Sleman (02/10/2025) REDAKSI17.COM – Sejak dunia mengakui batik sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb), mandat atas legasi adiluhung ini bukan sekadar menjaga, melainkan sekaligus menyiapkan berbagai inovasi, agar batik tidak hanya lestari, tetapi juga relevan, dan berdaya saing di panggung global. Salah satunya, dalam produksi, langkah-langkah transformatif harus digerakkan.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal demikian dalam sambutannya pada pembukaan Seminar Internasional Batik yang menjadi main event Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2025. Bertempat di The Kasultanan Ballroom, Royal Ambarrukmo Hotel, seminar yang digelar pada Kamis (02/10) ini mengangkat tema Batik In Motion: Bridging Tradition and Modernity.
“Kita perlu berani melompat dengan inovasi. Dalam produksi, langkah-langkah transformatif harus digerakkan, seperti mencipta produk baru, dan melakukan diversifikasi motif, agar batik tak stagnan, dan menjelma menjadi karya kontemporer yang menembus generasi-generasi. Kita dorong penggunaan pewarna alami yang ramah lingkungan, membangun aliansi strategis dengan pemasok bahan baku, mengadopsi teknologi modern tanpa kehilangan aura seni batik, serta menghadirkan training untuk melahirkan generasi baru perajin, yang adaptif sekaligus kreatif,” jelas Sri Sultan.
Sri Sultan menyebut, dalam pemasaran, maka harus agresif mengekspansi ekosistem digital. “Marketplace” dan “e-commerce” adalah “new runway” bagi batik. Komunikasi dengan konsumen harus dipersonalisasi, sehingga setiap pembelian batik terasa seperti “cultural movement”. Eksposur di pameran internasional pun harus ditingkatkan, dah kolaborasi dengan eksportir diperdalam. Pun satu hal penting yang harus ditegaskan kepada publik, bahwa batik printing hanyalah produk industri, bukan “craftsmanship” bernilai filosofis.
“Dalam sistem pendukung, kita wajib membangun fondasi ekosistem yang solid. Akses pembiayaan harus lebih inklusif, kolaborasi dengan lembaga keuangan diperkuat, dan yang tak kalah penting, pengembangan database batik nasional yang berbasis daring. Data adalah “the new oil”. Dengan data yang akurat, kebijakan kita akan lebih presisi, tepat sasaran, dan berkelanjutan,” ucap Sri Sultan.
Lebih lanjut dikatakan Sri Sultan, apabila produksi, pemasaran, dan sistem pendukung ini dijalankan secara sinergis, maka batik tidak hanya hadir sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai strategi nasional. Batik akan menjadi laboratorium inovasi sosial, ekonomi, dan budaya.
“Ia adalah simponi identitas bangsa. Motif yang kita kenakan, adalah filosofi yang kita hidupi, dan pada saat yang sama, mesin penggerak kesejahteraan rakyat,” kata Sri Sultan.
Untuk itu, Sri Sultan menuturkan, seminar ini menjadi momentum untuk menguatkan inovasi dan kolaborasi. Di mana pemerintah berperan menciptakan regulasi yang adaptif dan berpihak; akademisi menghadirkan riset, inovasi, dan dokumentasi pengetahuan; dunia usaha memberikan investasi, kreativitas, serta akses pasar; dan masyarakat, menjaga batik sebagai “living heritage” yang hidup dalam keseharian.
“Dari Yogyakarta, batik akan terus kita persembahkan untuk Indonesia. Dari Indonesia, batik akan terus kita persembahkan untuk dunia. Dengan demikian, batik tetap menjadi mahakarya peradaban, yang mempersatukan tradisi dengan modernitas, serta memberi makna bagi kehidupan,” ungkap Sri Sultan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian Dekranasda DIY, GKBRAA Paku Alam melaporkan, JIBB merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan eksistensi dan konsekuensi setelah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 18 Oktober 2014 dinobatkan sebagai Jogja Kota Batik Dunia. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Dekranasda DIY dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY serta stakeholder terkait.
“Gelaran ini bertujuan untuk mengembangkan potensi Industri Kecil Menengah Batik dan turunannya di DIY; melestarikan warisan budaya khususnya batik termasuk kepada generasi muda; dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat DIY. Selain itu, juga untuk penyebaran dan penumbuhan IKM batik di DIY dan mempertahankan predikat Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia,” papar GKBRAA Paku Alam atau yang akrab disapa Gusti Putri.
JIBB 2025 hadir sebagai ajang apresiasi dan promosi batik yang dikemas dalam rangkaian kegiatan menarik dan edukatif. Mulai dari JIBB Goes to School & Campus, yaitu program sosialisasi batik melalui fashion show karya siswa/mahasiswa, talkshow bersama narasumber batik, serta pameran display batik di sekolah maupun kampus. Acara ini tersebar di 5 SMA/SMK (SMAN 6 Yk, SMAN 3 Yk, SMAN 8 Yk, SMA Bosa dan SMKN 1 Sewon) serta 5 PT/Kampus (UMY, UII, UPN) yang dilaksanakan dari tanggal 16 – 26 September 2025.
Seminar Internasional Batik ini pun hadir sebagai main event, yang mengundang pembicara ahli batik dan disertai dengan fashion show. Dalam kesempatan ini dilakukan pula acara Grand Launching Griya Batik. Sementara itu, digelar pula Gebyar Expo JIBB, pameran batik yang menampilkan karya 20 pelaku industri kecil menengah (IKM) batik. Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari di Griya Batik dari tanggal 3-5 Oktober 2025.
Sebagai penutup JIBB 2025, diadakan pula kegiatan Sebatik (Sepeda dengan Batik), yaitu bersepeda santai menggunakan busana batik yang melibatkan peserta dari OPD se-DIY, Dekranasda DIY, serta komunitas sepeda dan masyarakat umum di Yogyakarta. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 2025 dengan start dari Disperindag DIY melalui jalur wisata, yakni Tugu-Malioboro dan singgah di Griya Batik serta finish di Disperindag DIY dengan panjang rute sekitar 15 KM.
“Tema JIBB 2025 ini diharapkan mampu menghubungkan tradisi dan modernitas, dalam hal ini pentingnya menghubungkan nilai-nilai tradisi batik dengan kebutuhan dan gaya hidup modern. Batik tidak hanya menjadi simbol budaya masa lalu, tetapi juga dapat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang modern,” ujar Gusti Putri.
Selain itu, juga diharapkan adanya keseimbangan antara warisan budaya dan inovasi, menekankan pentingnya menjaga warisan budaya batik sambil memasukkan elemen-elemen modern dan inovatif. Dengan demikian, batik dapat tetap relevan dan menarik bagi masyarakat luas. Pun, meningkatkan kesadaran dan apresiasi. Di mana dengan tema ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam batik, serta mempromosikan batik sebagai bagian dari identitas budaya Indonesia.
“Semoga berbagai rangkaian kegiatan Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2025 ini mampu memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan dan ekonomi kreatif di Yogyakarta, khususnya sektor batik dan Meningkatkan Citra Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia, yang telah ditetapkan oleh World Craft Council (WCC) pada 2014,” pungkas Gusti Putri.
Adapun, seminar ini dibuka dengan Fashion Show yang menampilkan koleksi-koleksi batik dari para designer Jogja. Beberapa desainer tersebut antara lain, Dewi Roesdji, Afif Syakur, Paradise Bati, Iffah M Dewi, dan Dewi Dejee.
Humas Pemda DIY