GONDOKUSUMAN,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menggelar Workshop Resiliensi Industri Pariwisata yang bertujuan memperkuat daya tahan serta kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan pariwisata daerah di Gran Kangen Hotel, Kamis (23/10).
Kegiatan ini dihadiri oleh Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Yogyakarta, Patricia Heni Dian Anitasari, Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Kota Yogyakarta, Agustin Wijayanti yang mewakili Kepala Bappeda Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono dan para narasumber yang berkompeten dibidangnya.
Dalam sambutannya, Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Yogyakarta, Patricia Heni Dian Anitasari mengungkapkan, selama tiga tahun berturut-turut, sejak tahun 2022 hingga 2024, Kota Yogyakarta dinobatkan sebagai destinasi wisata paling favorit di Indonesia oleh wisatawan nusantara.
Tidak hanya wisatawan domestik saja, berdasarkan data GoodStats, Yogyakarta juga menempati posisi teratas dalam daftar destinasi favorit wisatawan mancanegara Capaian ini tidak sekadar prestasi simbolis, melainkan berdampak nyata terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Dimana Pariwisata Yogyakarta terbukti menjadi salah satu penopang utama kesejahteraan masyarakat, penggerak UMKM, penghidup seniman lokal, dan jembatan promosi budaya ke dunia internasional. “Pariwisata bukan sekadar hiburan atau industri musiman. Pariwisata adalah urat nadi perekonomian dan penggerak kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Namun, penurunan jumlah tamu dan efisiensi anggaran pemerintah menjadi salah satu sorotan utama yang sedang dihadapi. Selain itu, Heni juga menyoroti kondisi kampung wisata yang menjadi ciri khas Kota Yogyakarta. Dari sekitar 27 kampung wisata yang telah terbentuk, hanya sekitar separuh yang benar-benar aktif. Banyak diantaranya baru sebatas papan nama tanpa aktivitas nyata.
“Saya membayangkan Jogja seperti Bali. Di mana pun wisatawan datang, selalu ada kehidupan budaya. Jogja punya potensi itu tinggal bagaimana kita menghidupkannya kembali,” tegasnya.
Untuk itu, Ia mengajak seluruh pelaku industri wisata, akademisi, komunitas, dan OPD untuk bergandeng tangan melalui Segoro Amarto yakni semangat gotong royong agawe majune Ngayogyakarta.
Kolaborasi ini diharapkan dapat membangkitkan kembali kehidupan kampung wisata, melibatkan seniman, serta memperkuat promosi melalui media dan teknologi digital.
“Kalau Jogja nyaman, wisatawan akan tinggal lebih lama. Mari kita bersama menciptakan Jogja yang selalu dirindukan,” katanya.

Dalam sambutannya, Agustin mengungkapkan, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi kini menjadi faktor penting dalam pengembangan pariwisata. Tak hanya sebatas sarana promosi, tetapi juga sebagai daya tarik tersendiri yang memperkaya pengalaman wisatawan.
“Kreasi kegiatan wisata tidak lagi terbatas pada selebrasi budaya dan pertunjukan seni, tapi juga mencakup olahraga, pertemuan, perjalanan insentif, konvensi, hingga pameran. Kita perlu semakin kreatif dalam menjamu wisatawan di Kota Yogyakarta,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu narasumber, yang merupakan pakar pariwisata dari Universitas Gadjah Mada, Hendrie Adji Kusworo mengatakan, tantangan yang dihadapi industri pariwisata Yogyakarta bersifat kompleks, namun tetap memiliki berbagai opsi solusi.
“Perlunya peningkatan resiliensi (kelentingan) sektor pariwisata melalui pendekatan konseptual dan strategis yang berbasis pada sistem adaptif kompleks (Complex Adaptive System – CAS),” katanya.
Hendrie juga memaparkan, ketidakseimbangan antara elemen dalam ekosistem destinasi Yogyakarta seperti antara sektor kuliner dan akomodasi menunjukkan pentingnya membangun kembali keterpaduan paket wisata agar wisatawan tidak hanya datang untuk kuliner, tetapi juga menginap dan berkontribusi lebih besar pada ekonomi daerah.
Ia menawarkan tiga strategi utama untuk memperkuat resiliensi pariwisata yakni Bottom-Up Resilience, memberdayakan individu dan pelaku usaha (terutama UMKM) melalui pelatihan keterampilan ganda dan digitalisasi. Kedua Middle-Out Resilience, membangun platform kolaboratif lintas sektor seperti hotel, transportasi, pemandu wisata, dan pengrajin guna menciptakan paket wisata terintegrasi dan memperkuat arus informasi.
“Terakhir Top-Down Enabling, kami berharap pemerintah berperan aktif sebagai fasilitator yang insentif untuk mendorong kolaborasi dan inovasi, bukan sekadar pengontrol,” ungkapnya.



