Jakarta,REDAKSI17.COM – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menegaskan pentingnya keseimbangan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Selain mendukung penguatan kawasan bebas asap rokok, PSI juga meminta agar aturan tidak mengabaikan logika sosial dan keadilan bagi seluruh pihak.
Anggota Fraksi PSI, August Hamonangan, mengatakan bahwa perluasan kawasan tanpa rokok memang dibutuhkan, khususnya di tempat yang rawan menjadi ruang perokok pasif seperti sekolah dan rumah sakit. Namun, ia menilai bahwa implementasinya masih lemah di sejumlah ruang publik.
“Bandara dan ruang publik lainnya masih ada area merokok, tapi belum tersosialisasi dengan baik. Padahal aturan ini perlu dipahami secara menyeluruh,” kata August di Gedung DPRD DKI, Senin (4/8/2025).
PSI juga mendukung argumentasi Dinas Kesehatan yang menyebut maraknya perilaku merokok di kalangan pelajar sebagai salah satu alasan penguatan regulasi. Menurut August, lingkungan sekitar sekolah ikut mempengaruhi kebiasaan remaja.
“Perilaku meniru ini sangat berbahaya. Kita tidak bisa biarkan anak-anak terbiasa melihat orang merokok begitu keluar dari gerbang sekolah,” ujar August yang juga anggota Pansus KTR.
Dalam draf Raperda disebutkan bahwa kawasan tanpa rokok mencakup larangan merokok, menjual, dan mempromosikan produk tembakau hingga batas atap terluar bangunan. Termasuk juga larangan mengenakan atribut yang mengiklankan rokok atau vape.
Namun demikian, August menegaskan pentingnya pendekatan realistis. Ia menyoroti pasal yang mengatur kewajiban restoran dan tempat umum menyediakan ruang khusus merokok sebagai bentuk kompromi.
“Kita perlu aturan yang tegas, tapi juga logis. Memberikan ruang bagi perokok adalah bentuk keadilan regulasi,” ujarnya.
Salah satu polemik yang mencuat adalah penerapan KTR di tempat hiburan malam seperti bar dan klub. PSI mempertanyakan inkonsistensi jika alkohol diperbolehkan namun rokok dilarang.
“Ini jadi perdebatan. Tidak masuk akal kalau orang boleh minum alkohol di bar, tapi merokok justru dilarang,” tegas August.
Ia menegaskan bahwa Raperda KTR bukan untuk membunuh industri rokok, melainkan untuk menciptakan ruang yang adil bagi semua. “Kami ingin semua pihak diakomodasi. Industri rokok tetap bisa jalan, tapi hak warga untuk udara bersih juga harus dilindungi,” tutupnya.
Raperda KTR saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPRD DKI Jakarta dan ditargetkan rampung sebelum akhir 2025.