Jakarta,REDAKSI17.COM – Perang Israel vs Hamas menimbulkan kegelisahan dunia akan dampak besarnya terhadap ekonomi. Kendati demikian, dampak perekonomian perang yang mana diperkirakan tambahan banyak kecil dibandingkan perang Rusia-Ukraina.
Dunia dikejutkan oleh perang yang dimaksud dimaksud meletus antara Palestina kemudian Hamas pekan lalu. Eskalasi konflik antara Kelompok Militan Islam Palestina yakni Hamas dengan Israel kian meningkat dalam Jalur Gaza. Serangan balasan dari kedua kubu itu terus berjalan sampai pada Minggu (8/10/2023) pasca pertama kali Hamas melakukan serangannya kepada Israel, Sabtu (7/10/2023).
Sejak perang berkecamuk pada Sabtu (7/10/2023), jumlah total keseluruhan korban yang tewas terus meningkat. Menurut hitungan resmi, setidaknya 1.300 orang sudah terjadi tewas dalam Israel sejak permusuhan itu kemudian 3.300 lainnya terluka. Berdasarkan data resmi, total 1.568 orang tewas pada Jalur Gaza serta Tepi Barat pada periode yang digunakan digunakan sama.
Perang juga menimbulkan kepanikan atau jittery dalam area pasar keuangan global. Pasar saham rontok pada Senin pekan ini. Harga komoditas juga beterbangan menyusul terjadinya perang.
Harga saham jatuh berjamaah pada tempat bursa global, termasuk Wall Street juga Indonesia. Sejumlah komoditas juga langsung terbang, terutama minyak mentah. Harga minyak brent kemudian juga WTI pada Senin (9/10/2023) terbang sekitar 4%.
Merujuk pada Refinitiv, biaya komoditas dengan peningkatan terbesar adalah gas alam Eropa yakni melonjak 41,2% sepekan disusul dengan minyak brent yakni 7,46%.
Harga batu bara naik 6,46% sepekan, emas melesat 5,42% sementara tarif jual minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melesat 3,85%.
Kenaikan nilai komoditas ini memang terbilang sangat signifikan. Namun, jika dibandingkan dengan kenaikan saat perang Rusia-Ukraina maka angkanya masih lebih besar besar kecil.
Perang Rusia vs Ukraina meletus pada 24 Februari 2022, biaya minyak brent terbang 16%, minyak WTI melambung 20%, tarif jual CPO melesat 13,04%, nilai tukar batu bara menanjak 28,8% sementara harga jual jual gas alam Eropa mengangkasa 86,24%.
Kenaikan nilai komoditas bukan berhenti dalam dalam sana. Harga komoditas terus mencetak rekor pada Maret 2022 atau semata-mata sekadar kurang dari 15 hari setelah perang Rusia-Ukraina meletus.
Sejumlah komoditas bahkan mencatat rekor tertingginya pada awal Maret 2022. Harga nikel menembus US$ 27.000/ton pada 4 Maret 2022 kemudian melewati level tertinggi pada Februari 2011.
Pada 3 Maret 2022, biaya jual batu bara di tempat tempat pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup pada area level US$ 446/ton. Ini menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Sementara itu, tarif emas pada 8 Maret 2022 sempat melesat ke US$ 2.069,89/troy ons, mendekati rekor tertinggi dalam level US$ 2.072,49, yang mana yang disebut dicapai pada 7 Agustus 2020 lalu.
Pada 3 Maret 2022, biaya jual minyak sawit (CPO) ditutup dalam MYR 6.808/ton, yang digunakan mana menjadi level penutupan tertinggi sejak 1980. Pada 7 Mare 2022, minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus US$ 140/barel, tepatnya US$ 139,13/barel. Level itu merupakan yang digunakan dimaksud tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008.
Beda Rusia, Israel, Palestina, lalu Ukraina
Posisi Rusia, Ukraina, Palestina, serta Ukraina dalam percaturan pasar komoditas global menjadi pembeda dampak perang Israel vs Hamas kemudian perang Rusia-Ukraina.
Baik Israel dan juga juga Palestina bukan mempunyai barang komoditas hulu yang digunakan berkontribusi penting terhadap dunia. Tetapi, kedua negara ini miliki dukungan dari negara pemasok energi penting dunia, khususnya minyak lalu juga gas.
Amerika Serikat (AS) yang yang disebut memperkuat Israel merupakan produsen minyak lalu gas terbesar dunia. Sedangkan, Iran yang dimaksud dimaksud menyokong Hamas juga berperan penting terhadap kontribusi energi global.
Masalah ini dapat mengancam pasar keuangan tambahan luas, sebab konflik yang tersebut digunakan berada pada Timur Tengah ini merupakan wilayah penting untuk sumber energi, khususnya minyak dan juga juga gas. Dan lagi, negara pendukungnya juga berkontribusi besar untuk energi dunia.
Hal ini berbeda dengan Rusia kemudian Ukraina. Rusia adalah lima besar produsen dunia untuk gas, minyak mentah, batu bara, baja, pupuk, hingga nikel.
Eropa menggantungkan sekitar 45% pasokan energinya ke Rusia, Untuk pangan, Rusia adalah produsen utama pupuk dunia serta minyak nabati. Ukraina juga menyumbang 30% terhadap pasokan minyak bijih matahari.
Rusia juga Ukraina memasok 28% dari total pasar ekspor gandum dunia. Konflik dalam negara yang mana jelas menyebabkan banyak negara pengimpor seperti Indonesia harus mencari pemasok lain selama kedua negara berkonflik.
Dengan posisi yang digunakan dimaksud strategis itu pula, perang Rusia-Ukraina dampaknya sangat terasa kepada penduduk dunia. Inflasi pada tempat banyak negara menembus rekor tertinggi dalam sejarah atau puluhan tahun.
Inflasi AS menembus 9,1% (year on year/yoy) pada Juni 2022 yang yang menjadi rekor tertinggi salaam 40 tahun. Rekor inflasi dalam tambahan dari 40 tahun juga dicatat Jerman kemudian Inggris.
Indonesia juga harus menanggung derita pahit. Harga minyak goreng lalu gandum melejit. Pemerintah juga harus mengerek nilai jual BBM subsidi pada September 2022 hingga menciptakan inflasi terbang 5,95% (yoy) pada September 2023. Inflasi yang tersebut disebut adalah yang dimaksud digunakan tertinggi sejak Oktober 2015 (6,25%).
Lonjakan inflasi ini memaksa bank sentral pada hampir seluruh dunia mengerek suku bunga dengan sangat kenaikan sangat besar. Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sudah menaikkan suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 serta Bank Indonesia menaikkan suku bunga sebesar 225 bps.
Suku bunga Argentina bahkan melesat hingga menjadi 118% pada Kamis pekan lalu (5/10/2023). Artinya suku bunga sudah naik hingga 78% atau 7800 bps sejak 2022 hingag sekarang ini.
Bank sentral Turki menaikkan suku bunga utamanya sebesar 500 bps menjadi 30% pada Kamis (21/9/2023), seiring dengan upaya Ankara melawan inflasi dua digit. Padahal suku bunga Turki pada awal 2023 masih pada bawah 10%.
Dampak perang Israel vs Hamas memang masih terbilang kecil dibandingkan dengan perang Rusia-Ukraina. Namun, jika perang meluas kemudian lama bukan bukan mungkin dampaknya akan sangat besar kepada dunia bidang usaha dunia, termasuk Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH