Yogyakarta,REDAKSI17.COM – Festival Anggrek Vanda Tricolor ke-8 kembali digelar pada tahun 2025. Bertempat di Selasar Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, menghadirkan pesan kuat tentang pelestarian flora endemik merapi sebagai bagian penting dari identitas ekologis dan budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak hanya menjadi ruang apresiasi keindahan anggrek, festival ini juga menjadi ajang refleksi lingkungan berbasis kolaborasi, edukasi, dan pelibatan masyarakat.
Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas keberlanjutan penyelenggaraan festival yang kini memasuki tahun kedelapan. “Delapan tahun bukan sekadar hitungan waktu, tetapi penanda kesungguhan dan dedikasi dalam merawat flora khas Merapi yang menjadi kebanggaan Daerah Istimewa Yogyakarta,” ungkapnya pada Sabtu (22/11).
Ni Made juga menegaskan bahwa Anggrek Vanda Tricolor memiliki nilai ekologis dan filosofis yang tinggi bagi masyarakat Yogyakarta. Ia menjelaskan bahwa anggrek menjadi simbol ketahanan karena tumbuh di tanah vulkanik Merapi dan mampu melalui perubahan alam yang keras.
“Anggrek ini tumbuh di tanah vulkanik Merapi, mampu melewati abu panas dan perubahan alam yang keras, namun tetap memikat. Dari ketangguhan itulah kita belajar nilai daya lenting,” ujar Sekda DIY.
Lebih lanjut, Ni Made menambahkan bahwa merawat anggrek bukan hanya soal estetika, tetapi bagian dari laku budaya yang sarat nilai konsistensi, kesabaran, dan harmoni dengan alam. Menurutnya, keanggunan anggrek mencerminkan filosofi Jawa tentang keseimbangan manusia dan alam. Nilai tersebut dianggap relevan dengan karakter masyarakat Yogyakarta yang menjunjung harmoni dan ketelatenan.
Ni Made pun berharap penyelenggaraan festival dapat semakin memperkuat ruang edukasi publik tentang konservasi lingkungan. “Penyelenggaraan festival hingga delapan kali membuktikan kuatnya ekosistem konservasi anggrek di Yogyakarta. Kami menyambut baik kegiatan ini dan berharap terus memperkokoh kesadaran ekologis serta kebanggaan terhadap warisan alam Yogyakarta,” tutur Ni Made.
Pada kesempatan yang sama, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, turut memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan festival yang dinilai memberikan manfaat ekologis sekaligus ekonomi bagi masyarakat. “Dalam rangka melestarikan tanaman anggrek ini, mudah-mudahan agenda ini membawa berkah dan hikmah bagi kita semua,” ujarnya.
Harda menambahkan bahwa kolaborasi lintas pihak merupakan kunci keberlanjutan konservasi anggrek Merapi. “Kami sangat berterima kasih kepada seluruh pihak, termasuk para akademisi yang terus melakukan inovasi dalam pembibitan sehingga anggrek insyaallah tidak akan punah. Kami berharap festival ini dapat berlangsung setiap tahun dan memberi manfaat lebih luas bagi masyarakat,” lanjutnya.
Sementara itu, inisiator Festival Anggrek Vanda Tricolor, Sri Suprih Lestari menjelaskan bahwa festival ini bermula dari keprihatinan terhadap menurunnya populasi anggrek Vanda Tricolor di lereng Merapi sejak beberapa tahun terakhir. “Pada tahun 2015, saya memberanikan diri memulai kegiatan kecil yang akhirnya tumbuh menjadi festival seperti hari ini,” ujarnya.
Sri menyampaikan bahwa tahun ini penyelenggaraan festival meningkat dari sisi jumlah peserta, cakupan wilayah, maupun ragam kegiatan edukatif. “Angka partisipasi meningkat 90 persen dan melibatkan peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini menunjukkan kepedulian yang semakin besar terhadap konservasi anggrek,” jelasnya.
Di akhir penyampaian, Sri memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah, akademisi, sponsor, komunitas, dan peserta yang telah berkolaborasi. “Kolaborasi ini bukan hanya menghasilkan sebuah acara, tetapi gerakan bersama dalam melestarikan Anggrek Merapi dan memperkuat Yogyakarta sebagai pusat konservasi anggrek Indonesia,” tutupnya.
HUMAS PEMDA DIY





