Jakarta,REDAKSI17.COM – Tokoh besar pendiri bangsa Indonesia sekaligus pahlawan nasional, Ir. Soekarno atau Bung Karno memang tidaklah akan terlupakan. Bapak Proklamator itu sudah berjasa dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 silam.
Kendati demikian, ada satu hal yang tersebut sering terlupakan oleh masyarakat, yakni pandangan Soekarno kesulitan pengerjaan perekonomian bagi diri sendiri yang digunakan berguna dalam menjalani hidup ke depan.
Saat peringatan ke-11 proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya 17 Agustus 1956 di tempat area Istana Merdeka, sang proklamator itu berbicara mengenai investasi. Lewat pidato hampir 30 halaman berjudul “Berilah Isi Kepada Hidupmu!”, Soekarno menyampaikan pesan penting kepada seluruh rakyat agar berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Sebab, saat itu negara sedang pada tahap pemulihan pasca-Perang Kemerdekaan (1945-1949), atau Soekarno menyebutnya ‘taraf investment’. Salah satu pesan itu adalah kewajiban rakyat berinvestasi sebagai modal pembangunan. Lantas apa sekadar penyelenggaraan kegiatan ekonomi itu?
Menurut Soekarno, ada tiga jenis investasi. Pertama, investment of human skill sebagai keharusan rakyat memiliki keahlian lalu semangat tinggi. Kedua, material investment yang tersebut mana mengharuskan rakyat miliki modal materi. Bisa berwujud barang, bahan-bahan penting, barang berharga, kepemilikan alat, kemudian juga sebagainya. Ketiga, mental investment, yakni kewajiban rakyat agar punya cara berpikir, mental, dan juga juga batin yang mana kuat.
Namun, dari ketiga itu Soekarno menekankan satu pembangunan sektor ekonomi penting. Bukan kepemilikan barang atau keterampilan hebat, tetapi kesulitan mental investment atau pembangunan ekonomi mental. Kata Soekarno, investasi modal mental adalah hal mendasar serta juga sangat penting untuk mencapai jiwa nasional yang digunakan berguna dalam memupuk rasa cinta tanah air lalu pembangunan.
Tak kesulitan rakyat belum punya apapun. Sebab terpenting harus punya mental kuat terlebih dahulu. Jika tak memiliki hal ini, maka percuma rakyat mempunyai bentuk pembangunan kegiatan ekonomi lain.
“Boleh sekarang kita belum punya alat-alat materiil secara lengkap. Boleh sekarang kita belum miliki traktor. Boleh sekarang kita belum miliki baja atau semen seribu gunung. Boleh sekarang kita belum punya unsur kimia. Boleh sekarang kita belum miliki apapun. Namun, dengan jiwa malaikat Insyaallah kita tak akan mati!,” kata Soekarno di tempat tempat hadapan ribuan rakyat.
Pria kelahiran Surabaya itu beralasan bahwa jika jiwa serta pikiran rakyat Indonesia miliki sikap minder, takut, lemah kemudian masih memandang Belanda atau bangsa asing sebagai sesuatu yang tersebut yang hebat, maka jangan harap bisa jadi jadi mengelola apapun dalam masa depan. Apabila rakyat nekat melakukan investasi modal lain tanpa mempunyai jiwa nasional yang dimaksud mana kuat, maka kata Soekarno, orang itu akan menjadi terbelakang kemudian semata-mata jadi budak.
Dari sinilah Presiden Indonesia Ke-1 itu mencetuskan istilah Revolusi Mental. “Mental kita harus berubah. Mental kita harus berevolusi. Mental kita harus mengangkat diri kita dalam dalam atas kekecilan jiwa. Jauhkan urusan yang tersebut dimaksud mempeributkan urusan kecil,” katanya.
Lebih lanjut, Sukarno ingin manusia Indonesia meninggalkan kemalasan, korupsi, sikap individualisme, sikap sombong, kemudian sok jagoan.
Jika itu semua sudah dilepaskan, maka manusia Indonesia sudah resmi menjadi manusia pemimpin yang digunakan mana dapat memimpin dirinya sendiri lalu orang lain untuk melangkah dalam masa depan, termasuk tentang kepemilikan bentuk penyetoran modal lainnya. Apabila manusia sudah disiplin, rajin lalu bertanggungjawab maka menurut Sukarno sudah mempunyai kemampuan pengelolaan penyertaan modal lain.