KUPANG,REDAKSI17.COM – Sorotan publik pada gaji dan besaran tunjangan mendorong DPR segera merespons. Setelah gelombang demonstrasi besar-besaran hingga munculnya 17+8 tuntutan yang disuarakan koalisi masyarakat sipil, DPR akhirnya memangkas tunjangan dari Rp100 juta lebih per bulan menjadi sekitar Rp65 juta.
Namun, angka itu tetap dianggap terlalu tinggi oleh masyarakat, mengingat nilainya mencapai 12 kali lipat dari UMR tertinggi di Indonesia, yakni di Jakarta sebesar Rp5,39 juta per bulan. Publik menilai, kinerja DPR belum sebanding dengan penghasilan yang mereka terima.
Menanggapi isu tersebut, Ketua DPW Partai Perindo Nusa Tenggara Timur (NTT) Simson A Lawa menegaskan bahwa sistem remunerasi pejabat negara, termasuk DPR, harus dikaji ulang secara transparan dan akuntabel. Menurutnya, keterlibatan pihak independen menjadi kunci agar penetapan gaji dan tunjangan tidak menimbulkan ketidakadilan.
“Jika kelak diputuskan dikaji ulang dan Ombudsman RI dilibatkan, saran saya sistem remunerasi dibantu oleh konsultan yang qualified. Metode perhitungan gaji dan tunjangan mereka sudah teruji secara hukum,” ungkap Simson A Lawa, Senin (8/9/2025).
Sebagai mantan HR Manager dan Konsultan SDM, Simson paham betul bagaimana menerapkan sistem remunerasi. Dia mencontohkan praktik yang lazim dilakukan di perusahaan multinasional, dimana konsultan remunerasi profesional digunakan untuk menciptakan sistem pembayaran yang adil. Beberapa konsultan global yang kerap dipercaya antara lain Ernst & Young (EY), PwC (PricewaterhouseCoopers), Mercer hingga Hay Group.
Simson menilai, konsultan independen bisa berperan sebagai “wasit” yang menjembatani kepentingan publik dengan kebutuhan struktural aparatur negara. Dengan begitu, penetapan gaji dan tunjangan pejabat tidak lagi menjadi isu sensitif yang menimbulkan kecemburuan sosial.
“Keberadaan sistem remunerasi yang akuntabel akan mencegah ketidakadilan sekaligus meningkatkan kepercayaan publik,” katanya.
Simson pun mendorong agar pemerintah bersama DPR membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan melibatkan akademisi, lembaga independen dan masyarakat sipil. Dengan demikian, keputusan terkait gaji dan tunjangan pejabat negara dapat diterima secara rasional dan adil.