Home / Daerah / Tampil Memukau, Wayang Wong Meriahkan Pameran Parama Iswari

Tampil Memukau, Wayang Wong Meriahkan Pameran Parama Iswari

Yogyakarta (06/10/2024) REDAKSI17.COM – Pertunjukan wayang wong dengan lakon Darmadewa Darmadewi berhasil menyita antusiasme dan memukau penonton di Bangsal Pagelaran Kraton Yogyakarta pada Sabtu malam (05/10). Pagelaran wayang wong Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X ini merupakan rangkaian pembukaan pameran akhir tahun bertajuk Parama Iswari, Mahasakti Keraton Yogyakarta yang dibuka secara resmi pada 6 Oktober 2024 dan berlangsung hingga 26 Januari 2025 mendatang.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X membuka pameran temporer sekaligus menyaksikan wayang wong tersebut didampingi Putri Dalem yaitu GKR Condrokirono, GKR Hayu dan GKR Bendara serta Mantu Dalem KPH Yudanegara dan sang buah hati Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara. Hadiri pula sejumlah pimpinan Forkopimda, Kepala OPD di lingkungan Pemda DIY dan tamu undangan lainnya.

” Di momentum penuh makna ini, marilah kita panjatkan puji syukur sehingga kita dapat mangayubagyo pembukaan pameran Parama Iswari. Peristiwa budaya ini, pantas pula kita syukuri. Dengan harapan, dapat mengundang masyarakat turut menyelami berbagai pesan bermakna, di balik berbagai karya yang disajikan,” ujar Gubernur DIY Sri Sultan HB X.

Sri Sultan menyatakan, sesungguhnya dalam luhurnya nilai budaya Jawa, kaum perempuan telah dianugerahi penghormatan. Memang kadang tak kasat mata, namun kuat terasa. Selayaknya embun pagi yang menyejukkan bumi tanpa gegap gempita, peran perempuan terukir dalam halusnya narasi. Di sana, tak hanya kekuatan fisik yang diagungkan, melainkan pancaran kebijaksanaan, kecerdasan, dan kelembutan hati.

“Wayang purwa misalnya. Dalam batas-batas tertentu, wayang memberi banyak ajaran, tuntunan, dan tatanan nilai kultural. Entah melalui representasi jalan cerita, atau citra para tokoh. Termasuk pula, nilai dan citra tentang perempuan, yang membantu cara pandang khalayak, dalam memahami makna dari realitas perempuan,” tuturnya

Seperti halnya media komunikasi massa kontemporer, Sri Sultan menyebut wayang purwa pun memberikan gambaran serupa melalui berbagai lakon cerita, dan terutama melalui representasi tokoh-tokohnya semisal Drupadi, Sembadra dan Srikandi. Seperti nama Srikandi sering menjadi simbol julukan insan perempuan berprestasi di bidangnya.

“Oleh karenanya, saya mengingatkan kembali esensi kesetaraan perempuan dalam momentum ini. Selain mewariskan semangat juang, juga meningkatkan keluhuran kodrat dan martabat, serta kedudukan dan peranan perempuan Indonesia. Setiap kaum perempuan berhak memperoleh posisi dan promosi setara dengan kaum laki-laki, sesuai dengan prestasi dan kemampuannya,” tuturnya.

Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya, GKR Bendara mengungkapkan terimakasih kepada Kawedanan Kridhamardawa Kraton Yogyakarta yang menyajikan empat episode lakon wayang wong dari lakon Darmadewa Darmadewi selama empat hari berturut-turut. Wayang wong ebagai rangkaian pembukaan pameran temporer Parama Iswari yang berhasil mendapatkan antusiasme yang tinggi dari penonton dan bahkan rela mengantre sejak pukul 16.00 WIB sejak episode pertama hingga episode keempat ini.

Pertunjukan wayang wong Darmadewa Darmadewi episode keempat berjudul Krama dimulai sekitar pukul 19.30 WIB bercerita pernikahan antara Raden Samba dan Dewi Januwati sebagai titisan dari Darmadewa dan Darmadewi. Kisah diawali dengan Raja negara Trajutrisna bernama Prabu Bomantara beserta bala tentaranya berhasil membuat huru-hara di Kahyangan.

Untuk meredam angkara murka, para Dewa mengabulkan keinginan Prabu Bomantara, yaitu tiga bidadari sebagai syarat pernikahannya dengan Dewi Januwati. Betapa terkejutnya hati Prabu Bomantara, ketika mengetahui bahwa Dewi Januwati telah diboyong oleh Raden Samba.

Bertempat di Arga Tenunan, Raden Samba dan Dewi Januwati memantapkan langkah menuju jenjang pernikahan. Keberadaan mereka ternyata diketahui Prabu Bomantara sehingga terjadilah pertempuran sengit yang menyebabkan kematian Raden Samba.

Melihat Raden Samba gugur, Prabu Kresna menjadi marah. Dengan menggunakan senjata Cakra, akhirnya Prabu Bomantara berhasil tewas. Dewi Januwati merasa hancur hatinya, melihat kekasihnya telah tiada. Dewi Januwati berniat untuk bunuh diri menyusul kematian Raden Samba.

Kejadian tragis tersebut membuat Ki Lurah Semar marah dan segera menuju ke Kahyangan. Di hadapan Batara Guru, Ki Lurah Semar meminta agar semua yang mati dapat dihidupkan kembali. Prabu Kresna kemudian menghidupkan Raden Samba, sedangkan Prabu Bomantara berhasil hidup kembali atas kuasa Sang Hyang Antaboga.

Raga Prabu Bomantara yang semula berwujud raksasa, lalu diubah menjadi tampan dan diberi nama Raden Setija. Dewi Januwati merasa gembira karena kekasihnya yaitu Raden Samba telah hidup kembali. Kisah ini ditutup dengan pernikahan antara Raden Samba dan Dewi Januwati yang merupakan titisan dari Darmadewa dan Darmadewi.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *