Yogyakarta, Sabtu (15/03/2025) REDAKSI17.COM – Guna mengatasi kemungkinan penumpukan arus lalu lintas pasca penutupan Plengkung Nirbaya, Dinas Perhubungan DIY akan melakukan penyesuaian. Penyesuaian ini dilakuakn khususnya pada Simpang 4 Gading, di Simpang 3 Mantrigawen Lor dan Simpang 4 Taman Sari.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, Rizki Budi Utomo mengatakan, penutupan total Plengkung Nirbaya secara total ini dilakukan untuk mendukung konservasi dan penyelamatan struktur. Penyesuaian yang dilakukan adalah perubahan fase lampu lalu lintas Simpang Gading yang semula 4 fase diubah menjadi 3 fase dan mematikan lampu lalu lintas di lengan utara, dan telah dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta. Hal ini berdampak positif di simpang ini karena waktu siklus total menjadi lebih pendek.
Untuk arus lalu lintas yang akan masuk kawasan Njeron Beteng, kendaraan dari kawasan timur masih dapat mengakses pintu timur, melewati Pojok Beteng Wetan, kemudian ke utara, dan melewati Simpang Mantrigawen Lor. Untuk akses dari barat, melalui Jokteng Kulon, ke utara, bertemu Simpang Taman Sari.
Dishub DIY dan Dishub Kota Yogyakarta juga telah melakukan pembahasan mengenai titik-titik rawan, khususnya pada Simpang Taman Sari dan Simpang Matrigawen Lor.
“Dampak yang lain adalah Simpang 3 Mantrigawen Lor, atau Simpang THR di sisi timur dan Simpang 4 Taman Sari di sisi barat. Artinya, itu ada pengaruh langsung di Simpang Taman Sari yang menggunakan lampu lalu lintas, sehingga akan ada penyesuaian waktu siklus di Simpang 4Taman Sari,” kata Rizki pada Sabtu (15/03) pada saat penutupan Plengkung Nirbaya, Jl. Gading, Yogyakarta.
Khusus pada Simpang 3 Mantrigawen Lor menurut Rizki, akan menjadi titik yang paling krusial karena simpang ini belum memiliki lampu lalu lintas, serta kondisi lengan Jalan Mantrigawen Lor yang memiliki geometri jalan yang lebih sempit, sehingga diperlukan penjagaan personil petugas khususnya pada jam-jam puncak arus lalu lintas.
“Pada Simpang 4 Taman Sari, telah dilakukan optimalisasi waktu siklus lampu lalu lintas, serta upaya-upaya pengawasan dan pengaturan arus oleh personil Dinas Perhubungan DIY dan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta. Masih terdapatnya akses jalan “butulan” juga menjadi salah satu hambatan karena masih terdapat kendaraan yang “crossing” pada titik ini,” jelasnya.
“Personil gabungan dari Perhubungan DIY, Perhubungan Kota Yogyakarta, Polda DIY dan Polresta Kota Yogyakarta, juga akan disiagakan di Simpang 4 Taman Sari untuk membackup situasi lalu lintas, terutama menjelang jam sibuk,” tambah Rizki.
“Kami bersama Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta juga akan mengevaluasi jalan-jalan khusus di dalam Njeron Beteng, yang kemungkinan bisa dievaluasi akan menjadi Sistem Satu Arah (SSA) khusus mobil seperti pada Jalan Wijilan,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan, penutupan total Plengkung Nirbaya untuk keperluan mitigasi dan recovery dilakukan karena hasil kajian mendalam sejak 2015, bukan karena penilaian singkat. Akumulasi kerentanan menyebabkan hal yang lebih mengkhawatirkan terhadap Plengkung Nirbaya, mengingat selama ini, recovery yang bersifat parsial dan tidak menyeluruh.
“Keputusan penutupan Plengkung Nirbaya bukanlah penilaian cepat sesaat. Pengamatan sudah dilakukan lebih dari 10 tahun. Kerentanan itu tidak berkurang, malah bertambah,” ungkap Dian.
Hasil evaluasi uji coba rekayasa lalu lintas Sistem Satu Arah yang telah dilakukan, makin menguatkan bahwa perlu adanya tindakan lanjutan. Dian menyebut, pihaknya kesulitan untuk melakukan mitigasi dan recovery menyeluruh, selama ada aktivitas di area Plengkung Nirbaya.
“Karena inilah, kita harus ada kebijakan ekstrem, harus ditutup total untuk kepentingan mitigasi dan recovery. Selama proses itu, tidak boleh ada aktivitas. Artinya kita tutup tidak hanya dengan water barrier, tapi tutup total sesuai standar pembangunan K3. Tidak boleh dimasuki siapapun kecuali pekerja,” tuturnya.
Penutupan diperlukan untuk memberikan ruang dan waktu bagi tim untuk melakukan pemetaan kondisi dan potensi kerusakan Plengkung Nirbaya. Penutupan ini bukanlah langkah yang diambil tanpa pertimbangan, melainkan sebagai upaya untuk melindungi warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad.
“Kami butuh waktu untuk total dicek, tidak separuh-separuh. Jika ini masih jalan terus, kami tidak bisa mendapatkan data potensi dampak,” tegas Dian.
Plengkung Nirbaya merupakan satu-satunya plengkung dengan dimensi paling besar dan struktur ruang paling kompleks. Aktivitas di area tersebut juga sangat tinggi, yang berkontribusi pada penurunan kondisi bangunan. Upaya perbaikan yang dilakukan selama ini hanya bersifat parsial, dan tidak memberikan dampak yang signifikan.
Tingginya aktivitas di area ini tentu mengancam keberlangsungan cagar budaya yang sangat berharga ini. Dahulu, masyarakat bahkan bisa naik ke atas Plengkung Nirbaya, beraktivitas di atasnya, dan bahkan melakukan tindakan yang amoral. Hal ini selain memberikan kerentanan terhadap bangunan, juga menodai nilai luhur bangunan bersejarah ini.
Hasil dari mitigasi dan recovery akan dievaluasi secara berkala setiap tahapnya. Ia menekankan pentingnya mitigasi dan pengawasan terhadap aktivitas di sekitar Plengkung untuk memastikan keselamatan struktur bangunan.
Menanggapi kritikan dari masyarakat yang merasa terbatasi oleh penutupan ini, Dian mengingatkan akan pentingnya menjaga warisan budaya. Ia berharap masyarakat dapat berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya yang ada. Selain itu, ia juga berharap masyarakat dapat memahami bahwa penutupan ini adalah langkah penting untuk menjaga identitas dan warisan budaya Yogyakarta.
“Kita perlu merendahkan ego demi menghargai warisan. Jika simbolnya hilang, akan semakin parah. Betul bahwa ada yang jalannya harus memutar. Tapi kan bukan tanpa solusi. Ayo sama-sama kita tumbuhkan rasa memiliki. Ketika penanda utama ini mengalami kerusakan, kita harus rela memberikan waktu untuk pemulihan,” tutup Dian.
Humas Pemda DIY