Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Kemiskinan dapat diibaratkan seperti penyakit yang harus didiagnosis dan diobati secara tepat. Karena itu, penyusunan strategi pengentasannya perlu berbasis pada akar permasalahan atau problem based learning.

Hal tersebut disampaikan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tematik Kemiskinan yang digelar di Ruang Yudistira Balai Kota Yogyakarta pada Rabu (22/10/2025).

Hasto menyoroti pentingnya mencermati variabel yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur angka kemiskinan. Menurutnya, angka statistik harus diinterpretasikan dengan cermat agar strategi penanganan yang disusun benar-benar tepat sasaran.

“Kita harus paham dulu apa yang diukur, karena dari situlah arah kebijakan bisa ditentukan secara bijak dan tepat. Oleh karena itu, penyusunan strategi pengentasan kemiskinan idealnya berlandaskan prinsip Money Follow Program, yang menekankan penganggaran harus mengikuti prioritas program strategis yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” tandasnya.

Musrenbang Tematik Kemiskinan yang digelar di Ruang Yudistira Balai Kota Yogyakarta pada Rabu (22/10/2025).

Menurutnya pendekatan tersebut juga bertujuan agar alokasi anggaran menjadi lebih fokus, efisien, dan efektif dalam mencapai tujuan pembangunan. Tidak hanya menyalurkan bantuan sosial, namun juga memberdayakan masyarakat melalui peningkatan kapasitas, akses ekonomi, dan kesejahteraan jangka panjang.

“Strategi penanggulangan kemiskinan pada dasarnya harus disusun berdasarkan pendekatan simtomatik, berfokus pada penanganan gejala kemiskinan yang tampak di permukaan, serta kausatik untuk mengatasi akar penyebab kemiskinan lebih mendalam. Jadi bisa dilakukan refocusing anggaran pada variabel tertentu yang punya daya ungkit tinggi untuk menurunkan kemiskinan secara signifikan,” imbuhnya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono, menjelaskan berdasarkan data BPS, kemiskinan di Kota Yogyakarta mengalami penurunan di tahun 2025 sebesar 0,12 persen dibandingkan tahun 2024 dari 6,26 menjadi 6,14.

“Pendekatan komprehensif, partisipasitif dan berkelanjutan dalam program penanggulangan kemiskinan menyentuh pada aspek perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, infrastruktur pemukiman, peningkatan pendapatan, ketahanan pangan, dan penguatan data informasi, dengan kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media yang juga diwadahi dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK),” jelasnya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono.

Salah satu warga, Tatik Wiprihatin dari TPK Kelurahan Sorosutan, berpendapat bahwa program pengentasan kemiskinan sebaiknya diperbanyak dalam bentuk pelatihan keterampilan bagi keluarga miskin serta pemberian modal usaha yang sesuai dengan kemampuan dan minat warga.

“Harapannya supaya warga tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah, tapi memiliki kemauan dan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas serta keterampilan. Dengan begitu, mereka bisa membuka usaha secara mandiri dan memiliki penghasilan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Tatik menambahkan, pelatihan yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan potensi lokal dan kebutuhan masyarakat di wilayah masing-masing, agar hasilnya lebih tepat sasaran dan mampu menciptakan kemandirian ekonomi di tingkat keluarga.