Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menekankan pentingnya penanggulangan kemiskinan yang berbasis data, fokus pada wilayah prioritas, serta mengedepankan pendekatan yang menyentuh langsung akar masalah. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Yogyakarta yang berlangsung di Ruang Yudistira, Balai Kota Yogyakarta, Selasa (5/8).

 

Pihaknya menyoroti kondisi kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang meskipun terendah di antara provinsi lain, tetap membutuhkan perhatian serius. “Angka kemiskinan kita di DIY saat ini 6,26 persen, dan kita targetkan turun menjadi 5,8 persen di tahun ini. Ini bukan hal mudah, perlu strategi yang konkret dan terfokus,” ujarnya.

Hasto mengingatkan bahwa kemiskinan tidak cukup diukur dari kepemilikan aset, tetapi harus dilihat dari sisi konsumsi. Ia mencontohkan, seseorang bisa saja memiliki ternak atau rumah bagus, tetapi jika tidak cukup makan, tetap tergolong miskin.

 

Diskusi bersama

 

“BPS mengukur kemiskinan berdasarkan konsumsi, bukan aset. Kadang ada yang rumahnya bagus, tapi tidak cukup makan. Ini penting dipahami,” tegasnya.

Wali Kota mendorong penanganan kemiskinan dilakukan secara fokus, terutama pada lima kecamatan atau kemantren prioritas dengan angka kemiskinan tinggi, seperti Wirobrajan, Umbulharjo, Gondokusuman, Mergangsan dan Mantrijeron.

“Kalau sumber daya kita terbatas, maka fokuslah pada kantong-kantong kemiskinan. Selami, pahami, dan cari penyebab utamanya. Apakah karena pengangguran, akses pendidikan, atau kurangnya keterampilan,” kata Hasto.

 

Untuk menanggulangi kemiskinan secara menyeluruh, pihaknya mengajak semua pihak tidak hanya mengobati gejala melalui bantuan konsumtif, tetapi juga mengatasi penyebab melalui peningkatan pendapatan. “Pendekatannya harus dua sisi, satu seperti paracetamol untuk gejala, satu lagi seperti antibiotik untuk penyebab. Ini harus berjalan bersamaan,” katanya.

 

Menurutnya Kota Yogyakarta harus bisa menjadi pusat distribusi atau “reseller” produk-produk unggulan dari daerah sekitar seperti Singapura. Ia menyarankan UMKM lokal dapat didorong masuk ke rantai pasok hotel dan ritel. “Kita bisa beli gula merah dari Kulon Progo, kelapa dari Bantul, dan kemas jadi produk siap jual di kota,” tambahnya.

 

Ia juga menekankan agar pelatihan-pelatihan UMKM diikuti dengan pengadaan yang nyata. “Daripada pelatihan jahit terus dibagi mesin tapi tak dipakai, lebih baik langsung kontrak UMKM membuat sandal kemudian disuplai ke hotel. Itu konkret,” lanjutnya.

 

Pada kesempatan ini Hasto juga menekankan pentingnya keberanian pimpinan wilayah seperti Lurah dan Mantri Pamong Praja untuk menyentuh langsung akar masalah di masyarakat. Ia menyindir model pembangunan yang hanya mengedepankan proyek-proyek fisik, namun mengabaikan kebutuhan dasar rakyat.

 

“Pembangunan tak harus mercusuar. Lebih baik menyelesaikan kemiskinan dari level RW, RT. Kalau RW sudah bisa mengurus kemiskinan dan sampah, kota ini pasti moncer,” tutupnya.

 

Paparan rencana penanggulangan kemiskinan

 

Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono program penanggulangan kemiskinan Kota Yogyakarta tahun 2024 telah dilaksanakan melalui tiga pendekatan utama yakni mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan pendapatan dan produktivitas serta meminimalkan wilayah kantong kemiskinan.

 

Adapun alokasi anggaran berasal dari berbagai sumber diantaranya APBN melalui program PKH dan sembako sebesar Rp88,9 miliar, APBD Kota Yogyakarta sebesar Rp 92,3 miliar dan APBD DIY sebesar Rp2,8 miliar serta kontribusi dari pihak swasta dan lembaga non-pemerintah melalui program CSR.

 

“Meskipun angka kemiskinan terus menunjukkan tren penurunan, kita tidak boleh lengah. Upaya penanggulangan kemiskinan tetap menjadi prioritas bersama. Oleh karena itu, sinergi lintas sektor sangat dibutuhkan agar program intervensi dapat berjalan lebih efektif dan tepat sasaran,” ujar Agus.

 

Ia juga mengatakan bahwa program-program tahun 2025 didesain untuk menjawab akar persoalan kemiskinan secara langsung dan berkelanjutan.

 

“Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan uji coba program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana dan Orang Tua Asuh Keluarga Miskin dengan pilot project di Kemantren Wirobrajan. Program ini merupakan bentuk kolaborasi dengan sektor non-pemerintah,” katanya.