Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta terus berinovasi menekan angka stunting melalui pendekatan budaya lokal. Salah satunya dengan menggelar kegiatan Pendampingan dan Fasilitasi bagi Ibu Hamil dan Pasca Salin melalui Kearifan Budaya Lokal “Mitoni”, yang berlangsung di Grha Pandawa, Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Kamis (13/11).
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menyampaikan apresiasi atas upaya Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta dalam mengemas edukasi kesehatan dalam bentuk tradisi lokal yang sarat nilai budaya.
“Kegiatan seperti ini seharusnya bisa menjadi lebih besar. Selain menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya. Prosesi Mitoni ini menarik bukan hanya bagi tamu undangan, tetapi juga bisa menghadirkan masyarakat dan wisatawan untuk menyaksikan sekaligus mendapatkan edukasi tentang pentingnya penanganan stunting,” tutur Wawan.
Wawan menekankan pentingnya mengubah mindset dalam menurunkan angka stunting. Menurutnya, persoalan stunting tidak hanya soal gizi, tetapi juga berkaitan dengan kesiapan dan kesadaran sejak masa pranikah.
“Kalau orang yang akan menikah sudah punya kesadaran untuk mempersiapkan kehidupan dengan baik, saya yakin stunting tidak akan terjadi di Yogyakarta. Tapi tentu pendekatannya harus sedikit berbeda, harus out of the box,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelibatan berbagai pihak termasuk kader, tenaga kesehatan, dan perangkat daerah menjadi kunci penting. Seluruh kekuatan yang ada perlu dijahit menjadi satu kesatuan gerak yang solid.

Pendampingan dan Fasilitasi bagi Ibu Hamil dan Pasca Salin melalui Kearifan Budaya Lokal Mitoni
“Teman-teman OPD di Kota ini sudah cukup kompak. Tinggal bagaimana kita menjahit semua kekuatan itu jadi satu power. Supaya upaya pengendalian stunting ini benar-benar terukur dan terasa dampaknya,” terang Wawan.
Tak hanya memberikan arahan, Wawan juga turut berpartisipasi langsung dalam prosesi mitoni. Ia memimpin salah satu bagian upacara, yaitu meracik air dari tujuh sumur yang telah disiapkan, kemudian menyiramkan air tersebut kepada ibu hamil sebagai simbol doa keselamatan dan kesejahteraan bagi ibu dan calon bayi.

Wakil Wali Kota Yogya, Wawan Harmawan berpartisipasi dalam prosesi Mitoni
Usai pertunjukan kesenian tradisional Mitoni, dilanjutkan dengan talkshow yang menghadirkan dua narasumber, yaitu budayawan Dhani Dananjaya yang mengulas makna budaya Mitoni serta dr. Fauzan Achmad Maliki, spesialis obstetri dan ginekologi, yang membawakan materi Kehamilan & Pasca Persalinan yang Sehat untuk Pencegahan Stunting.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menjelaskan bahwa kegiatan ini mengintegrasikan nilai-nilai budaya Mitoni dengan edukasi kesehatan ibu dan anak, sekaligus memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam percepatan penurunan stunting di Kota Yogyakarta.
“Kegiatan pagi ini adalah kolaborasi budaya dan program pemerintah dalam rangka menurunkan angka stunting di Kota Yogyakarta. Berdasarkan data survei Kemenkes tahun 2024, angka stunting di Kota Yogyakarta masih 14,8 persen, namun data e-PPGBM dari Dinas Kesehatan per Oktober 2025 menunjukkan penurunan menjadi 9,7 persen,” ujar Retnaningtyas.
Menurutnya, masa kehamilan merupakan periode emas untuk mencegah stunting. Status gizi dan kesehatan ibu secara langsung mempengaruhi tumbuh kembang janin. Karena itu, diperlukan pendampingan yang berkesinambungan sejak masa pranikah hingga pasca persalinan.
“Salah satu faktor risiko utama stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi selama hamil dan menyusui, rendahnya pemeriksaan kehamilan, serta minimnya dukungan keluarga. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, peran keluarga dan lingkungan sangat penting,” imbuhnya.

Kegiatan sosialisasi diikuti oleh masyarakat umum
Lebih lanjut, Retnaningtyas menegaskan bahwa tradisi Mitoni tidak hanya sekadar ritual budaya, tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan edukasi kesehatan.
“Kalau edukasi hanya lewat selebaran atau media sosial, kadang kurang menarik. Karena itu, kami mencoba menggunakan adat tradisi yang korelasinya sangat erat dengan Mitoni. Budaya ini mengajarkan bagaimana ibu hamil harus dijaga kesehatannya, mendapat dukungan keluarga, dan memastikan bayi lahir sehat,” jelasnya.
Retnaningtyas juga membeberkan bahwa saat ini terdapat 495 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kota Yogyakarta yang aktif mendampingi calon pengantin, ibu hamil, hingga anak balita. Dengan dukungan lintas sektor, ia optimis angka stunting turun di bawah 5 persen.
“Target ini memang ambisius, tetapi kami yakin bisa tercapai. Kami berkolaborasi dengan TP PKK, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, dan seluruh stakeholder. Selain kegiatan edukasi seperti Mitoni, intervensi gizi juga kami lakukan, termasuk pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK dan balita berisiko stunting,” tambahnya.
Senada dengan hal tersebut, dr. Fauzan Achmad Maliki menyebut bahwa seluruh prosesi dalam tradisi Mitoni memiliki makna mendalam yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan ibu serta bayi. Selain itu juga tersimpan pesan edukatif tentang pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil, baik secara fisik maupun gizi.
“Dari sisi gizi, ibu hamil harus mengonsumsi makanan bergizi seimbang karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Jangan hanya nasi dan lauk saja. Kemudian, wajib mengkonsumsi tablet tambah darah karena anemia merupakan salah satu penyebab risiko stunting. Gizi seimbang itu esensial,” terang dr. Fauzan.
Ia mencontohkan, dalam tradisi Mitoni terdapat sajian seperti dawet, rujak, dan tumpeng yang sebenarnya menggambarkan konsep edukasi gizi seimbang.
“Tumpeng itu terdiri dari sayuran dan sumber protein. Rujak yang isinya buah-buahan. Jadi sebenarnya, di balik ritual Mitoni ada nilai-nilai edukasi gizi yang luar biasa. Budaya ternyata bisa berkolaborasi erat dengan dunia kesehatan untuk menyiapkan generasi yang sehat,” ujarnya.


