Jakarta,REDAKSI17.COM – Presiden Joko Widodo memanggil Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, lalu juga Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, ke Istana Negara, Jakarta, kemarin (20/9/2024).
Pertemuan ini mengeksplorasi langkah stabilisasi rupiah yang mana kursnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat terbang ke level atas Rp 16.400.
Mengutip catatan data Refinitiv, rupiah melemah sebesar 0,4% terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (20/6/2024) di area tempat level Rp16.425/US$. Posisi ini merupakan yang tersebut mana terparah sejak era pandemi Covid-19 yang digunakan hal tersebut terjadi sekitar empat tahun lalu. Sedangkan indeks dolar atau DXY pada pukul 14:56 WIB saat itu memang naik ke bilangan 105,38 atau sebesar 0,12. Lebih tinggi dibandingkan penutupan kemarin 105,25.
Dalam pertemuan selama 1,5 jam kemarin sore itu, Sri Mulyani mengaku sudah pernah lama secara gamblang menjelaskan dinamika pasar keuangan atau market saat ini kepada Jokowi. Termasuk faktor sentimen yang mana memengaruhi pelaku pasar keuangan ihwal proses penyusunan anggaran pendapatan kemudian belanja negara (APBN) tahun anggaran 2025 yang tersebut digunakan diduga banyak pihak akan membengkak dari sisi rasio utangnya.
“Menyampaikan kepada bapak presiden berbagai perkembangan terkini dinamika market juga dari sisi perkembangan pembahasan APBN kita dengan DPR, dikarenakan kita dalam penyusunan RAPBN 2025,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkapkan, tekanan yang tersebut dimaksud terjadi pada rupiah beberapa hari terakhir sebetulnya disebabkan oleh faktor global, seperti kuatnya perekonomian AS yang dimaksud dimaksud menyebabkan bank sentralnya diduga banyak pelaku pasar masih akan sulit menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate. Selain itu, ada perbedaan arah suku bunga negara-negara maju dikarenakan bank sentral Eropa pada saat ini malah menurunkan suku bunga acuannya.
Adapun dari sisi faktor dalam negeri, khususnya faktor-faktor fundamental perekonomian Indonesia, ia tegaskan tidak ada ada ada yang dimaksud dimaksud menjadi penyebab lemahnya pergerakan kurs rupiah.
Sri Mulyani menyodorkan bukti dari baiknya nomor indeks transaksi jual beli riil yang mencerminkan konsumsi warga masih akan kuat, demikian juga bilangan bulat Mandiri Spending Index, Indeks Keyakinan Konsumen, konsumsi semen, listrik, hingga Purchasing Manager’s Index yang dimaksud masih ekspansif.
Karenanya, ia bahkan tak ragu menyebutkan bahwa meskipun tekanan pasar keuangan global sekarang tengah kuat-kuatnya menyebabkan mata uang berbagai dunia termasuk rupiah melemah terhadap dolar AS, serta aliran modal asing yang dimaksud masih kerap deras keluar, perekonomian Indonesia masih akan tumbuh kuat pada kuartal II-2024 sebagaimana saat kuartal I-2024 yang mana itu tumbuh 5,11%.
“Ini menjadi pondasi yang digunakan cukup baik untuk memproyeksikan pertumbuhan kegiatan perekonomian kita di tempat dalam kuartal II ini yang mana mana masih terjaga seperti yang mana dimaksud terjadi dalam dalam kuartal I. Kredit perbankan juga mengalami kenaikan dalam hal ini jumlah agregat total ekspansi kreditnya baik kredit investasi, modal kerja, konsumsi,” tegas Sri Mulyani.
APBN sebagai instrumen kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional ia tegaskan juga akan tetap dijaga pemerintah ke depannya. Pada tahun ini semata ia pastikan defisitnya akan sesuai dengan batasan maksimum yang mana telah terjadi lama dirancang sebesar 2,8%, padahal sebagaimana diketahui mulanya target defisit 2024 yang dimaksud hal tersebut disepakati dengan DPR hanya sekali cuma sebesar 2,29% dari PDB.
Meski defisit akan mencapai batas maksimum pada tahun ini, ia tegaskan dari sisi pembiayaan melalui utang bukan akan membengkak, sebab pemerintah miliki opsi untuk memanfaatkan sisa anggaran tambahan lanjut atau SAL pada 2023 yang tersebut digunakan mencapai Rp 100 triliun. Dengan begitu, ia pastikan surat utang negara atau SBN masih mampu dijaga tingkat imbal hasilnya dengan baik.
“Seperti diketahui untuk defisit tahun ini diperkirakan ada di dalam tempat maksimum 2,8%, pembiayaan kita jaga baik menggunakan sisa anggaran lebih tinggi banyak atau SAL tahun lalu yang dimaksud dimaksud mencapai Rp 100 triliun, kita gunakan utk menurunkan kebutuhan pembiayaan melalui market juga ini dapat menjaga yield SBN,” tutur Sri Mulyani.
Untuk APBN 2025 yang dimaksud yang disebut sekarang ini tengah disusun bersama DPR ia pastikan juga akan tetap didesain sesuai rentang yang tersebut telah dilakukan diimplementasikan ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah atau RKP tahun depan kemudian Kerangka Ekonomi serta Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) sebesar 2,21%-2,8%. Rentang defisit yang digunakan mana lebar ini ia tegaskan untuk mengakomodir program-program presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Pesannya adalah APBN tetap dijaga secara hati-hati oleh sebab itu ini adalah instrumen penting bagi pemerintahan siapa belaka ke depan juga. Dan juga dari sisi sustainabilitas lalu komitmen defisit untuk dijaga dalam level 3% dengan debt to GDP ratio tetap dijaga pada level affordable juga juga prudent, sehingga dapat menjadi pondasi stabilitas pemerintahan baru ini akan terus kita komunikasikan,” ucapnya.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo sudah pernah menjelaskan kepada Presiden Jokowi bahwa pelamahan yang dimaksud terjadi beberapa hari terakhir hingga bergerak dalam atas Rp 16.400 memang banyak dipicu oleh faktor sentimen jangka pendek, bukan disebabkan faktor fundamental pembentuknya. Sebab, ia menekankan, kalau dilihat dari faktor fundamentalnya rupiah seharusnya menguat.
“Dilihat dari faktor fundamental seharusnya nilai tukar rupiah kita itu akan menguat. Bu Menteri sampaikan fundamental nya apa? Inflasi kita tambahan banyak rendah dalam tempat 2,8%, pertumbuhan kita juga tinggi 5,1%. Kredit juga bertambah 12%, demikian juga kondisi kondisi perekonomian kita, termasuk juga imbal hasil pengerjaan perekonomian yang tersebut mana baik,” ucap Perry.
Adapun, faktor sentimen yang menekan rupiah saat ini ia tegaskan kepada Jokowi di dalam tempat antaranya masih pusingnya pelaku pasar keuangan terhadap kemungkinan penurunan suku bunga acuan The Federal Reserve. BI kata Perry memperkirakan penurunannya masih berpeluang terjadi pada tahun ini, namun memang semata-mata sekali pada akhir 2024.
Selain faktor sentimen global di tempat dalam dalam negeri, ia tegaskan yang tersebut memberi pengaruh kuat ialah tingginya kebutuhan dolar pada sektor korporasi pada kuartal II-2024, misalnya untuk repatriasi hingga pembayaran dividen. Namun, pada kuartal III-2024 faktor sentimen ini ia pastikan tidaklah akan menyebabkan rupiah kembali melemah sebab kebutuhan dolar AS untuk itu sudah berkurang.
Sentimen terakhir dari dalam negeri yang mana berpengaruh kuat terhadap pelemahan rupiah, menurut Perry ialah kesulitan persepsi pelaku pasar keuangan terhadap keberlanjutan fiskal ke depan atau pada 2025.
“Seperti yang digunakan hal itu dibilang Bu Sri Mulyani, hambatan persepsi sustainabilitas fiskal ke depan, itu menyebabkan sentimen kemudian menjadi tekanan nilai tukar rupiah,” papar Perry.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah selama ini pun Perry tekankan kepada Jokowi bahwa BI selalu di dalam dalam pasar untuk intervensi. Sebab, cadangan devisa atau cadev yang tersebut digunakan ada dalam area BI menurutnya masih sangat tambahan besar dari cukup yaitu US$ 139 miliar untuk dimanfaatkan sebagai alat intervensi.
“Itu intervensi dari tunai, forward, maupun juga bagaimana terhadap stabilitas SBN. Kami dapat beli SBN, dari pasar sekunder. Kami juga akan koordinasikan juga dengan Kemenkeu, sekuritas kami rupiah untuk jangka pendek untuk menarik inflow. Supaya outflow tak terus-terusan serta perkuat stabilitas rupiah,” ungkap Perry.
Aliran modal asing untuk menjaga pasokan dolar AS dalam dalam negeri pun Perry pastikan hingga saat ini masih terjadi, seperti salah satunya melalui pembelian dalam instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI yang dimaksud sudah mencapai Rp 179,86 triliun. Ditambah dengan penempatan dolar hasil ekspor atau DHE di area area instrumen keuangan dalam negeri sudah mencapai Rp 13,9 miliar.
“Kesimpulannya rupiah secara fundamental trennya, jangan tanya hari per hari loh, ini tren loh, rupiah trennya akan menguatkan sebab inflasi rendah, growth bagus, faktor fundamental itu bagus. Dari hari ke hari, bulan ke bulan, minggu ke minggu faktor sentimen itu akan pengaruhi gerakannya,” kata Perry.