Yogyakarta (13/11/2025)REDAKSI17.COM — Pemda DIY terus memperkuat peran Tuwanggana sebagai mitra strategis Kalurahan melalui dukungan fasilitasi dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Upaya tersebut diwujudkan melalui pengukuhan Pirukunan Tuwanggana masa bakti 2025–2030 oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (13/11).
Sebagai bentuk dukungan nyata, Pemda DIY melalui Dinas PMK Dukcapil menyediakan hibah tahunan sebesar Rp225 juta untuk mendukung pelaksanaan tugas Pirukunan Tuwanggana di seluruh DIY. Fasilitasi ini diharapkan dapat memperkuat peran Tuwanggana dalam menjalankan fungsi koordinasi, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat di tingkat Kalurahan hingga Kabupaten/Kota.

Pirukunan Tuwanggana bertugas mengoordinasikan kegiatan Tuwanggana dari tingkat Kalurahan dan Kelurahan hingga Kabupaten/Kota. Melalui wadah ini, seluruh jejaring Tuwanggana diharapkan dapat bekerja secara selaras, kompak, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Sri Sultan menegaskan, dalam penyelenggaraan pemerintahan modern, Tuwanggana harus memiliki wawasan adaptif dan daya tahan tinggi. Karena itu, lembaga ini dituntut mampu berpikir melampaui kebiasaan, melakukan lompatan pemikiran nonlinier, dan bertindak out of the box.
“Peran Pirukunan Tuwanggana sangat strategis, yaitu mengoordinasikan seluruh Tuwanggana di tingkat Kalurahan dan Kelurahan, Kapanewon dan Kemantren, hingga Kabupaten dan Kota agar dapat bekerja selaras dan bersemangat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pirukunan Tuwanggana menjadi titik keseimbangan dalam jejaring sosial masyarakat,” papar Sri Sultan.
Keberhasilan Tuwanggana, lanjut Sri Sultan, tidak diukur dari banyaknya kegiatan yang dilaksanakan. Keberhasilan diukur dari kedalaman dampaknya dan manfaatnya bagi masyarakat, seperti peningkatan kemandirian sosial, ekonomi, dan kebudayaan lokal.

“Tuwanggana adalah pilar menuju cita-cita untuk ikut menentukan arah pembangunan, mendayagunakan potensi, serta menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan kebudayaan,” ujar Sri Sultan.
Sri Sultan juga menekankan agar Pirukunan Tuwanggana mampu menjadi pengikat dan penjaga semangat kolektif, dengan terus menyalurkan energi positif serta menjaga hubungan harmonis dengan Lurah dan perangkat pemerintahan lainnya. “Saat ini bukan lagi waktu untuk bersaing, melainkan bersinergi. Dalam ekosistem sosial, sinergi selalu lebih bernilai daripada kemenangan, dan harmoni akan selalu lebih abadi daripada kekuasaan,” tegas Sri Sultan.
Sementara itu, Kepala Dinas PMK Dukcapil DIY KPH Yudanegara menyampaikan, Ketua Pirukunan Tuwanggana DIY telah dikukuhkan dengan KPH Notonegoro sebagai Ketua. Ia menjelaskan, sesuai Pergub DIY Nomor 12 Tahun 2025, Tuwanggana merupakan mitra Kalurahan yang berperan menyerap aspirasi masyarakat serta melakukan pembinaan dan pengawasan di tingkat Kalurahan, Kabupaten/Kota, hingga Pemda DIY.
“Kalau di Kalurahan ada Nayantaka, maka Tuwanggana ini adalah mitranya. Sifatnya menyerap aspirasi yang disampaikan ke Kalurahan dan juga melakukan pembinaan serta pengawasan di tingkat Kalurahan, Kabupaten, dan Pemda DIY,” jelasnya.
Ketua Pirukunan Tuwanggana DIY, KPH Notonegoro, menambahkan bahwa istilah Tuwanggana mulai digunakan pada tahun 2025 ini. Sebelumnya lembaga tersebut bernama LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan), dan sebelum itu dikenal dengan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
KPH Notonegoro yang kini memasuki periode kedua kepemimpinannya mengungkapkan, pada periode pertama pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah permasalahan, salah satunya terkait regulasi.
“Yang saya coba atasi di periode pertama itu adalah permasalahan regulasi. Nah sekarang, dengan keluarnya Pergub ini tentu saja dibantu oleh Dimas KPH Yudanegara, permasalahan regulasi ini kemungkinan besar sudah bisa teratasi,” ungkapnya.
Tahap berikutnya, menurut KPH Notonegoro, adalah memperkuat kapasitas Tuwanggana di setiap desa. Ia menilai, kapasitas Tuwanggana di tiap wilayah berbeda-beda.

“Ada yang sangat maju sekali. Jadi nanti teman-teman mungkin bisa melihat ada desa-desa yang memiliki Tuwanggana yang sangat maju. Tapi ada juga desa-desa yang Tuwanggana-nya masih bisa ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Target utama lima tahun ke depan adalah mewujudkan equalisasi dan equity antar-Tuwanggana agar tidak terjadi kesenjangan antar-Kalurahan. Ia berharap, Tuwanggana bisa saling berbagi pengalaman dan pembelajaran supaya terjadi pertukaran pengetahuan, sehingga ketimpangan antar-Kalurahan dapat teratasi.
Terkait pengelolaan tanah kas desa, KPH Notonegoro menegaskan bahwa Tuwanggana tidak memiliki kewenangan langsung dalam pengawasan. “Kalau tanah kas desa itu tidak ada kewenangan dari Tuwanggana. Cuma biasanya kalau penggunaannya dikelola oleh warga sendiri, yang bergerak itu bisa jadi Tuwanggana, misalnya dalam bentuk usaha atau kegiatan sosial. Tapi tidak dalam fungsi pengawasan,” jelasnya.
Saat ini, Tuwanggana telah terbentuk di seluruh Kalurahan di DIY. “Di setiap Kalurahan sudah ada Tuwanggana-nya, sudah terbentuk semuanya,” pungkas KPH Notonegoro.
Humas Pemda DIY



