Yogyakarta (23/05/2025) REDAKSI17.COM – Taman Budaya Embung Giwangan hadir sebagai contoh nyata dari integrasi. Embung berfungsi sebagai konservator air dan pengendali banjir, sementara taman budaya menyediakan ruang interaksi dan ekspresi warga.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meresmikan Taman Budaya Embung Giwangan (TBEG) pada Jumat (23/05) di kawasan Embung Giwangan, Yogyakarta. Peresmian ini menandai hadirnya ruang publik baru yang menggabungkan fungsi ekologis dan kultural di kawasan selatan kota.
Sri Sultan menekankan, kota modern harus dibangun secara holistik. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara ekologis dan budaya.
“Kita tidak bisa berbicara tentang masa depan tanpa merawat alam, dan tidak bisa merawat nilai hidup tanpa menghidupkan budaya. Keduanya saling menguatkan, dan keduanya harus hadir dalam ruang hidup kita sehari-hari,” ungkap Sri Sultan.
Sri Sultan menyebut, TBEG dirancang untuk menjadi simpul baru aktivitas warga. Selain itu ditukukan untuk menyatukan pelestarian seni dan tradisi dengan kegiatan rekreatif.
“Di satu sisi menyimpan air, di sisi lain mengalirkan gagasan,” imbuh Sri Sultan.
Momentum aktivasi Taman Budaya Embung Giwangan ini adalah awal dari kolaborasi yang lebih luas. Untuk itu Sri Sultan mengajak semua elemen yang ada untuk menghidupkan TBEG ini, dengan semangat gotong royong, semangat kesenian, dan semangat menjaga bumi. Butuh keterlibatan semua pihak, agar Taman Budaya Embung Giwangan dapat bermakna, berkelanjutan, dan membawa kebaikan bagi semua.
“Mari realisasikan komitmen, agar taman budaya ini tidak hanya menjadi titik kunjungan, tetapi menjadi titik pergerakan. Sebuah ruang yang terus dihidupi oleh aktivitas, partisipasi warga, kreativitas anak-anak muda, dan semangat untuk merawat lingkungan bersama-sama,” tutup Sri Sultan.
Semetara itu, dalam laporannya, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyebut, TBEG merupakan kawasan seluas 3,49 hektar yang dikembangkan secara bertahap sejak 2019. Pembangunannya mendapatkan dukungan Dana Keistimewaan, Dana Alokasi Khusus dari pemerintah pusat, dan APBD Kota Yogyakarta. Kawasan ini dikelola oleh UPT Pengelolaan Taman Budaya, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta dengan pola BLUD.
Arsitektur TBEG mengusung gaya Indisch klasik yang memperkuat karakter kawasan cagar budaya,. Hal ini selaras dengan lokasinya yang berdekatan dengan Kotagede dan mendukung eksistensi Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, dan Kawasan Kotabaru.
Beberapa fasilitas utama yang telah dibangun antara lain Embung Giwangan, yang berfungsi sebagai pengendali banjir dan cadangan air; Jogging Track ramah lingkungan; Gedung Entrance sebagai area penyambutan.; Amphiteater berkapasitas 538 penonton untuk pertunjukan budaya; Grha Budaya, ruang pameran dan auditorium modern; Fasilitas Pendukung, termasuk area parkir, tempat ibadah, dan kios cinderamata.
Hasto menyampaikan bahwa peresmian ini adalah bentuk rasa syukur sekaligus penanda dimulainya fungsi kawasan secara resmi. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memanfaatkan dan menghidupkan ruang publik ini sebagai pusat kreativitas dan pelestarian budaya yang berkelanjutan.
“Taman Budaya Embung Giwangan kini siap menjadi ruang hidup bersama yang seimbang antara alam dan budaya sebuah titik pergerakan baru bagi warga Yogyakarta,” tutup Hasto.
Humas Pemda DIY