Wates,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menegaskan kembali komitmennya dalam melindungi warganya yang bekerja di luar negeri, terutama terkait meningkatnya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Komitmen tersebut disampaikan dalam audiensi antara Lurah Sindutan, R. Sumarwanto, dan Bupati Kulon Progo, Drs. R. Agung Setyawan, S.T., M.Sc., M.M., pada Senin (17/11/25) di Ruang Kerja Bupati, terkait pemulangan seorang warga Sindutan yang menjadi korban human trafficking (Perdagangan Manusia) di Kamboja.
Dalam audiensi tersebut, Sumarwanto menyampaikan ungkapan terima kasih atas langkah cepat Pemkab dalam membantu proses pemulangan Herlambang, warga Sindutan yang menjadi korban. Ia menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika korban melapor kepada Jogoboyo Kalurahan Sindutan. “Awalnya Herlambang berangkat sebagai calon TKI ke Taiwan dan Thailand, namun di tengah proses justru dibawa ke Malaysia dan Kamboja. Ini jelas tidak sesuai janji kesepakatan awal,” ujar Sumarwanto.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Pemkab Kulon Progo bergerak cepat melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Kamboja. Bupati mengungkapkan bahwa data dari kedutaan menunjukkan situasi yang cukup memprihatinkan. “Ada 300 WNI yang menjadi korban human trafficking dan operator scam judi online di Asia Tenggara, khususnya Kamboja,” ungkap Agung.
Dalam penjelasannya, Agung menyebut bahwa pemulangan korban TPPO relatif lebih mudah karena hanya memerlukan exit permit. Namun untuk pekerja yang terjebak sebagai operator judi online, penanganannya jauh lebih rumit. “Beberapa TKI tersangkut persoalan menyelewengkan uang perusahaan, sehingga proses mediasi kepulangannya menjadi lebih kompleks,” jelasnya.
Agung juga menyoroti tingginya risiko yang dihadapi para pekerja migran ilegal di negara tujuan. Ia mengatakan, “Kalau dokumen-dokumen belum lengkap, biasanya TKI itu lari ke hutan atau ladang ketika ada razia. Situasinya sangat berbahaya,” ungkapnya. Ia turut menyampaikan rasa syukur atas kepulangan Herlambang yang kini bisa berkumpul kembali dengan keluarga.
Dalam kesempatan yang sama, Pemkab Kulon Progo kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak tergiur tawaran kerja luar negeri yang menawarkan gaji besar, proses cepat, dan biaya murah. “Saya harap masyarakat waspada. Jangan sampai terjebak iming-iming yang akhirnya membawa pada praktik perdagangan manusia,” tegas Agung.
Herlambang (23 tahun), yang turut hadir dalam audiensi, memberikan kesaksian terkait pengalaman yang dialaminya. Ia menjelaskan bahwa pada akhir Agustus 2024, ia menerima tawaran kerja dari sebuah LPK di Surabaya dengan biaya Rp25 juta bersama sembilan orang lainnya. “Prosesnya tidak sampai satu minggu, langsung dibelikan tiket. Dari Cengkareng ke Bandara Soetta, lalu transit enam jam di Malaysia sebelum dikirim ke Kamboja,” ungkapnya.
Setibanya di Kamboja, kondisi yang ia temui sangat jauh dari yang dijanjikan. Ia mengaku mendapat perlakuan tidak manusiawi dan hukuman fisik. “Kalau salah, kami dipukul dan disetrum dua hingga sepuluh kali. Penjagaan ketat dan CCTV di mana-mana membuat kami takut. Tidak ada ruang untuk kabur,” terangnya. Kesempatan melarikan diri baru muncul ketika ia dipindahkan ke gedung baru yang memiliki akses menuju sungai, hingga akhirnya ia bisa menuju KBRI dan dipulangkan ke Indonesia.
Herlambang memberikan pesan penting bagi calon pekerja migran. “Jangan tergiur biaya murah seperti saya. Cari agen yang jelas dan terdaftar,” pesannya dengan tegas.
Pemkab Kulon Progo menegaskan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat, lembaga terkait, dan perwakilan RI di luar negeri untuk memastikan perlindungan maksimal bagi warga yang bekerja di luar negeri. Pemerintah daerah juga berkomitmen meningkatkan edukasi masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang kembali.




