REDAKSI17.COM,Jakarta: Mahkamah Partai PPP memutuskan pelaksanaan Musyawarah Luar Biasa (Muswilub) di 4 provinsi yakni Kepri, Riau, Bali, dan Kalsel tidak sah. Keempat Muswilub DPW PPP itu disebut melanggar prosedur pelaksanaan Muswilub yang telah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) Partai.
Politisi senior PPP, Andreas Andoyo menyebut, putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Sehingga, seluruh jajaran pengurus harian (PH) DPP Partai Ka’bah wajib mematuhi putusan tersebut.
Pendapat hukum Mahkamah Partai tersebut menindaklanjuti permintaan fungsionaris DPW Riau yang keberatan atas pelaksanaan muswilub di Riau. Pendapat hukum Mahkamah Partai memiliki dasar kuat dan menjadi landasan konstitusi partai sebagaimana diatur UU No 2 Tahun 2011 tentang Parpol.
Andreas mengungkapkan, sebelumnya Mahkamah Partai juga pernah dimintai pendapat hukum oleh pengurus harian DPP. Yakni, terkait permasalahan Suharso Monoarfa, yang kemudian pendapat hukum itu menjadi pijakan partai mengganti Suharso ke Mardiono sebagai Plt Ketum.
“Pendapat hukum Mahkamah Partai merupakan tindaklanjut permohonan DPW PPP Riau dan kemudian diterima dan dinyatakan bahwa Muswilub Riau tidak sah. Termasuk Kepri, Bali dan Kalsel,” ujar Andreas dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).
Menurutnya, Mardiono menjadi Plt Ketum saat ini berdasarkan dari proses pendapat hukum mahkamah partai yang dimohonkan oleh PH PPP. Karena itu, mengabaikan pendapat hukum dan putusan mahkamah partai sama halnya dengan mengingkari jabatan Plt Ketum partai.
“Jika ada yang mempersoalkan kedudukan pendapat hukum dan putusan Mahkamah Partai, ya pengurus tersebut sama saja tidak mengakui Pak Mardiono sebagai Plt Ketum. Begitu maksudnya,” ujar mantan caleg DPR Dapil Lampung itu.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, ditegaskan bahwa Mahkamah Partai adalah organ penyelesaian sengketa internal partai yang bersifat yudikatif. Ia bertindak layaknya pengadilan internal yang harus menyelesaikan konflik melalui proses yang adil, terbuka, dan berdasarkan pembuktian dari para pihak yang bersengketa.
Dalam proses pembatalan Muswilub PPP ini, Mahkamah Partai telah melakukannya sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam UU Parpol maupun AD/ART partai. Karena itu, tidak ada keraguan sedikitpun bagi seluruh pengurus harian dan Plt Ketum PPP untuk mematuhinya.
“Kepada PH DPP, pihak terkait tanpa terkecuali Plt Ketum yang juga pejabat negara/pembantu presiden (Utusan Khusus Presiden) wajib patuh pada ketentuan undang-undang. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga nama baik Presiden Prabowo,” ujarnya.
Apalagi, menurutnya, PPP sudah menyatakan bergabung dengan koalisi pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Maka sudah menjadi kewajiban untuk menjaga Kehormatan Presiden dengan mematuhi dan menjalankan perintah undang-undang.
“Wajib bagi kita untuk menjaga Kehormatan dan kepercayaan yang sudah diberikan kepada PPP. Dengan patuh dan menjalankan perintah undang-undang,” ucap Andreas.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Mahkamah PPP mengeluarkan Pendapat Hukum tertanggal 24 Juni 2025, memutuskan membatalkan empat Muswilub. Yaitu, melalui surat No 03/MP-DPP-PPP/B/VI/2025 untuk Muswilub PPP Provinsi Bali, Surat MP PPP Nomor: 04/MP-DPP-PPP/B/VI/2025 untuk Muswilub PPP Provinsi Kepulauan Riau.
Kemudian, Surat MP PPP No: 05/MP-DPP-PPP/B/VI/2025 untuk Muswilub PPP Provinsi Riau, dan surat MP PPP No: 06/MP-DPP-PPP/B/VI/2025. Bahwa Muswilub tersebut dinilai tidak sah karena bertentangan dengan AD/ART PPP.
Seperti dalam Pasal 63 ayat (2) AD PPP yang menyebutkan Muswilub dapat dilaksanakan setelah diputuskan dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Musykerwil). Ini atas permintaan secara tertulis oleh lebih dari 2/3 jumlah DPC.
Pada ketentuan berikutnya di Pasal 63 ayat (3) permintaan tertulis tersebut berdasarkan keputusan Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab). Syarat formal tersebut tak dapat dipenuhi sebagai dasar pelaksanaan Muswilub di empat provinsi tersebut.
Hal itu yang menjadi penyebab Sekjen PPP Arwani Thomafi enggan menandatangani surat keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan Muswilub. Namun, Plt Ketum dan sejumlah Pengurus Harian DPP PPP tidak mengindahkan ketentuan tersebut dengan tetap menggelar Muswilub dengan tanpa tandatangan Sekjen.
Padahal, dalam Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) PO No 4 Tahun 2021 tentang Atribut dan Kesekretariatan Partai, tandantangan Sekjen dalam surat keputusan di internal partai mutlak harus dilakukan.