Home / Daerah / Penanganan Kesehatan Mental Perlu Penguatan Kolaboratif

Penanganan Kesehatan Mental Perlu Penguatan Kolaboratif

Yogyakarta (09/10/2025) REDAKSI17.COM– Pemerintah Daerah DIY dengan kabupaten/kota se-DIY dan lintas sektor, harus meningkatkan kolaborasi terkait pelaksanaan berbagai upaya preventif dan kuratif dalam menangani permasalahan kesehatan mental di masyarakat. Hal ini penting, guna dapat membangun sebuah ekosistem kesehatan mental Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih resiliensi, integratif, dan berkelanjutan.

Hal demikian diungkapkan Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Hukum, Pemerintahan, dan Politik, Sukamto dalam Seminar Internasional Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025, yang digelar Kamis (09/10), di Gedung Radyo Suyoso, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Mengangkat tema “Kesehatan Mental bagi Generasi Muda: Akses, Kesadaran, dan Harapan”, seminar ini diselenggarakan atas kerja sama antara Pemda DIY, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa (TPKJ) DIY, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Pusat Studi Gender, Anak, Lansia dan Disabilitas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, LAKI (Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia), dan Rumpun Nurani.

Sukamto menyebut, selama ini, dalam mengatasi permasalahan kesehatan mental yang ada di masyarakat, pemda sesuai dengan tugas dan fungsinya, telah berusaha melakukan berbagai upaya preventif juga kuratif. Upaya preventif dilakukan dengan beragam sosialisasi, sementara kuratif dengan upaya rehabilitasi melalui pelayanan di RS Grhasia ataupun fasilitas rehabilitasi di bawah Dinas Sosial DIY.

“Saya kira, kegiatan hari ini juga dalam rangka untuk mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat ya. Masalah depresi, masalah tidak percaya diri, baik karena masalah ekonomi, masalah sosial, atau masalah lainnya. Dan di masyarakat sudah dibentuk pendamping. Jadi memang ada yang penanganannya itu melalui instansi pemerintah, tetapi juga ada yang secara mandiri dilakukan oleh masyarakat. Saya kira dengan kolaborasi antara pemerintah, antara lembaga swasta, seperti YAKKUM ini, kemudian masyarakat, insyaallah permasalahan depresi dan lainnya itu segera bisa teratasi,” jelas Sukamto.

Sementara itu, salah satu narasumber seminar dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Muhammad Rafliansyah S. berbagi pendapat mengenai upaya yang dinilai masih kurang dilakukan dalam mengatasi permasalahan kesehatan mental di masyarakat, terlebih belum lama ini, terdapat kasus bunuh diri oleh seorang remaja usia 15 tahun di Imogiri. Rafliansyah menuturkan, sebagai lembaga yang berfokus pada upaya preventif dan promotif kesehatan mental, pihaknya menilai bahwa kurangnya ruang diskusi atau ruang untuk saling mendengarkan menjadi salah satu alasan dibalik terjadinya kasus tersebut.

“Sebenarnya teman-teman itu cuma butuh untuk disampaikan, diedukasi, dan didekati gitu. Sebenarnya poinnya di situ. Ketika mereka sudah merasa nyaman, terbuka, untuk cerita, saya pikir kasus-kasus yang seperti yang tadi itu bisa kita cegah. Karena kan sebenarnya poinnya kenapa mereka sampai ke sana itu karena mereka enggak punya tempat untuk menyampaikan apa yang dia rasakan gitu kan. Karena mungkin beberapa hal. Pertama, mereka merasa enggak aman untuk cerita ke orang lain karena takut ceritanya mungkin disebar dan lain sebagainya,” papar Rafliansyah.

Selain itu, menurut Rafliansyah, di kalangan anak muda sekarang, trennya mereka harus banyak ditanya terlebih dahulu sebelum mau bercerita. Untuk itu, Rafliansyah mengutarakan, budaya untuk mencoba menanyakan kabar, budaya untuk menanyakan bagaimana perasaan generasi muda harus dimulai dari sekarang. “Dan itu yang kami lihat di teman-teman muda itu belum familiar atau belum menjadikan satu kebiasaan baik di sekolah dan di beberapa tempat gitu,” ucap Rafliansyah.

Sebagai upaya untuk menciptakan ruang aman untuk bercerita atau berdiskusi, Rafliansyah mengatakan, pihaknya pun mengadakan Program ASIK (Aksi Sehat Jiwa, Inisiatif, dan Kontribusi Anak Muda). Lewat program ini, kepada remaja atau generasi muda, pihaknya mengadakan edukasi atau beberapa pelatihan yang menekankan value diri masing-masing.

“Pelatihan itu untuk menekankan bahwa setiap orang tuh punya value masing-masing, setiap orang tuh punya perbedaan, dan merasa tidak baik-baik saja itu ya it’s okay gitu ya. Kayak sesuatu yang normal saja gitu teman-teman. Nah untuk menjaga stabilitas itu, kita saat dimulai program ini ingin membentuk peer support antar sebaya. Karena kan salah satu yang kita temukan, teman-teman itu mereka ngerasa lebih aman dan nyaman untuk cerita ke orang-orang yang merasa seumuran gitu. Jadi harapannya dengan program peer support di sekolah, di karang taruna dan di komunitas itu, teman-teman sudah mulai membentuk ekosistem kecil-kecilan di lingkungannya untuk bisa cerita dan berbagi apa yang dia rasakan,” imbuh Rafliansyah.

Rafliansyah melaporkan, sejak program ini diadakan, banyak yang sering curhat merasa bahwa mereka terkadang bingung mau bercerita terkait permasalahannya ke mana. Sebab, mereka merasa tidak aman untuk bercerita dengan orang di sekeliling mereka. Dikatakan Rafliansyah, perasaan tersebut merupakan curhatan yang paling banyak diungkapkan oleh teman-teman remaja, sekitar umur 16-25 tahun.

“Jadi tugasnya kita sebenarnya ingin gimana mereka tuh bisa merasa nyaman, aman dan paling tidak mereka bisa mengenal dirinya sendiri aja gitu. Nah harapannya, melalui program ASIK dan juga kolaborasi lintas sektor ini, pemerintah dan yang lain adalah kita mulai pelan-pelan untuk terbuka dan membuat ruang aman untuk teman-teman remaja gitu. Biar kasus-kasus seperti itu bisa mulai dicegah dari aspek percegahan dan promotifnya,” terang Rafliansyah.

Rafliansyah pun menjelaskan, sebenarnya secara umum, beberapa anak muda sudah mulai sadar dengan kesehatan mentalnya. Meski demikian, di sisi lain juga terdapat beberapa generasi muda yang melakukan self-diagnosis. “Itu yang kita coba untuk pelan-pelan mengedukasi ke teman-teman, ketika misalnya mereka merasa tidak baik-baik saja, itu banyak kok sebenarnya ruang-ruang untuk mereka bisa akses gitu kan. Misalnya ke psikolog yang ada di Puskesmas dan lain sebagainya,” ujar Rafliansyah.

Adapun dalam seminar kali ini, turut digelar pameran komunitas yang menampilkan karya komunitas dengan gangguan Kesehatan mental. Adapula konseling gratis atau layanan skrining kesehatan mental.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *