Gondokusuman,REDAKSI17.COM – Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyerahkan piagam penghargaan kepada para pemenang Terban Mural Competition yang digelar di kawasan Lembah Mahannani, Terban, pada Minggu (23/11). Pihaknya memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap karya para seniman sekaligus menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat dalam menjaga bantaran Sungai Code.

Hasto Wardoyo menyebut kompetisi mural ini sebagai ajang luar biasa yang mampu mempersatukan warga di pinggir Kali Code serta menumbuhkan kepedulian kolektif terhadap lingkungan.

“Kompetisi ini adalah ajang yang luar biasa untuk mempersatukan di pinggir Kali Code, di kampung ini, agar semua bersatu menjaga lingkungan. Ini juga bisa menjadi percontohan bahwa tepi-tepi sungai dapat dimanfaatkan untuk kegiatan positif, edukatif, dan membangun bagi Kota Yogyakarta,” ungkapnya.

Hasto menilai karya mural yang ditampilkan para peserta memiliki kualitas yang mengesankan. Menurutnya, kreasi seni tersebut tidak hanya memperindah kawasan bantaran sungai, tetapi juga menghidupkan ruang publik dan memberi napas baru bagi lingkungan sekitar.

“Menurut saya bagus-bagus semuanya. Kali Code banjarnya bisa dihiasi dengan lukisan-lukisan para seniman sehingga suasana jadi asri. Banyak peserta dari luar daerah ada dari Malang bahkan juara satu tadi dari Magelang. Ini luar biasa,” ujarnya.

Foto bersama pemenang

 

Pihaknya menegaskan bahwa program seperti ini akan diteruskan dan diperluas. Ia berharap mural di Terban dapat menjadi model yang direplikasi di berbagai titik bantaran Sungai Code bahkan sungai  lainnya.

“Harapan saya ini direplikasi. Bantaran Code sepanjang ini masih banyak yang harus dirawat, maka kegiatan seperti ini bisa diterapkan di tempat lain. Selama empat tahun saya akan mengawal agar kegiatan semacam ini terus dilakukan,” tegasnya.

Hasto mengaku salah satu karya yang paling berkesan baginya adalah mural hasil karya pelajar SMSR, yang dinilai memiliki detail kuat serta memuat pesan moral yang sejalan dengan tema kompetisi.

“Saya melihat karya anak SMSR yang sangat detail. Kemudian ada yang bertema Guyub Rukun Saklawase, Padang Latare, Resik Kaline itu bukan hanya menyuguhkan seni tapi juga pesan moral. Karya yang memberi nilai seni, keindahan, sekaligus pesan moral, itu yang sangat berkesan bagi saya,” tuturnya.

Ketua pelaksana Terban Mural Competition, Heru Prasetyo, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya mempercantik kawasan tebing Lembah Kali Code sekaligus memberi ruang yang lebih terarah bagi para seniman mural. Untuk tema mengusung “Harmoni Kota Yogyakarta Penuh Warna”, sebuah konsep yang mengajak para seniman mengangkat nilai budaya dan kekhasan Kota Yogyakarta.

“Ini kami adakan untuk mempercantik kawasan lembah atau tebing Kali Code agar tampak indah dari segala sisi. Pesertanya kategori umum dan pelajar, tetapi penilaian kami satukan karena semuanya profesional. 50% peserta dari luar kota, 50% dari dalam kota, sehingga bisa dikatakan event nasional,” jelasnya.

Wali Kota Yogya, Hasto Wardoyo menyerahkan penghargaan kepada pemenang lomba mural

Heru menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi wadah menyalurkan kreativitas para pemural agar tidak membuat karya secara liar di ruang publik. Mural dikerjakan selama tiga hari, mulai 20 hingga 22 November. Panitia memperpanjang waktu pengerjaan untuk mengantisipasi cuaca yang kurang mendukung agar peserta tetap dapat menuntaskan karya secara maksimal.

“Kami beri waktu tiga hari karena cuaca kurang mendukung. Jadi mural digarap dari 20 sampai 22 November dan hari ini diumumkan pemenangnya,” ujarnya.

Juara pertama lomba mural diraih oleh Subki Mural Art (SMART), untuk juara kedua dan ketiga diraih oleh grup Kamis Wage dan Ungu. Serta Jauza Design dan Vangof Art meraih juara harapan 1 dan harapan 2.

 

Perwakilan tim Subki Mural Art (SMART), Hanif Choirunnisa, menjelaskan makna mural yang mereka kerjakan, yang berangkat dari figur Semar sebagai simbol pemberi tuntunan.

“Ceritanya itu pertamanya ada Semar. Semar itu melambangkan sosok yang suka memberi wejangan. Dia memberi wejangan karena banyak anak muda yang terlibat klitih atau pergaulan yang kurang baik. Nah, itu diminta untuk balik lagi ke asalnya, yaitu kebudayaannya Wong Jogja Ojo Lali Jogjane,” jelasnya.

Dalam mural tersebut, Semar digambarkan memeluk Tugu Jogja sebagai simbol menjaga nilai-nilai Jogja agar tetap lestari.

“Dilambangkan dengan gunungan juga. Semarnya memeluk Tugu Jogja artinya menjaga Jogja supaya tetap seperti Jogja sopan santun, budaya tari, gamelan, wayang, sampai kebersihan,” terang Hanif.