK.
Namun, situasi perekonomian Amerika Serikat (AS) lalu perang di tempat tempat Timur Tengah dipantau ketat oleh Bank Indonesia (BI). Kedua hal yang tersebut disebut berpotensi mengguncang pasar keuangan global.
“Ke depan risiko arah penurunan FFR juga dinamika ketegangan geopolitik tetap perlu dicermati dikarenakan dapat kembali dorong kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, tekanan mata uang global, tekanan inflasi kemudian menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Secara umum kondisi global cukup membaik. Terutama ketegangan geopolitik sudah cukup mereda sejak April 2024.
“Berbagai kondisi berdampak positif pada tertahannya penguatan dolar AS secara global kemudian turunnya US Treasury yield melebihi kondisi April 2024 meskipun masih berada pada level yang mana digunakan tinggi,” terang Perry.
REDAKSI17.COM





