Home / Daerah / Dari 11 Desa Rawan Tsunami di Kulon Progo, Hanya Glagah yang Dinilai Siap

Dari 11 Desa Rawan Tsunami di Kulon Progo, Hanya Glagah yang Dinilai Siap

BMKG menggelar Sekolah Lapang Gempa dan Tsunami di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

KULON PROGO,REDAKSI17.COM – Dari 11 kalurahan yang masuk zona merah tsunami di pesisir Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya Kalurahan Glagah yang dinyatakan benar-benar siap menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. Kondisi ini memicu keprihatinan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang akhirnya memutuskan memperluas program Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami ke 10 desa lainnya.

“Kalurahan Glagah ini yang paling siap dari 11 kalurahan zona rawan tsunami di Kulon Progo,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam kegiatan Sekolah Lapang yang digelar di Glagah, Selasa (23/9/2025).

Kesiapan Glagah bukan sekadar klaim. Desa ini sudah mengantongi pengakuan internasional dari UNESCO, karena telah memenuhi 12 indikator kesiapan mitigasi bencana, mulai dari pengetahuan masyarakat, jalur evakuasi, peta bahaya, hingga koordinasi pemerintah lokal. Namun ironisnya, 10 desa lainnya belum memenuhi standar dasar mitigasi, padahal seluruhnya berada di zona merah yang rentan terhadap dampak gempa besar di pesisir selatan Jawa.

Pengamat Ingatkan Alat EWS di Makassar Bukan Solusi Banjir Artikel Kompas.id Minimnya desa yang siap menghadapi tsunami menyoroti kesenjangan dalam upaya mitigasi bencana di Kulon Progo. Dengan potensi gempa megathrust dari Samudra Hindia yang sering diperingatkan para ahli, dampak dari bencana besar sebenarnya bisa dicegah.

Sebagai respons, BMKG memperluas Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami ke desa-desa lain di Kulon Progo. Melalui sekolah lapangan ini, masyarakat diharapkan lebih tanggap terhadap tanda-tanda bencana dan mampu melakukan evakuasi secara mandiri. Keterbatasan Fasilitas Kepala Pelaksana BPBD Kulon Progo, Setiawan Tri Widada, mengakui masih minimnya fasilitas pendukung mitigasi. Saat ini hanya dua Early Warning System (EWS) tsunami yang berfungsi—satu di Glagah dan satu lagi di Kalurahan Karangwuni. “Satu lagi di Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates. EWS lainnya rusak karena berbagai sebab,” kata Setiawan.

Dengan kata lain, sebagian besar desa di zona merah tsunami tidak memiliki sistem peringatan dini yang andal. Jika gempa besar terjadi, waktu evakuasi yang sangat singkat bisa menjadi masalah besar bagi ribuan warga pesisir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *