Putih, tipis, dan mudah kusut adalah bagian dari ciri tekstur jenis kertas menyerap air yang fungsinya di butuhkan semua orang untuk membersihkan sisa makanan ataupun keringat. Ya, ciri itu semua tergambarkan pada sebuah benda yang semua orang pernah menggunakannya.
Pasti saat mendengar kata benda putih tipis ini pasti yang terlintas di benak kita adalah tisu. Barang ini selain ada di hampir semua rumah, juga wajib di jumpai di empat makan, warung kopi, serta di beberapa tempat layanan umum, seperti kamar mandi dan tempat lainnya.
Ya, tisu adalah sejenis kertas selampai yang ringan dan tipis, sangat multifungsi untuk berbagai keperluan, mulai dari tisu wajah, tisu toilet, hingga tisu higienis dan pembungkus.
Sekarang ini, tisu telah menjadi barang yang umum ditemui di pasar dan supermarket, dengan harga yang terjangkau serta praktis penggunaannya, menjadikannya lebih populer daripada penggunaan kain atau bahan serupa.
Umumnya, bahan dasar pembuatan tisu sama dengan kertas, menggunakan serat atau bubur kayu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya kesadaran akan lingkungan, produksi tisu kini semakin menuju ke arah yang ramah lingkungan.
Banyak merek tisu yang melakukan inovasi baru termasuk dalam varian penggunaannya, menyesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan konsumen, sangat inovatif sekali bukan ?
Lalu, pernahkah kamu ketahui bahwa sebelum tisu menjadi pilihan utama, fakta sejarah di masa lalu, bahwa manusia menggunakan berbagai bahan alamiah untuk keperluan membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil.
Bahan-bahan seperti batu, kayu, daun, kulit kerang, bahkan kulit jagung, digunakan untuk tujuan tersebut. Contoh sejarah yang menarik adalah praktek bangsa Romawi yang menggunakan spons yang ditempatkan di ujung tongkat dan direndam dalam air garam.
Sementara di Barat, penduduknya biasa menggunakan kertas bacaan atau jerami sebagai pengganti air saat melakukan buang air. Pada abad ke-14, bangsa China menjadi pionir menggunakan tisu untuk keperluan toilet, meski pada saat itu ukurannya masih sangat kecil, hanya sekitar 3 inci.
Namun, tisu pada masa itu belum diproduksi dalam bentuk gulungan atau kemasan seperti yang kita kenal sekarang. Mereka dirancang agar bisa terurai dalam air tanpa menyumbat saluran limbah.
Lambat laun, perkembangan signifikan dalam sejarah tisu terjadi pada tahun 1857 ketika seorang pengusaha Amerika, Joseph Gayetty, memperkenalkan tisu sebagai produk komersial yang dijual seharga 0,5 USD per bungkus berisi 500 lembar.
Hal yang menarik, nama pembuat tisu tersebut dicantumkan pada setiap lembar tisu yang diproduksinya. Namun, pada saat itu, harga tisu masih sangat mahal sehingga hanya dapat dimiliki oleh kalangan menengah ke atas, menciptakan perbedaan kelas di masyarakat.
Pada tahun 1879, Scott Paper Company didirikan oleh kakak beradik, Edward dan Clarence Scott, yang mulai memproduksi tisu dalam bentuk gulungan menggunakan bahan baku kulit kayu yang didapat dari hasil penebangan pohon di hutan, kemudian diubah menjadi bubur kertas atau paper pact. Hal ini memberikan kemudahan penggunaan tisu dan menjadi tonggak penting dalam popularitasnya di masyarakat.
Tentunya, Tisu juga memiliki dampak negatif. Walau tisu telah menjadi salah satu benda yang sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkannya.
Salah satu dampak utama adalah terkait dengan lingkungan. Produksi tisu melibatkan penebangan pohon untuk bahan baku, yang dapat menyebabkan deforestasi dan kerusakan habitat satwa liar. Selain itu, proses pembuatan tisu juga memerlukan penggunaan air, energi, dan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan jika tidak diolah dengan benar.
Kemudian, limbah dari tisu yang digunakan juga dapat menjadi masalah lingkungan jika tidak didaur ulang dengan baik. Selain dampak lingkungan, penggunaan tisu dalam jumlah yang besar juga dapat berdampak pada kesehatan manusia.
Beberapa tisu mungkin mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan iritasi kulit atau masalah pernapasan jika digunakan secara berlebihan atau jika terkontaminasi dengan zat berbahaya lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pengguna tisu untuk mempertimbangkan penggunaannya dengan bijak dan memilih produk yang ramah lingkungan serta aman bagi kesehatan.
Selain itu, mendukung praktik daur ulang dan penggunaan tisu yang dapat terurai secara alami juga merupakan langkah-langkah yang dapat membantu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan tisu.
Seberapa sering kamu menggunakan tisu? Maka sebaiknya, apapun yang kita gunakan, apalagi yang berbahan dasar dari alam, maka sepatutnya kita gunakan sebaik-baiknya, tidak berlebihan yang membuat mubazir tentunya.
Kami adalah penyedia alat kesehatan dan alat laboratorium,info lanjut hub 087849378899





