Kulon Progo,REDAKSI17.COM – Pemda DIY mendorong percepatan akses keuangan dan peningkatan ekonomi masyarakat di era digital, Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) DIY akan menggelar kegiatan puncak bertajuk “Panen Raya Cabai Pesisir Implementasi Program Desa EKI” di Kulon Progo. (13/11/2025)
Acara ini merupakan Kolaborasi OJK DIY, Pemda DIY, Bank BPD DIY dan Pemkab Kulon Progo menjadi bukti wujud konkret dari peran strategis TPAKD yang berfokus pada percepatan akses keuangan seluas-luasnya bagi masyarakat dan UMKM. TPAKD juga secara intensif berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, mengoordinasikan aliansi strategis lintas sektor, menggali potensi ekonomi daerah, dan mengoptimalkan pendanaan produktif untuk sektor riil.
Kegiatan panen raya ini adalah tindak lanjut dari implementasi Program Kerja TPAKD DIY Tahun 2025, khususnya Program Pengembangan Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di Wilayah Perdesaan yang sukses dilaksanakan di Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur. Program EKI sendiri, yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bertujuan utama meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap layanan keuangan formal yang aman dan terjangkau. Melalui EKI, masyarakat didorong untuk memanfaatkan layanan dasar seperti tabungan dan kredit produktif, serta mengadopsi solusi digital seperti QRIS untuk mempermudah transaksi di desa.
Panen Raya Cabai Pesisir ini menjadi ajang penting dengan menghadirkan narasumber utama yang akan menyampaikan perspektif dan komitmen, yakni Dr. Muhammad Agung Sanusi,. S.P. M.Sc., Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Dirjen Holtikultura, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Eko Yulianto, Kepala OJK DIY, Drs. Tri Saktiyana, M.Si., Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, dr. Sri Budi Utami, M.Kes., Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Kulon Progo, Santosa Rohmad Direktur Utama BPD DIY dan Nur Afan Dwi Saputro, Kepala cabang BPD DIY Wates.
Kegiatan juga dihadiri oleh Perwakilan Kantor Bank Indonesia Yogyakarta, Perwakilan OPD Terkait dari Pemda DIY dan Pemkab Kulon Progo, Forkompinkap, Lurah Banaran, Kelompok Tani dan masyarakat umum.Suasana meriah dan interaktif, dipandu oleh MC kondang Alit Jabang Bayi, serta dihangatkan oleh alunan Live Musik Keroncong. Puncak acara adalah Petik Cabai Bersama yang diikuti oleh seluruh tamu undangan, menjadi simbolis keberhasilan panen hasil program Ekosistem Keuangan Inklusif di wilayah pesisir.
Kepala BPD DIY Cabang Wates, Nur Afan Dwi Saputro, menyampaikan bahwa pelaksanaan Program Desa Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) dilakukan Kalurahan Banaran. “Pemilihan Kalurahan Banaran sebagai percontohan desa EKI ini merupakan pilihan yang sangat tepat karena potensi ekonominya besar, dari kurang lebih 5.753 orang penduduk Banaran berprofesi sebagai petani, nelayan dan wiraswasta, bahkan lebih dari 20% penduduknya merupakan petani dan nelayan, menunjukkan sektor agraris dan maritim yang kuat”, ujarnya.
Lebih lanjut Nur Afan menyampaikan bahwa rangkaian kegiatan program Desa EKI ini telah dimulai sejak 24 April 2025. Tahap awal kegiatan ini melibatkan koordinasi penting dengan berbagai pihak, termasuk OJK DIY, Biro Perekonomian dan SDA DIY, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, serta pihak Kalurahan Banaran beserta tokoh petani setempat. “Koordinasi dilanjutkan dengan sosialisasi program Desa EKI yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 2025 yang dihadiri oleh 90 orang peserta, terdiri dari pengusaha UMKM dan petani. Sosialisasi ini menghadirkan narasumber dari berbagai instansi, yaitu OJK DIY, Biro Perekonomian dan SDA DIY, Bank BPD DIY, serta Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Kulon Progo, hal ini berlanjut dengan 6 kali sosialisasi intensif tentang literasi keuangan” jelasnya.
Eko Yulianto selaku Kepala OJK DIY menekankan bahwa acara ini merupakan hasil kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak penting, yaitu Pemerintah Daerah DIY, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, serta Bank BPD DIY.
Pentingnya Ketahanan Ekonomi dan Inklusi Keuangan. Sebagaimana diketahui bersama, Pemerintah terus berupaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Upaya menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif tidak hanya bergantung pada kebijakan makro, tetapi juga pada kemampuan seluruh masyarakat untuk mengakses layanan keuangan secara merata, baik di perkotaan maupun pedesaan. Akses keuangan yang merata di pedesaan menjadi sangat penting untuk: Mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Namun, beliau juga menyoroti adanya beberapa keterbatasan dalam upaya mendukung peningkatan akses keuangan di wilayah pedesaan, di antaranya: Keterbatasan infrastruktur, tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih rendah, kendala geografis dan kendala-kendala lainnya.
“Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, telah disusun dan diluncurkan berbagai program inisiatif, yaitu Program Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor) program ini melibatkan agen-agen tepercaya, seperti pemilik toko atau individu, untuk mewakili bank dan menyediakan layanan perbankan dasar. Layanan ini mencakup: Menerima setoran dan tarik tunai, melakukan transfer, mengajuan kredit mikro, semua layanan ini dapat diakses tanpa perlu datang ke kantor bank secara fisik.
Ia melanjutkan. “Program Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) adalah inisiatif yang bertujuan untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal secara inklusif, aman, dan terjangkau, terutama di daerah pedesaan. Diinisiasi oleh OJK, program ini melibatkan pemerintah daerah, perbankan, asuransi, pasar modal, dan komunitas”.
Tujuannya adalah memberdayakan masyarakat melalui literasi keuangan, penyaluran kredit, pembukaan rekening, dan pendampingan.
Diharapkan program ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkan ekonomi lokal dengan mengoptimalkan potensi yang ada.
Program ini mendorong Badan Usaha Milik Desa/Kalurahan (BUMDes/BUMKal) untuk menjadi katalisator dalam mendorong akses keuangan di tingkat desa, dengan tema bisnis yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Pungkasnya.
Membacakan sambutan Bupati Kulon Progo, Sri Budi Utami menyampaikan selamat datang dan ucapan terima kasih kepada seluruh tamu undangan, khususnya kepada perwakilan dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, serta seluruh lembaga yang telah berkontribusi dalam menyukseskan program ini.
Beliau menjelaskan bahwa kegiatan hari ini merupakan bagian penting dari implementasi Program Kerja Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) DIY Tahun 2025, dengan fokus utama pada pengembangan Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di wilayah pedesaan. Program ini adalah wujud nyata komitmen untuk mendorong percepatan akses keuangan yang merata dan berkelanjutan, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat di era digital.
Program EKI, yang diinisiasi oleh OJK, bertujuan membuka akses masyarakat pedesaan terhadap layanan keuangan formal yang aman, terjangkau, dan mudah dijangkau. Melalui program ini, masyarakat diberikan edukasi keuangan, pendampingan usaha, serta akses langsung terhadap produk keuangan seperti tabungan, kredit usaha, hingga layanan digital ( QRIS, mobile banking , dan aplikasi KUR digital).
Kalurahan Banaran dipilih sebagai lokasi pelaksanaan program bukan tanpa alas an, w ilayah pesisir Galur ini memiliki potensi pertanian hortikultura yang luar biasa, khususnya komoditas cabai, yang menjadi penopang utama ekonomi masyarakat dan daerah.
“Melalui kegiatan panen raya cabai pesisir ini, kita tidak hanya bersyukur atas hasil bumi yang melimpah, tetapi juga bersyukur atas sinergi antara petani, pemerintah, perbankan, dan lembaga keuangan dalam membangun kemandirian ekonomi desa,” tegasnya.
Sri Budi Utami secara khusus mengapresiasi inovasi digitalisasi pasar lelang cabai di Banaran, di mana sistem transaksi kini dapat dilakukan menggunakan QR Code (QRIS ). Inovasi ini adalah bentuk nyata transformasi digital pertanian yang mempermudah transaksi, meningkatkan transparansi harga, dan memperkuat inklusi keuangan bagi petani. Langkah ini juga sejalan dengan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT).
Menutup sambutannya, Bupati Kulon Progo menegaskan bahwa pembangunan ekonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kekuatan desa. Ketika desa maju, maka daerah akan kuat; dan ketika petani sejahtera, maka ekonomi daerah akan tumbuh dengan kokoh. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo berkomitmen untuk memperkuat program pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal, dengan harapan implementasi Desa EKI di Banaran ini dapat menjadi model percontohan bagi desa-desa lain di Kulon Progo, bahkan di wilayah DIY, demi mewujudkan masyarakat yang melek keuangan, produktif, dan berdaya saing digital.
Tri Saktiyana memulai sambutannya dengan menyampaikan pemahaman filosofis mengenai nilai uang. Beliau menjelaskan bahwa uang memiliki dua nilai: sebagai benda mati secara fisik, tetapi juga memiliki nilai hidup secara nominal.
Menurutnya, ketidaktahuan petani terhadap nilai uang yang “bisa hidup” inilah yang terkadang membuat kerja keras mereka terasa kurang optimal. Upaya para petani yang bekerja keras setiap hari di sawah, bisa menjadi kurang dihargai atau bahkan hilang nilainya karena ketidakpahaman tersebut.
“Karena ketidaktahuan terhadap nilai uang yang bisa mati dan bisa hidup, khususnya tentang uang yang bisa hidup, itu kadang-kadang kerja keras petani… gara-gara tidak tahu uang yang bisa hidup tadi. Pertama mungkin kurang dihargai, sesuai dengan pekerjaannya.”
Beliau menambahkan bahwa uang juga memiliki risiko hilang. Tidak hanya hilang secara fisik, tetapi juga hilang nilainya (purchasing power). Oleh karena itu, penting sekali agar seluruh petani sadar dan lebih paham tentang nilai uang.
Tri Saktiyana kemudian menyoroti dinamika harga komoditas pertanian. Beliau secara spesifik mengambil contoh harga cabai:
“Kalau soal harga cabai, Bapak, biasanya itu kan bisa naik, bisa turun, dan naik turunnya harga cabai itu lebih dinamis dibanding harga saham.”
Apabila tidak ada pemahaman yang memadai tentang bagaimana mengelola nilai uang, baik saat ini maupun nanti—terutama perbedaan antara saat panen raya (harga cenderung turun) dan saat tidak panen raya (harga cenderung naik)—maka hal ini dapat menyebabkan kerja keras para petani menjadi kurang bermanfaat karena nilai riil yang mereka terima bisa turun atau naik secara ekstrem. Pungkasnya
Agung Sanusi menyampaikan rasa bangga dan terima kasih yang besar kepada OJK DIY, Pemerintah Daerah DIY, Bank BPD DIY, dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang telah menginisiasi terselenggaranya kegiatan ini.
Beliau berharap kegiatan ini akan semakin memperkuat upaya mitigasi terkait dengan stabilisasi harga dan pasokan, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, poin terpenting dari kegiatan ini adalah bagaimana mempermudah akses permodalan guna mempercepat akses keuangan dan meningkatkan ekonomi masyarakat di era digital.
Agung Sanusi menegaskan bahwa ancaman kerawanan pangan global saat ini bukan lagi sekadar isu. Dampak perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi negara kita. Beliau mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang memengaruhi pengendalian inflasi, yaitu: Ketersediaan benih unggul, Alih fungsi lahan, keterbatasan infrastruktur irigasi, penyesuaian teknologi budidaya dan pasca panen.
Namun, beliau juga memberikan kabar baik mengenai komoditas cabai. Produksi tahunan cabai nasional telah melampaui kebutuhan dan tidak ada lagi isu kekurangan untuk cabai segar. Produksi cabai nasional sesuai Angka Tetap (ATAP) tahun 2024 mencapai 3,04 juta ton. Luas panen mencapai 3.084 hektar. Kebutuhan nasional khusus untuk cabai adalah sebesar 2,7 juta ton.
Secara spesifik untuk DIY, berdasarkan catatan Survei Pertanian Hortikultura Tanaman Semusim (SPH-BTS) Susenas 2024, total produksi cabai DIY mencapai 77.488 ton, terdiri dari cabai rawit merah 29.084 ton, cabai keriting 45.395 ton, dan cabai besar 2.999 ton dengan luas tanam 5.083 hektar, Kebutuhan rata-rata DIY hanya 41.716 ton per tahun, dengan data tersebut, DIY mengalami surplus cabai sebesar 35.765 ton.
Ia menegaskan bahwa DIY kini menjadi salah satu pemasok utama cabai di wilayah Jabodetabek, menunjukkan peran strategis sektor pertanian DIY dalam ketahanan pangan nasional.




