Jakarta,REDAKSI17.COM – Harga emas dunia ambrol pada akhir pekan lalu setelah keluar data tenaga kerja AS lebih lanjut besar ketat dari perkiraan. Harga emas diperkirakan masih akan bergerak volatile oleh sebab itu ada dua program penting pekan ini yakni inflasi Amerika Serikat (AS) serta rapat bank sentral The Federal Reserve (The Fed).
Melansir Refinitiv, pada Jumat lalu (7/6/2024) nilai tukar emas dunia terjun 3,49% ke posisiUS$ 2.292,70 per troy ons. Depresiasi dalam sehari tambahan dari 3% yang digunakan disebut merupakan yang dimaksud terparah sejak awal tahun kemudian menyentuh level terendah sejak 1 Mei lalu.
Beralih pada pagi ini, Senin (10/6/2024) sekitar pukul 06.25 WIB terpantau sedang berjuang menguat tipis sekitar 0,26% menuju US$ 2297,42 per troy ons.
Pergerakan emas hari ini tampaknya masih akan dipengaruhi indeks dolar AS (DXY) yang mana dimaksud kembali melambung. Pada pagi ini juga masih terpantau menguat serta juga kembali menyentuh ke atas level 105.
DXY menguat lantaran data pasar tenaga kerja AS yang mana keluar tambahan kuat dari perkiraan. Departemen Ketenagakerjaan AS pada Jumat malam (7/6/2024) mengumumkan data pekerjaan tercatat dalam luar pertanian melonjak ke 272.000 pekerjaan pada Mei 2024. Angka ini lebih banyak tinggi tinggi dari konsensus yang dimaksud yang hanya sekali hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada April. Sementara untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%.
Dengan indeks dolar AS yang lebih banyak banyak kuat ini akan menimbulkan nilai emas semakin mahal bagi pembeli dengan mata uang lain, terutama dari emerging market, termasuk Indonesia, dikarenakan mata uang-nya akan terdepresiasi.
Selain itu, terpicu dari pasar tenaga kerja yang tersebut yang kuat, ini kemudian memicu kegelisahan bahwa era suku bunga bank sentral AS atau the Fed akan terus berlanjut.
Phillip Streible, kepala strategi pasar pada Blue Line Futures mengungkapkan “Pasar emas mengalami sedikit likuidasi, bersama dengan logam lainnya oleh sebab itu data menunjukkan perekonomian AS cukup kuat lalu The Fed mungkin menunda pemotongan pertama”.
Lebih lanjut, Philip menjelaskan mengenai suku bunga yang digunakan tinggi, akan meningkatkan biaya prospek untuk memegang emas batangan yang mana bukan akan terlalu memberikan imbal hasil.
Selain itu, Ia menambahkan laporan ketenagakerjaan yang dimaksud menambah sentimen bearish tampaknya didorong oleh data yang tersebut digunakan menunjukkan konsumen utama Tiongkok menunda pembelian emas pada bulan Mei setelah melakukan pembelian selama 18 bulan berturut-turut.
Harga Emas Bisa Kayak Roller Coaster Jelang FOMC
Emas akan menghadapi cobaan berat pekan ini dikarenakan adanya rilis data inflasi AS da rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini.
Pekan ini, tepatnya pada Rabu malam (12/6/2024), AS akan merilis data inflasi periode Mei 2024.Saat ini konsensus memperkirakanheadline inflationakan stabil di tempat dalam 3,4% yoy kemudian inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.
Jika data inflasi keluar meleset dari perkiraan, kemungkinan terburuk akan berujung pada kebijakan ketat bank sentral AS masih akan dipertahankan lebih lanjut banyak lama dari perkiraan. Pasar sekarang semakin pesimis jika pada tahun ini bukan ada akan ada pemangkasan suku bunga.
Menurut perhitungan perangkat CME FedWatch Tool, pada pertemuan pekan ini yang mana hal tersebut akan berlangsung sehari setelah rilis inflasi sudah 97,8% kemungkinan mempertahankan suku bunga. Sementara pemangkasan suku bunga pada September kian menyusut menjadi 46,6%, padahal pada akhir pekan lalu masih di area tempat atas 50%.
Sebagai catatan, pada Kamis dini hari waktu Indonesia (13/6/2024), The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed sekarang sudah semakin mundur dari perkiraan. Jika pada pertemuan terdekat ini nada the Fed masihhawkish,maka gejolak pada dalam pasar keuangan, terutama dalam tempat risk asset kemungkinan besar masih berlanjut.
Harga emas sangat bergantung pada suku bunga AS. Jika data inflasi AS masih panas dan kebijakan The Fed masih galak maka nilai emas sanggup jatuh semakin dalam.
Sebaliknya, biaya emas sanggup cuma terbang tinggi jika data inflasi AS adem lalu kebijakan The Fed mulai melunak.
Kebijakan ketat The Fed akan menciptakan dolar AS serta imbal hasil US Treasury terbang. Demikian juga sebaliknya.
Dolar yang tersebut menguat menciptakan nilai konversi pembelian emas makin mahal sehingga emas menjadi kurang menarik. Emas juga tidaklah menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury menyebabkan emas kurang menarik.
CNBC INDONESIA RESEARCH