JAKARTA,REDAKSI17.COM — Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Alfons Manibui, mendesak PLN untuk memperkuat Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) terhadap masyarakat sekitar. Menurutnya, PLN tidak boleh hanya berkontribusi pada ketahanan energi nasional, tetapi juga harus memberi manfaat nyata bagi warga yang terdampak secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Diujung dari pembangunan, pencapaian-pencapaian kinerja yang optimal dari PLN, haruslah menghadirkan kebahagiaan yang dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan taraf hidup yang lebih baik disekitar wilayah operasionalnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2024–2025, total kapasitas pembangkit listrik nasional mencapai sekitar 100,6 gigawatt (GW). Dari total tersebut, sekitar 85% berasal dari pembangkit berbasis energi fosil termasuk PLTU, sedangkan 15% lainnya berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti pembangkit tenaga air (PLTA/PLTM/PLTMH), panas bumi (PLTP), biomassa, tenaga surya, tenaga angin, hingga pembangkit listrik tenaga sampah.
Secara rinci, kapasitas terpasang EBT meliputi PLTA sekitar 6–7 GW, PLTP sebesar 2,6 GW, dan gabungan biomassa, tenaga surya, angin, serta pembangkit EBT lainnya sekitar 1–2 GW. Menariknya, sekitar 60% pembangkit di bawah PLN berada di radius kurang dari 10 kilometer dari permukiman padat penduduk. Laporan IEA 2024 juga mencatat bahwa pembangkit fosil menyumbang hingga 35% emisi CO₂ sektor energi Indonesia, sementara studi Bappenas 2023 menunjukkan daerah dengan pembangkit aktif memang memiliki pertumbuhan ekonomi 1,2–1,5% lebih tinggi, namun menghadapi risiko kesehatan dan polusi udara hingga 15–20% lebih besar.
“PLN tidak boleh hanya bicara soal energi dan ekonomi makro. Warga sekitar operasi harus merasakan dampak positif melalui program kesehatan, pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan pelestarian lingkungan. TJSL harus menjadi bagian integral dari operasi PLN,” tegas Alfons.
Alfons menekankan bahwa dana TJSL perlu difokuskan pada program yang berdampak langsung, seperti pemberdayaan UMKM lokal di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata; pelatihan keterampilan tenaga kerja muda; pengelolaan limbah dan rehabilitasi ekosistem pesisir; serta penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat terdampak.
Ia juga mengingatkan agar TJSL dilaksanakan secara transparan, terukur, dan berkelanjutan, bukan sekadar formalitas pelaporan tahunan.
“Komisi XII DPR RI akan mendorong agar PLN memiliki peta jalan TJSL yang jelas. Evaluasi TJSL bahkan perlu menjadi syarat perpanjangan izin operasional pembangkit ke depan,” lanjut legislator dari Papua Barat itu.
Alfons meyakini, dengan skema TJSL yang kuat, dana CSR sektor kelistrikan dapat dikelola secara lebih efektif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekaligus mendukung agenda transisi energi nasional dan target penurunan emisi.
“PLN harus hadir sebagai mitra pembangunan. TJSL adalah jembatan untuk memastikan pembangunan energi berjalan inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada masyarakat,” pungkasnya.