UMBULHARJO,REDAKSI17.COM — Pemerintah Kota Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Responsible Borneo sedang merencanakan dan memperkuat kolaborasi dalam pengembangan riset pariwisata berkelanjutan di Kota Yogyakarta. Kerjasama ini diumumkan dalam kegiatan Benchmarking Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM (FEB UGM) yang diselenggarakan di Ruang Yudhistira, Balai Kota Yogyakarta, Kamis (20/11).

Dalam sambutannya, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyampaikan, pariwisata Yogyakarta pada tahun 2025 masih menunjukkan tren penurunan kunjungan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. “Turis kita di tahun 2025 belum menunjukkan adanya peningkatan, terutama turis asing. Dari angka-angka yang kita lihat, baik domestik maupun mancanegara mengalami penurunan,” ujarnya.

Menurut Hasto, kerjasama riset dengan FEB UGM serta para ahli Internasional, termasuk dari Sarawak dan Malaysia, menjadi langkah strategis untuk menganalisis faktor penentu peningkatan wisatawan. “Kita ingin mencari determinant factor, apa saja yang bisa menjadi penentu untuk menaikkan jumlah turis ke depan,” ujarnya.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo saat menghadiri Benchmarking Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM (FEB UGM) yang diselenggarakan di Ruang Yudhistira, Balai Kota Yogyakarta, Kamis (20/11).

Ia juga menekankan, pentingnya mengevaluasi efektivitas event dan festival sebagai kekuatan Yogyakarta sebagai City of Festival. “Jogja sebagai destinasi wisata jelas terpengaruh. Ketika ada kecenderungan masyarakat menahan diri berkunjung ke beberapa daerah karena alasan efisiensi, imbasnya juga sampai ke sini,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Moh Zandaru Budi Purwanto, memaparkan pada tahun 2024 Kota Yogyakarta dikunjungi 10,93 juta wisatawan, terdiri dari 10,5 juta wisatawan domestik dan 355 ribu wisatawan mancanegara, dengan total belanja wisata Rp 2,259 triliun dan length of stay rata-rata 1,88 hari.

Sedangkan, untuk tahun ini hingga bulan Oktober 2025, jumlah kunjungan mencapai hampir 9 juta wisatawan domestik dan 274 ribu wisatawan mancanegara. Meski belanja wisata telah melampaui target, rata-rata lama tinggal masih 1,77 hari. “Kami upayakan November dan Desember bisa mengejar hingga minimal sama dengan capaian 1,88 hari seperti tahun kemarin,” kata Zandaru.

Tambahnya, Kota Yogyakarta kini memiliki 45 Pokdarwis dan 46 Kampung Wisata. Masing-masing kampung wisata memiliki potensi jual, mulai dari destinasi unik, kriya, kuliner, hingga fashion khas. Selain itu, sertifikasi pemandu wisata dan barista terus digenjot untuk memperkuat kualitas SDM ekonomi kreatif.

Pemkot juga memperkuat kolaborasi antara industri hotel dan restoran dengan kampung wisata serta sentra kuliner khas, seperti di kawasan Kotagede.

 

Dosen dan peneliti FEB UGM, Widya Paramita, Ph.D saat memaparkan maksud dan tujuan.

Selaras dengan hal tersebut, Dosen dan peneliti FEB UGM, Widya Paramita, Ph.D., mendukung kolaborasi ini untuk membuka peluang besar dalam menyatukan data supply dan demand yang selama ini belum terhubung optimal.

“Dinas Pariwisata punya banyak data supply pariwisata. Namun, faktor penyebab perubahan kunjungan masih perlu digali. Di sinilah kerja sama riset menjadi sangat penting,” ujarnya.

Tiga bentuk kerja sama yang akan segera dijalankan adalah pertama, kemitraan riset rutin atau pertemuan berkala antara Dinas Pariwisata dan UGM untuk mengarahkan topik riset mahasiswa sesuai kebutuhan kebijakan.

Kedua, adanya penguatan program One Village One Sister yakni sebagai program yang sudah berjalan dan akan diperkuat dengan dukungan akademik UGM serta yang ketiga melakukan pembinaan dan pengembangan desa wisata dengan melibatkan mahasiswa dan jurusan pariwisata UGM untuk mendukung pengembangan SDM dan strategi desa wisata. “Mahasiswa bisa menjadi SDM terlatih yang ikut memajukan desa wisata di Jogja,” jelas Widya.

Selanjutnya, Direktur Responsible Borneo, Prof. Hiram Ting menegaskan, pariwisata berkelanjutan harus melibatkan banyak disiplin ilmu. “Kami ingin makalah dan riset dari para insinyur, manajer, desainer fesyen, ahli pemetaan budaya, hingga bidang energi dan keberlanjutan. Semua itu sebenarnya terkait dengan pariwisata,” jelasnya.

Menurutnya, pendekatan lintas disiplin akan memperkuat pengelolaan destinasi wisata agar lebih bertanggung jawab. Ia juga menyampaikan harapan untuk terus memperluas kolaborasi dengan UGM dan universitas lain. “Dengan bekerja bersama, kita bisa saling belajar,” ujarnya.