Home / Wisata dan Kuliner / Sate Kelinci Khas Telaga Sarangan

Sate Kelinci Khas Telaga Sarangan

Kabut tipis menyentuh permukaan air telaga yang terlihat biru jernih pagi…sejuk dingin sampai ke hati…Cuaca tampak cerah dengan matahari bersinar redup di Telaga Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yang memiliki ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Sejumlah wisatawan tampak hiruk pikuk menikmati keindahan telaga dan sejuknya udara Telaga Sarangan yang memiliki luas sekitar 30 hektare dengan kedalaman 28 meter dan suhu 15 hingga 20 derajat celsius.

Penyewa kuda dan penyewa speedboat juga terlihat mondar-mandir melayani pengunjung yang memilih berkeliling telaga dengan naik kuda atau mengelilingi pulau di tengah Telaga Sarangan dengan naik speedboat. Pedagang nasi pecel gendong dan pedagang sate kelinci pikul juga tak kalah sibuk melayani para wisatawan yang ingin sarapan pagi. Sarangan memang identik dengan sate kelinci maupun sate ayam, namun sejumlah pengunjung lebih memilih sate kelinci untuk disantap di pinggir telaga sambil melihat speedboat yang melakukan manuver di tengah telaga.

Mengunjungi Telaga Sarangan harus menempuh perjalanan cukup lama untuk memupus rasa penasaran bagaimana suasana Telaga Sarangan dan sate kelinci yang selama ini di lihat di media sosial.

Setiap berkunjung ke Telaga Sarangan jangan lupa memesan  sate kelinci dan wedang ronde  kuliner khas Telaga Sarangan tersebut di pinggir telaga. “Kebetulan suka dengan tekstur daging kelinci yang merupakan daging sehat karena memiliki protein kelas tinggi dan kandungan nutrisinya juga tinggi. Ada sih beberapa tempat wisata yang menjual sate kelinci, tapi di sini bedanya bisa menyantap sate kelinci di pinggir telaga dengan view dan udara segar yang tidak ada di tempat lain. Pemandangan yang indah, itu beda banget,” kata salah satu wisatawan.

Puluhan tahun berjualan Mayoritas pedagang sate kelinci di Telaga Sarangan berjualan sudah lebih dari 10 tahun. Erna, pemilik warung sate kelinci di sebelah utara Telaga Sarangan mengaku, awalnya suaminya yang berjualan sate kelinci pikul untuk membantu orangtuanya yang juga pedagang sate kelinci. Saat ini, sudah lebih dari 35 tahun berjualan sate kelinci pikul yang kemudian memilih membuat warung untuk dirinya berjualan sate kelinci setelah menikah.

“Suami saya yang sejak sebelum nikah sudah membantu orangtuanya jualan sate kelinci keliling, seteah menikah bangun warung agar pelanggan mudah mencari,” kata Erna di warung miliknya.Erna mengatakan, saat ini lebih dari 100 pedagang sate kelinci yang berjualan, tersebar di seputar Telaga Sarangan. Para pedagang saat ini tidak mengalami kesulitan untuk mencari daging kelinci, lontong serta bumbu sambal kacang tersebut karena telah ada pedagang yang memasok kebutuhan mereka. Para pedagang akan mudah mendapatkan daging kelinci filet, sambal kacang bahkan lontong yang sudah masak.

“Bahan-bahannya dijamin fresh, seperti kelinci baru disembelih, kemudian lontong juga sudah ada pemasok, bahkan sambal kacang itu tinggal kita meminta sebarapa pedas atau seberapa manis sambal kacangnya sesuai dengan racikan masing-masing warung,” imbuh Erna.

Daryanto, pedagang sate pikul mengaku memilih berjualan dengan menggunakan rombong kecil yang dipanggul agar lebuh unik. Biasanya, dia memilih mangkal di pinggir Telaga Sarangan dekat terminal di sore hari, namun jika hari Sabtu dan Minggu di mengaku memilih  berjualan di pagi hingga siang hari. “Kalau hari biasa jualan sore hari sampai malam karena biasanya ramainya jelang malam. Semalam bisa menghabiskan daging kelinci satu kilogram, itu akan jadi 10 porsi. Itu sudah pakai lontong. Kalau hari minggu bisa habis dua kilogram atau 20 porsi,” katanya.

Untuk harga satu porsi sate kelinci yang berisi 10 tusuk sate dan lontong sudah menjadi kesepakatan bersama pedagang sate kelinci yang tergabung dalam paguyuban. Dengan kesamaan harga tersebut sehingga tidak ada lagi persaingan harga.

“Sekarang kesepakatan satu porsi plus lontong harganya ditentukan bersama paguyuban pedagang  agar tidak ada persaingan harga,” ucap Daryanto. Sejak tahun 1930 Keberadaan pedagang sate kelinci keliling di Telaga Sarangan terekam di sebuah foto yang terpajang di Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan. Dalam foto tersebut terlihat pedagang sate keliling di Telaga Sarangan dengan menggunakan pikulan bambu terekam di foto yang dibuat pada tahun 1930. Dari foto tersebut terlihat dua pedagang yang salah satunya menggunakan pikulan untuk berdagang sate, sementara satu pedagang lainnya seorang ibu terlihat menggunakan dua buah meja untuk menjajakan makanan.

Arsiparis Muda Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Magetan Sri Rahayu mengatakan, foto pedagang sate kelinci dengan menggunakan pikulan tersebut merupakan arsip milik Pemkab Magetan yang diambil dari Arsip Nasional Republik Indonesia. “Dari data yang kita miliki, dari ANRI foto tersebut diambil di Sarangan pada tahun 1930,” ujarnya saat dikonfirmasi. Dari foto hitam putih tersebut, Telaga Sarangan terlihat masih merupakan telaga alami yang belum tersentuh pembangunan. Batas air telaga telihat di belakang kedua pedagang tanpa adanya batas tanggul. Di Foto tersebut Telaga Sarangan terlihat tak seluas seperti saat ini. Di pinggir telaga juga tak terlihat adanya jalan lingkar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *