Home / Daerah / ACT Alliance Assembly, Teguhkan Nilai Kemanusiaan dan Toleransi

ACT Alliance Assembly, Teguhkan Nilai Kemanusiaan dan Toleransi

Yogyakarta (29/10/2024) REDAKSI17.COM– Melalui ACT Alliance Assembly, menjadi cerminan upaya bersama untuk memperkuat keadilan dan solidaritas dalam kemanusiaan. Oleh sebab itu, nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi harus selalu diteguhkan.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat membacakan sambutan dalam acara Fourth General Session of Action BY Churches Together (ACT) Alliance. Acara ini diselenggarakan di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo pada Selasa (19/10) malam.

Sri Sultan menyampaikan, penyelenggaran ACT Alliance Assembly yang keempat ini terinspirasi dari filosofi angkringan. Praktik baik kerja sama lintas iman di Yogyakarta dan kemandirian gereja-gereja lokal di Indonesia, untuk melanjutkan layanan kemanusiaan dalam transisi kemerdekaan pascakolonial.

“Tentu ini menjadi suatu kehormatan bagi Yogyakarta, karena telah dipilih menjadi tuan rumah kegiatan ACT Alliance Assembly yang keempat, yang sekaligus menjadi penyelenggaraan perdana di Kawasan Asia Tenggara. Harapan saya, semoga suasana Yogyakarta kondusif bagi suksesnya pertemuan penting ini,” ungkap Sri Sultan.

Gereja sebagai duta wacana yang bermakna ‘utusan firman’, menyandang misi guna mewujudkan perdamaian, kemerdekaan, dan keadilan atas dasar kasih Tuhan. Sri Sultan menuturkan, setiap melakukan dialog antar agama, selain menyadarkan akan keberagaman keyakinan agama, juga dihayati sebagai momentum peneguhan tekad guna merekatkan semangat persatuan umat manusia.

“Secara umum, inti ajaran setiap agama, selalu mengandung nilai-nilai substansial, dengan corak yang universal. Tetapi dapat dimengerti, jika antar agama juga memiliki perbedaan-perbedaan dogmatis. Oleh karena itu, dialog keagamaan dalam negara, hendaknya diarahkan sebagai pengakuan arti pentingnya agama, dan kewajiban memeluk agama serta, menjalankan ritual keagamaan bagi setiap individu,” ucap Sri Sultan.

Dengan demikian suatu resiprokalitas keberagaman yang kaya akan tercipta. Sri Sultan mengatakan, bukan hanya akan tercipta hidup yang lebih rukun dengan kepekaan akan hak kewajiban individual dan sosial yang lebih tinggi. Tetapi dalam konteks keberagaman, kita juga akan sanggup melaksanakan rencana-rencana membangun dunia, dengan sesedikit mungkin distorsi, saling curiga, dan kesalahmengertian.

“Selamat Datang di Yogyakarta. Semoga, agenda mulia ini, tidak hanya memberi manfaat bagi gereja dan umat Kristen saja, tetapi juga bermanfaat bagi hubungan antar sesama dan seluruh umat manusia” kata Sri Sultan.

Sementara itu, Moderator ACT Alliance, Eryc Lysen mengatakan, Yogyakarta merupakan tempat yang Istimewa. Tempat yang kaya akan sejarah, budaya, dan kulinernya serta dipenuhi masyarakat yang sangat ramah dan bersahabat. Yang terpenting, menurut Eryc adalah Yogyakarta menjadi pusat budaya, kebebasan akademis, dan kerja sama antaragama dan antarumat beragama yang diakui memiliki hubungan yang sangat baik.

“Atas nama ACT Alliance, saya berharap dapat mendengar nasihat dan kebijaksanaan bersama orang-orang baik di Indonesia. Terima kasih sekali lagi telah menyambut kami, dan kami berharap dapat menikmati sajian sejarah, budaya, dan kuliner terbaik di Yogyakarta,” tutur Eryc.

Eryc menambahkan, bahwa kegiatan ini dilaksanakan di Indonesia (Yogyakarta) karena disini menjadi salah satu koalisi gereja dan organisasi Protestan dan Ortodoks terbesar di dunia. Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 150 organisasi anggota dari 120 negara lebih, dan 40 lebih pemimpin muda. “Semuanya bersemangat untuk berkumpul bersama untuk merayakan, bukan hanya hal-hal yang menyatukan kita, tetapi juga hal-hal yang membuat kita beragam,” imbuhnya.

The ACT General Assembly tahun ini mengangkat tema ‘Hope in Action – Together for Justice’. Eryc mengatakan kegiatan ini menjadi wadah untuk berdialog bersama seluruh anggota dan beberapa mitra, seputar isu-isu penting yang tengah dihadapi dunia saat ini. Misalnya, isu seperti munculnya fundamentalisme dan polarisasi di berbagai belahan dunia.

“Selain itu, juga terkait tantangan yang semakin kompleks, seperti isu kemanusiaan dan perubahan iklim, serta keadilan gender. Sangat dibutuhkan peran dari generasi muda kita dalam mewujudkan aspirasi kita di masa kini dan masa depan, dan peran agama sebagai pendorong penting dalam menginspirasi harapan dalam menjadi peran penting dalam sistem multilateral,” ungkap Eryc.

Eryc meyakini, bahwa nantinya akan belajar banyak dari pengalaman dan sejarah Yogyakarta dan Indonesia secara keseluruhan. Khususnya mengenai pengetahuan Yogyakarta tentang manajemen dan kesiapsiagaan bencana, pembangunan yang inklusif bagi penyandang disabilitas, pengembangan masyarakat, dan kerja sama antaragama. “Dan kami ingin membawa pembelajaran yang telah kami dapatkan di Yogyakarta ke seluruh dunia,” pungkasnya.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *