Home / Daerah / BERKREATIF, Ikon Baru Kendaraan Wisata Ramah Lingkungan

BERKREATIF, Ikon Baru Kendaraan Wisata Ramah Lingkungan

Yogyakarta (09/12/2024) REDAKSI17.COM– Becak kayuh, kendaraan ramah lingkungan yang menjadi salah satu ikon wisata DIY, keberadaannya mulai tergerus, karena persaingan. Mempertahankan keberadaannya, Pemda DIY meluncurkan Becak Kayuh Tenaga Alternatif (BERKREATIF) listrik, yang sekaligus menjadi pendukung transportasi ramah lingkungan, pendukung keistimewaan DIY.

Optimalisasi transportasi ramah lingkungan khususnya di kawasan Malioboro pun telah diupayakan sejak tahun 2022 melalui pengadaan becak kayuh tenaga alternatif listrik ini. Selain demi menjaga eksistensi kendaraan tradisional becak kayuh, pengadaan BERKREATIF juga guna mendukung program penataan kawasan Malioboro (program no emission zone) yang menjadi bagian dari Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO.

Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia oleh UNESCO, maka terdapat konsekuensi untuk menjaga kebersihan lingkungan dari polusi udara khususnya di kawasan Sumbu Filosofi ini. Program no emission zone di kawasan Sumbu Filosofi adalah salah satu upaya dalam rangka menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan dari polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.

Paniradya Pati Kaistimewan, Aris Eko Nugroho mengatakan, beberapa angkutan di DIY tidak sesuai regulasi dan juga menimbulkan polusi. Maka, becak kayuh tenaga alternatif listrik ini adalah alternatif mewujudkan low emission zone. Becak tenaga alternatif ini diharapkan juga menjadi cara Pemda DIY untuk mengurangi lajunya emisi yang ada di Yogyakarta.

“Tahun 2022 dilakukan dulu berkaitan dengan prototype becak alternatif ini. Tahun 2023 sudah mulai ada proses pengadaan becak kayuh tenaga alternatifnya, kurang lebih totalnya ada sekitar 50. Anggaran satu becaknya kurang lebih sekitar Rp50-an juta. Kemudian di tahun 2024 ini, harusnya kita punya target 50 juga. Tetapi ternyata karena dari pengalaman di tahun pertama proses 50 itu ada yang perlu diperbaiki, maka ada pengurangan unit yang tadinya 50 menjadi 40 unit. Dengan 40 unit ini harapannya bisa lebih sempurna lagi,” jelas Aris pada Rabu (04/12) di Kantor Paniradya Kaistimewan, Yogyakarta.

Disebutkan Aris, rencananya pada tahun 2025 mendatang akan ada pengadaan sekitar 50 becak kayuh tenaga alternatif kembali. Namun tentu setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat.

“Anggaran untuk pengadaan becak kayuh tenaga alternatif itu kurang lebih 2,2 miliar per tahun 2023. Tahun 2024 pun juga dengan angka yang hampir sama, dan 2025 juga masih diusulkan dengan angka yang hampir sama. Cuma unit becak kayuh tenaga alternatifnya itu tahun pertama (2023) itu 50 unit, tahun kedua (2024) 40 unit, dan tahun yang ketiga (2025) itu 50 unit lagi,” ujar Aris.

Keberadaan becak kayuh dengan tenaga alternatif listrik ini diharapkan bisa menggantikan becak motor. Seperti diketahui, becak motor tidak sesuai dengan regulasi, dan tentunya menimbulkan polusi. Mengingat, becak seharusnya adalah kendaraan yang ramah lingkungan. Nantinya, diharapkan, becak yang beroperasi di kawasan Malioboro, hanya becak yang benar-benar ramah lingkungan.

Terkait banyaknya pertanyaan atas penggunaan Dana Keistimewaan yang dipakai untuk menangani emisi, Aris menjelaskan, bahwa hal itu sudah sesuai. Dana Keistimewaan memang diperuntukan untuk merawat keistimewaan DIY, berkaitan dengan Hamemayu Hayuning Bawana. Sumbu Filosofi ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya dunia, sehingga sudah menjadi komitmen untuk DIY merawat hal tersebut. Pemerintah dan masyarakat wajib bersama-sama merawat dan mewujudkan pengurangan emisi, terutama sumbu filosofi.

“Dana Keistimewaan memang kita optimalkan penggunaanya. Kita coba dulu di dua sarana moda transportasi yakni becak kayuh tenaga alternatif dan bus listrik itu. Karena dua sarana moda transportasi itu kami lihat banyak yang berada di pedestrian Malioboro,” kata Aris.

Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan DIY, Wulan Sapto Nugroho mengatakan, Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Moda Transportasi Tradisional Becak dan Andong disusun dalam rangka untuk melindungi dan menjaga eksistensi moda transportasi tradisional, khususnya becak kayuh. Oleh karena itu, becak listrik ini tidak murni becak dipasang motor listrik, tetapi becak dengan memberikan tenaga listrik untuk memperingan kayuhan. Secara prinsip, tetap dikayuh, tapi dibantu dengan tenaga listrik.

Lokasi pengisian daya BERKREATIF ini pun bisa dari mana saja, bahkan dari rumah. Namun, untuk mendukung ekosistem becak tersebut di kawasan Malioboro, Sapto menyebut, dibangun charging station yang berada di tempat khusus parkir Ketandan di jalan Ketandan Wetan, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, bersumber dari anggaran dana keistimewaan. SPKL ini juga bisa diakses secara gratis. Pengecasan juga memakan waktu tidak lama, sekitar 2 sampai 3 jam.

“Kalau rute becak ini seperti biasa, dari Malioboro bisa ke mana saja. Tetapi memang harapan kami sebenarnya itu untuk men-support di kawasan Malioboro. Kita imbau kepada pengemudi becak yang membawa becak listrik ini untuk bisa mereka menjadi guide juga, yang bisa menjelaskan tentang Sumbu Filosofi,” kata Sapto di Kantor Dishub DIY, Jumat (06/12).

Mengenai tarif, Sapto menyebut, tidak ada ketentuan. Pihaknya menyerahkan hal tersebut sepenuhnya kepada mekanisme pasar mereka. “Setahu saya mereka itu berdasarkan jarak. Biasanya tujuannya ke mana, itu mereka akan memberikan tarif sesuai jaraknya,” ungkap Sapto.

Sapto berharap, para tukang becak ini bisa naik kelas dengan adanya BERKREATIF. Dalam artian, dari sistem operasi, dari sistem pelayanan, kemudian kenyamanan kepada penumpang menjadi aspek yang diperhatikan.

Sejauh ini Sapto pun menyebut, ada pendampingan pula dari Dinas Koperasi dan UKM DIY, terkait dengan koperasi dari paguyuban. Pun, ada pula evaluasi dan laporan terkait operasional becak listrik ini. Koperasi ini penting untuk mewadahi mereka agar lebih mandiri.

“Harapan kami, dari koperasi ataupun komunitas ini dia nanti memiliki semacam unit usaha, misalnya bengkel, kemudian misalnya dia jualan sparepart yang itu juga akan digunakan oleh pengemudi-pengemudi becak, sehingga tidak perlu keluar mungkin mereka bisa mencicil kalau mau membeli ban atau membeli apa, seperti itu,” papar Sapto.

Fajar Kurniawan, Ketua Forum Pemerhati Kendaraan Tradisional Yogyakarta mengatakan, 50 becak listrik yang dihibahkan dari Pemda DIY kepada komunitas, distribusikan ke tiga komunitas. Pertama pada komunitas koperasi becak motor, kedua koperasi becak kayuh, dan ketiga komunitas becak yang akan membackup becak motor dan becak kayuh.

“Terkait pendistribusian, kami memberikan becak itu sifatnya pinjaman. Jadi kami pinjamkan kepada komunitas dan mereka melakukan tanda tangan kepada kami selaku forum. Itu bukan hibah tapi memang kita pinjamkan, sehingga konsekuensinya ketika yang bersangkutan itu tidak lagi menarik becak, berhalangan untuk jalan, becak itu akan digeser kepada teman yang lain. Dan itu tidak sifatnya kepemilikan pribadi tapi kita sifatnya meminjamkan,” ujar Fajar saat ditemui di DPRD Kota Yogyakarta, Senin (09/12).

Saat ini, Awan menuturkan, karena sifatnya masih pilot project dan uji coba, pihaknya belum ada membicarakan terkait dengan pengenaan biaya sewa becak ini. Dalam masa uji coba yang tengah berjalan, pihaknya pun melakukan evaluasi kepada tiga hal. Pertama, terkait dengan kondisi mesin atau fisik becak. Kedua, terkait pendapatan para sopir becak kayuh bertenaga alternatif ini apakah memiliki dampak atau tidak, dan evaluasi terakhir terkait dengan rute dan sebagainya.

“Kalau yang saat ini berjalan, ini kan sifatnya pilot project. Artinya kita tidak merubah habit mereka dan kita juga tidak akan banyak ikut campur. Kalau dari sisi rute, dari sisi harga, dari sisi mobilitas mereka itu masih sama. Yang penting komitmen kita ketika kita berikan becak, satu becak listrik, itu mereka juga berusaha untuk mengurangi satu becak motor. Karena target kita adalah pencemaran di Malioboro itu berkurang dengan adanya becak listrik,” terang Awan.

Awan mengatakan, ketika BERKREATIF ini digulirkan, baik komunitas becak kayuh maupun becak motor keduanya merasa terbantu. Hal ini lantaran, tidak semua sopir becak motor ataupun kayuh memiliki becaknya sendiri. “Karena mereka tidak sedikit yang itu sewa. Tidak sedikit yang sewa. Nah kalau ini, kita sistemnya becak listrik ini kan belum ada mekanisme sewa, jadi buat mereka mungkin itu bisa membantu meskipun nanti ke depannya ini akan kita atur sistemnya, tapi sejauh ini belum ada mekanisme,” imbuh Awan.

Salah satu pengemudi becak listrik, Sutrisno yang berasal dari Tepus, Gunungkidul mengaku sangat terbantu sejak beralih menggunakan becak listrik ini. Sebelumnya, ia menggunakan becak kayuh sehingga setiap kali jalan menanjak harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengayuh. Tarif yang dikenakannya pun sama dengan becak kayuh sekitar Rp20 ribu hingga 30 ribu untuk rute di kawasan seputaran Tugu hingga drop Malioboro.

“Saya merasa sangat nyaman menggunakan becak listrik, karena tadinya keluar keringat sekarang tidak untuk mengayuh. Daya baterainya pun hemat untuk sekali isi bisa untuk dua hari. Selain itu, penghasilan juga lumayan bisa naik sedikit,” ujar Sutrisno yang sering mangkal di Jalan Margo Utomo tersebut.

Senada, pengemudi becak listrik lainnya asal Lendah, Kulon Progo, Ngatijo yang sudah 26 tahun menggunakan becak kayuh ini menyampaikan lebih enak dan bagus menggunakan becak listrik daripada becak kayuh karena bisa untuk rute jauh dan menanjak. Ia pun berani melayani rute-rute jauh hingga Kotagede, Kaliurang, dan lainnya, selain rute kawasan Malioboro.

“Saya coba kekuatan becak listrik ini, bisa naik sampai Kaliurang dan Kulon Progo. Pokoknya energinya sudah mumpuni. Baterai penuh bisa awet untuk lima hari. Dari segi pendapatan juga sedikit naik dari pada sebelumnya,” imbuh Ngatijo yang biasanya ngetime di Pasar Beringharjo.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *