Yogyakarta (02/07/2025) REDAKSI17.COM – Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada zaman, yang oleh para pemikir disebut sebagai era pasca-nasionalisme. Untuk itu, universitas harus menjadi lebih dari sekadar tempat belajar, termasuk UST.
“Negara ini membutuhkan nasionalisme baru, bukan yang berteriak keras di mimbar, tetapi yang membentuk watak, membangun solidaritas, kepekaan sosial, dan cinta tanah air sebagai tindakan keseharian. Dan universitas adalah taman tempat nilai-nilai luhur tumbuh, sebagaimana Tamansiswa diartikan oleh Ki Hadjar Dewantara, sebagai taman untuk menuntun kodrat manusia,” ungkap Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X pada Rabu (02/07).
Membacakan sambutan Gubernur DIY pada Pembukaan Dies Natalis ke-70 UST di Gedung Pusat UST, Jl. Batikan, Yogyakarta, Sri Paduka mengatakan, sejarah telah menunjukkan, bangsa-bangsa besar seperti Korea, Jepang, bahkan Amerika Serikat meneguhkan identitas nasionalnya, sebagai kekuatan strategis dalam menyikapi globalisasi. Kini bukan saatnya lagi mempertanyakan relevansi nasionalisme, tapi sudah sampai pada tahap keikutsertaan merawat nasionalismen dalam wajah yang baru.
“Dalam hal ini, UST telah membuktikan perannya sebagai pilar kebangsaan: membentuk insan cendekia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga lurus hati, berjiwa perwira, dan bijaksana. Dengan demikian, momentum Dies Natalis, sudah selayaknya menjadi ruang perenungan spiritual, untuk meneguhkan arah perjalanan,” papar Sri Paduka.
Sri Paduka pun berharap, UST dapat terus menunaikan cita-cita luhur, dengan landasan yang konsisten, konsekuen, dan berkelanjutan. Tujuh dekade usia UST adalah perjalanan panjang, seiring upaya UST menjaga nyala api nasionalisme kultural, di tengah derasnya arus global.
“Dirgahayulah Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Semoga, senantiasa menjadi taman pendidikan, yang berakar pada nilai budaya, kemanusiaan dan kebangsaan, untuk generasi Indonesia mendatang,” tutur Sri Paduka.
Sementara itu, Rektor UST, Prof. Pardimin, Ph.D., mengatakan, 70 tahun merupakan usia yang sudah cukup dewasa untuk sebuah instansi. Namun demikian, masih banyak kekuarangan dan hal yang perlu ditingkatkan oleh UST.
“Kami tentu menyadari kekurangan kami. Untuk itu, kami terus semangat untuk mengejar ketertinggalan kami. Dengan upaya berdikari, dengan ikhtiar sendiri, kami terus berupaya. Bukan berarti kami anti bantuan, kami hanya menerima bantuan yang tidak mengikat. Semoga UST bisa semakin baik,” imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, digelar pula Orasi Budaya 103 Tahun Tamansiswa oleh Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Prof. Sri Edi Suwarsono, dengan judul ‘Menegakkan Kembali Nasionalisme Indonesia’. Edi mengatakan, kesadaran berdaulat, mandiri, berharkat-martabat, berkehidupan cerdas, mampu percaya diri untuk menegakkan harga diri, merupakan tuntutan budaya bagi bangsa yang telah berani menyatakan kemerdekaannya. Namun tampaknya Indonesia masih harus terus memperjuangkan beragam kesadaran tersebut.
“Pendidikan dan pengajaran karakter bangsa adalah kuncinya. Tamansiswa bersama Pemerintah perlu menggariskan sistem pendidikan nasional, untuk mendesain sesuatu kurikulum progresif yang mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman. Sudah saatnya kita meninjau kembali kurikulum dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, perlu redesain untuk mampu membentuk kader bangsa yang nasionalistik dan patriotik dengan segala ketangguhan yang diperlukan,” paparnya.
HUMAS DIY