Jakarta,REDAKSI17.COM – Presiden Prabowo Subianto menorehkan langkah diplomasi yang tak biasa kala bersua dengan Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva di Istana Merdeka, Kamis (23/10/2025). Dia berencana menjadikan bahasa Portugis sebagai salah satu prioritas dalam sistem pendidikan Indonesia.
Terkait hal itu, pendidik sekaligus Sejarawan, Sumardiansyah Perdana Kusuma, menilai kebijakan tersebut perlu dikaji lebih mendalam agar tidak sekadar menjadi basa-basi politik.
“Jadi melihat keinginan Prabowo dalam pidatonya tidak bisa diterima secara leterlek, konteksnya basa-basi politik, untuk memperkuat hubungan diplomasi,” ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Senin 27 Oktober 2025.
Sumardiansyah mengatakan, keinginan Prabowo ini perlu dipahami dalam dua konteks, yaitu konteks kebijakan pendidikan dan konteks diplomasi antarbangsa.
Dalam konteks kebijakan, kata dia, hal ini bukan hanya sebatas penambahan mata pelajaran baru. Ia menilai, ide menjadikan bahasa Portugis sebagai kurikulum wajib membutuhkan pertimbangan menyeluruh, mulai dari aspek kurikulum, bahan ajar, hingga kesiapan sumber daya pengajar yang menguasai bahasa Portugis.
“Kalau Portugis dijadikan kurikulum wajib perlu ada kajian menyangkut kurikulum, bahan ajar dan sumber daya pengajar yang menguasai bahasa Portugis. Ini dari sisi kebijakan,” kata Sumardiansyah.
“Ini kan sebenarnya kepentingan politik untuk memperkuat hubungan diplomasi. Sama hal nya seperti menguasai bahasa Tiongkok untuk kepentingan ekonomi, bahasa Arab karna mayoritas orang Indonesia adalah Muslim,” tambahnya.
Pahami Niat Prabowo
Di sisi lain, Sumardiansyah memahami keinginan Presiden parabowo menjadikan bahasa Portugis sebagai bahan pembelajaran bukan hanya sekedar urusan diplomasi bahasa.
Menurutnya, Presiden Prabowo ingin mendorong generasi muda Indonesia agar dapat menjadi poliglot, menguasai lebih dari dua bahasa asing sebagai bentuk kesiapan dalam menghadapi era global.
Lebih lanjut, Sumardiansyah menegaskan, pidato Prabowo bisa dipahami secara holistik untuk memperkuat jurusan bahasa di Indonesia. Ia menilai, penguasaan bahasa asing telah membuka banyak peluang bagi mahasiswa Indonesia untuk memperoleh beasiswa di luar negeri.
Sejauh ini Sumardiansyah melihat jurusan bahasa di SMA masih termarginalkan dalam sistem pendidikan nasional, masih kalah populer dibandingkan jurusan IPA dan IPS.
“Banyak orang Indonesia dapat beasiswa di luar negri dan syarat utamanya kan harus bisa berbahasa negara itu, misalnya negara yang berbahasa Portugis seperti Brazil atau Portugal” terang dia.
Sumardiansyah juga menjelaskan bahwa penerapan bahasa Portugis sebaiknya tidak dilakukan secara menyeluruh di Indonesia, namun selektif, sesuai dengan daerah yang relevan sejarah dan budayanya.
“Sebaiknya bahasa Portugis tidak diterapkan seluruhnya (di Indonesia) tapi dipilah dan dipilih. Sejarah panjang Portugis pernah menjajah daerah Indonesia Timur, bahasa Portugis relevan di sana seperti bahasa Tetum di Atambua,” jelasnya.
Rekonsiliasi Historis
Dari sisi Sejarah, lanjutnya, Portugis memiliki pengaruh besar di wilayah Timur Nusantara seperti Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
Bahkan, jejak budaya Portugis masih terlihat di Jakarta, khususnya di Kampung Tugu, dimana keturunan Portugis (kaum Mardjikers) yang beragama Katolik dahulu dibebaskan dari perbudakan oleh pihak Belanda yang beragama Protestan.
Menurutnya, relevansi bahasa Portugis di Indonesia dapat dikembangkan secara kurikuler di wilayah yang memiliki keterkaitan sejarah dan budaya dengan Portugis. Namun, ia menekankan bahwa unsur paling penting dalam implementasinya adalah kesiapan guru, bahan ajar, dan kurikulum yang tepat.
“Sebaiknya bahasa Portugis diajarkan di daerah yang punya keterkaitan dengan Portugis. Sistemnya bisa dengan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Yang penting adalah kesiapan guru, bahan ajar, dan kurikulum,” paparnya.
Selain memperkuat diplomasi, gagasan ini juga dapat menjadi sarana rekonsiliasi historis antara Portugis dan Indonesia, karena keduanya memiliki akar sejarah yang panjang sebagai penjajah dan terjajah.
“Hubungan sejarah panjang antara Portugis dan Indonesia yang disertai silang budaya dapat menjadi sarana rekonsiliasi historis dan diplomasi kebudayaan antar bangsa untuk membangun relevansi dalam menjalin hubungan diplomatik di masa sekarang,” tutup Sumardiansyah.





