Home / Wisata dan Kuliner / Adrem, Kuliner Unik Khas Bantul Yang Bikin Penasaran

Adrem, Kuliner Unik Khas Bantul Yang Bikin Penasaran

Bantul (29/12/2024) REDAKSI17.COM – Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan RI, Adrem menjadi salah satu makanan tradisional yang bikin penasaran dan kerap dicari masyarakat lantaran bentuknya yang unik. Makanan jadul asli Bantul ini berbahan dasar tepung beras dan gula jawa yang berbentuk menyerupai kuncup bunga sebelum mekar dengan citarasa manis dan sedikit gurih.

Dahulu adrem dapat dijumpai pada waktu panen padi tiba dengan cara menukar hasil panenan (gabah) dengan makanan ini. Biasanya penjual adrem akan berkeliling dari sawah ke sawah untuk menjajakan dagangannya. Dengan perpaduan dua bahan baku utama tepung beras dan kelapa yang kala itu diperoleh dari sawah dan kebun sendiri, kue ini menjadi salah satu simbol penghormatan kepada Dewi Sri atau Dewi kesuburan, serta wujud rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh.

Selain itu, Adrem juga memiliki filosofi yang melekat, yaitu sebagai sebuah simbol pengampunan dan pengayoman agar hidup yang dijalani lebih adhem atau anyep. Simbol pengharapan akan ketenangan hidup di dunia maupun kehidupan setelah kematian.

Di Bantul, pembuatan makanan tradisional ini salah satunya terpusat di Padukuhan Piring II, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden. Di Padukuhan ini berkumpul beberapa pembuat Adrem, salah satunya Adrem Mbak Dewi.

“Adrem adalah makanan tradisional sejak dari nenek kita dulu sampai sekarang alhamdulillah melegenda lagi, yang bisa dikonsumsi, dinikmati oleh anak-anak, para anak muda, orang tua, pokoknya semua kalangan bisa menikmati,” tutur pembuat Adrem, Adha Dewi Prihantini atau Dewi saat ditemui di rumah produksinya, Kamis (05/12) lalu.

Dewi mengungkapkan, usaha kuliner tradisional adrem yang digelutinya ini berawal dari pelatihan UMKM yang diadakan oleh pemerintah desa setempat beberapa tahun silam. Berbekal pengalaman pelatihan tersebut, ia kemudian menekuni pembuatan adrem ini sejak 2015 yang terus berkembang hingga saat ini menginjak tahun ke-9.

“Awalnya ada 20 orang yang memproduksi adrem, tapi sampai saat ini yang bertahan tinggal 4 saja. Untuk pembuatannya, prosesnya selama ini Alhamdulillah tidak ada kesulitan. Ketika pandemi kemarin aja itu sempat terhambat di pemasarannya. Tapi produksinya bisa dan sekarang bisa bertahan kembali,” tandas Dewi.

Dikatakan Dewi, kuliner adrem ini dapat disajikan sebagai snack, antaran hajatan, maupun oleh-oleh. Rasa kue ini mirip seperti kue cucur dengan perbedaan pada bentuk dan salah satu bahan pembuatannya. Selain menggunakan tepung beras, terigu, gula jawa, gula pasir, air, dan garam, pembuatan adrem juga menggunakan parutan kelapa dicampur dalam adonan kemudian digoreng dalam minyak panas. Tunggu adonan naik ke permukaan lalu ditekan menggunakan sudip, kemudian dibalik, lalu dijepit menggunakan sumpit yang berjumlah 3 tangkai.

“Adrem itu sejenis kue cucur, tapi yang bentuknya unik, yang dicari oleh orang. Rasanya sebenarnya sama juga dengan kue cucur cuma bentuknya aja yang unik sehingga banyak yang penasaran. Orang yang nyari itu dari keunikan bentuknya itu,” papar Dewi.

Bersama 6 orang pegawainya yang juga merupakan warga dusun setempat, Dewi mulai memproduksi adrem sejak pukul 07.00 – 16.00 WIB setiap harinya. Adrem dapat bertahan selama satu minggu di dalam kemasan mika yang dibiarkan di luar ruangan. Apabila ingin dikonsumsi dalam kondisi hangat, kuliner tradisional tersebut dapat dikukus.

“Kalau untuk produksi itu hari biasa sekitar 20-30 kiloan. Jika hari libur terus kayak Lebaran itu nanti bisa produksi lebih dari 50 kg ke atas. Penjualan kami distribusikan ke pasar-pasar tradisional, terus biasanya kalau piknik ke pantai itu mereka (masyarakat/wisatawan) pada mampir ke sini,” imbuhnya.

Dewi menyampaikan, harga yang dibandrol untuk adrem produksinya pun berbeda-beda sesuai kemasannya. Kemasan paling kecil, yakni kemasan mika, berisi 6 buah adrem seharga Rp7.000 per kemasannya. Terkait omzet, apabila penjualan adrem sehari dapat mencapai sebanyak 30 kg adonan, maka pihaknya dapat mengantongi omzet sekitar Rp2 juta-an.

“Alhamdulillah ini sudah bisa membantu mengurangi pengangguran gitu. Ibu-ibu kan mau ngapain sih kalau udah punya anak. Semoga saja nanti ke depannya adrem ini lebih laris lagi dan dapat lebih meluas lagi,” harap Dewi.

Sebagai pembeda sekaligus inovasi guna memperluas pasar, Dewi juga memproduksi adrem dengan beberapa varian rasa lain selain gula jawa, seperti rasa stroberi, durian, dan melon. Pihaknya pun menerima pengiriman dengan minimal pembelian 10 kemasan mika.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *