Home / Daerah / Mahasiswa UAD Belajar Konsep Keselarasan Hidup

Mahasiswa UAD Belajar Konsep Keselarasan Hidup

Yogyakarta (30/09/2025) REDAKSI17.COM – Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, filosofi Jawa hamemayu hayuning bawono berarti menyelaraskan harmoni kehidupan. Konsep ini tidak hanya sekadar soal pelestarian bumi, tapi juga tentang keselarasan tatanan kehidupan, sikap masyarakat, tata pemerintahan, hingga konsep keluarga.

“Dalam hamemayu hayuning bawono sendiri, ada empat konsep kehidupan, yakni empan papan, subosito, tepo sliro, dan unggah-ungguh. Jika empat konsep ini kita gunakan dalam hidup, hamemayu hayuning bawono akan terbentuk,” ungkap Sri Paduka dalam wawancaranya bersama Kelompok Riset Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Selasa (30/09).

Bertempat di Gedhong Pareanom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Sri Paduka berdiskusi terkait riset para mahasiswa yang berjudul ‘Eksplorasi Tepo Sliro Masyarakat Multikultural Kota Yogyakarta Konsep dan Hamemayu Hayuning Bawono untuk Mewujudkan Sustainable City’. Menurut Sri Paduka, selaras lebih unggul dibanding serasi. Konsep selaras dicontohkannya pada permainan musik gamelan yang begitu indah dan megah meski tanpa ada yang memimpin.

“Semua itu unsur utamanya rasa, nglenggahke rasa mengalahkan segalanya. Jadi akailah rasa di setiap aspek kehidupan kita. Dan rasa juga yang jadi poin penting dalam hamemayu hayuning bawono,” imbuh Sri Paduka.

Sementara itu, Ketua Kelompok Riset, Bayu Ismail mengatakan, selama ini DIY menjadi daerah di Indonesia yang selalu dilekatkan dengan kekayaan multikultural. Dan Kota Yogyakarta memastikan diri sebagai living lab dalam toleransi, serta menjadi tempat yang ramah bagi keberagaman dan terbuka bagi seluruh kelompok masyarakat.

“Tingkat toleran Kota Yogyakarta dapat dikatakan paling stabil secara nasional, dan di Yogyakarta nilai-nilai budaya yang luhur dalam masyarakat Jawa tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hal inilah yang melatarbelakangi keinginan mereka melakukan riset terhadap praktik tepo sliro dalam menyelesaikan konflik dan menjaga harmoni sosial pada masyarakat multikultural di Kota Yogyakarta,” paparnya.

Bayu menuturkan, tujuan khusus dari riset mereka ialah ingin menyajikan deskripsi komprehensif atau gambaran pengejawantahan dari tepo sliro dalam menjaga toleransi masyarakat multikultural, sebagai percontohan dalam mengelola kota yang toleran dan berkemajuan. Melalui riset Program Kreativitas Masyarakat Riset Sosial Humaniora ini, kelompok riset yang beranggotakan 4 mahasiswa UAD ini berkeinginan hasil riset mereka bisa menjadi bahan edukatif bagi masyarakat luas agar dapat memperkuat praktik sosial bertoleransi dalam kehidupan sehari-hari.

“Melalui riset ini, kami ingin menawarkan solusi berbasis kearifan lokal untuk menjawab tantangan modern kasus intoleransi yang memicu rasa ketidakmanan dan ketidakharmonisan dalam kehidupan masyarakat. Kehadiran nilai tepo sliro dan hamemayu hayuning bawono sebagai alternatif solusi yang efektif dalam upaya pengetasan intoleransi, serta menjadi model pelestarian budaya,” jelasnya.

HUMAS DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *