“Pertanyaannya ada apa dengan KPK? Kenapa mesti terburu-buru, tidaklah melalui proses dengan alasan yang kuat,” kata Sahroni pada NasDem Tower, Jakarta Pusat.
Sahroni menilai SYL sejatinya sudah bersedia menghadiri pemeriksaan KPK terkait kasus dugaan korupsi di dalam Kementerian Pertanian pada Jumat (13/10) besok.
Dia berpandangan, jika SYL bukan hadir besok, baru penyidik KPK diperbolehkan melakukan penjemputan paksa.
“Kalau yang tersebut bersangkutan tidaklah hadir, maka penjemputan paksa itu diwajibkan,” jelas Sahroni.
“Tapi ini kan nggak, ini berlaku pada malam hari ini dijemput paksa,” imbuhnya.
Menurut Sahroni, ada mekanisme hukum acara pidana yang digunakan tidak ada dijalani KPK dalam proses penjemputan paksa SYL.
“Mekanisme hukum acara belum dilalui,” ucapnya.
Dijemput Paksa
Seperti diketahui, SYL dijemput paksa lalu dibawa langsung ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Dia tiba sekitar pukul 19.18 WIB, Kamis (12/10). Ketika tiba di area KPK, SYL terlihat mengenakan kemeja berwarna putih dengan jaket juga celana hitam.
SYL juga mengenakan topi serta masker berwarna putih. Kedua tangannya terlihat terborgol.
SYL sebelumnya telah terjadi resmi berstatus tersangka bersama Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, kemudian Direktur Alat juga Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Ketiganya diduga melakukan korupsi dalam bentuk pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk mengambil bagian serta dalam pengadaan barang serta jasa disertai penerimaan gratifikasi.
SYL selaku menteri saat itu, memerintahkan Hatta juga Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau dirupiahkan Rp62,8 jt sampai Rp157,1 jt (Rp15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I kemudian eselon II pada Kementan.
Uang itu berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang tersebut di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi yang tersebut menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.