Home / Politik / Dualisme Kembali Terulang, PPP Makin Sulit ke Senayan

Dualisme Kembali Terulang, PPP Makin Sulit ke Senayan

JAKARTA,REDAKSI17.COM – Dualisme internal Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) kembali terulang. Kali ini, konflik melibatkan kubu Muhamad Mardiono dengan Agus Suparmanto . Keduanya saling mengklaim terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum partai berlambang ka’bah periode 2025-2030 tersebut dalam Muktamar X yang digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Kondisi itu pun disayangkan oleh Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga. Sebab, PPP bukan partai politik yang masih berusia muda.

“Muktamar X PPP di Jakarta yang menghasilkan dua klaim kepemimpinan tentu sangat disayangkan. Partai yang sudah berusia tua ini ternyata belum dewasa dalam memilih pemimpin,” kata Jamiluddin , Selasa (30/9/2025). Dia menambahkan, semakin disayangkan karena Partai Islam ini tidak menerapkan musyawarah mufakat dalam memilih pemimpin. “Padahal, Islam dalam mengambil keputusan, termasuk memilih pemimpin, mengutamakan musyawarah mufakat,” ujarnya.

Dia melihat PPP justru memilih pemimpin dengan adu kekuatan, bahkan adu otot. “Masing-masing kubu dengan berbagai cara memaksakan kehendak agar pilihannya terpilih menjadi ketua umum,” katanya. Dia juga melihat kubu Mardiono maupun Agus berupaya menjadi pemenang dengan menghalalkan segala cara. “Bagi mereka, kemenangan berarti menggenggam kekuasaan di internal partai,” imbuhnya. Dia berpendapat, hal itu dilakukan karena kubu yang menang akan mengatur siapa yang akan duduk di kepengurusan DPP.

Sementara kubu yang kalah akan terlempar dari kepengurusan DPP. “Hukum seperti itu yang masih berlaku di partai politik, termasuk PPP. Karena itu, setiap kubu akan melakukan apa saja agar pilihannya menjadi pemenang,” ucapnya. Lalu, mampukah PPP kembali ke Senayan Parlemen? “Kalau PPP masih menonjolkan konflik internal, tentu akan mempersulit partai ini kembali ke Senayan. Partai ini akan terus berkutat untuk membenahi internal yang tak kunjung usai,” ujar Jamiluddin. Dia melanjutkan, PPP akan lebih fokus pada konsolidasi internal. Akibatnya, sambung dia, PPP tak cukup waktu untuk membesarkan partai, terutama dalam meningkatkan elektoral. “Masyarakat juga akan berpikir panjang untuk memilih PPP yang selalu berkonflik. Di mata masyarakat, partai ini tak layak dipilih karena mengurus partainya saja tidak becus,” kata dia.

Karena itu, dia mengatakan kalau PPP tidak berubah, maka elektoralnya berpeluang besar akan semakin tergerus. “Peluangnya untuk kembali ke Senayan pun akan semakin mengecil,” ucap dia. Dia menyarankan PPP kembali ke titahnya jika ingin kembali dipercaya masyarakat. Dia mengatakan, PPP harus dapat menjadi contoh bagi umat Islam terutama dalam bersikap dan berperilaku yang islami.

“Dalam setiap mengambil keputusan misalnya, PPP benar-benar menerapkan musyawarah mufakat. Begitu juga dalam memilih pemimpinnya. PPP juga harus tampil sebagai partai yang sejuk. Tidak ada keributan, apalagi sampai adu fisik,” ujar dia. Selain itu, lanjut dia, PPP juga harus dapat menyakinkan masyarakat sebagai partai yang amanah. Dengan begitu, masyarakat akan percaya menitipkan suaranya ke PPP. “Untuk itu tidak cukup dengan slogan. PPP harus memberi bukti, sehingga masyarakat yakin partai ini memang amanah dan layak dipilih,” pungkas Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *