Home / Daerah / Penamaan Jembatan Kabanaran Berdasar Spirit Sejarah, Bukan Klaim Lokasi

Penamaan Jembatan Kabanaran Berdasar Spirit Sejarah, Bukan Klaim Lokasi

Yogyakarta,REDAKSI17.COM — Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa penamaan Jembatan Kabanaran didasari oleh pertimbangan budaya, sejarah, kebahasaan, serta identitas wilayah. Penamaan ini bukan penegasan atas satu lokasi sejarah tertentu, melainkan penghargaan terhadap perjuangan Pangeran Mangkubumi sebagai Sunan Kabanaran.

Dian meminta agar polemik mengenai lokasi Desa Kabanaran yang menjadi bagian dari perjalanan gerilya Pangeran Mangkubumi sebelum Perjanjian Giyanti 1755, tidak diperuncing. Hingga kini, belum ada satu pun bukti yang memastikan lokasi penobatan Sunan Kabanaran pada 1749.

“Pada dasarnya tidak ada satu sumber pun yang memiliki kepastian mengenai lokasi Desa Kabanaran tempat penobatan Sunan Kabanaran berada. Lima pustaka yang dirujuk pun memberi persepsi lokasi yang semuanya berbeda,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (27/11).

Menurut Dian, ahli sejarah memiliki catatan lokasi berbeda-beda. Sartono Kartodirdjo menyebut Kabanaran berada di barat Kotagede, sementara Raffles menulis bahwa desa tersebut berada sekitar 10 mil dari pantai selatan Yogyakarta. Ricklefs menempatkannya di barat Kota Yogyakarta saat ini. Perbedaan persepsi ini menunjukkan bahwa penentuan lokasi secara pasti memang belum mungkin dilakukan.

“Masalahnya bukan pada kebenaran lokasi peristiwa sejarah, karena semua memiliki persepsi sendiri-sendiri. Yang justru tidak bisa diperdebatkan adalah nilai, makna, dan spirit sejarah dari tokoh Pangeran Mangkubumi sebagai Sunan Kabanaran,” jelasnya.

Secara kebahasaan, kata “banar” dalam Bausastra Jawa berarti “longgar dan terang” atau ruang yang luas dan terbuka. Dengan imbuhan ka dan an, “kabanaran” bermakna tempat yang lapang, tanpa sekat, dan terbuka. Makna ini dinilai sejalan dengan fungsi jembatan sebagai infrastruktur yang membuka ruang keterhubungan, perluasan akses, dan hilangnya batas fisik antarwilayah.

Penamaan ini juga berkaitan dengan memori kolektif masyarakat mengenai perjuangan Pangeran Mangkubumi. Wilayah yang memiliki kesamaan nama, yakni Banaran di sisi barat jembatan, dianggap relevan sebagai inspirasi, meskipun bukan klaim lokasi sejarah.

“Pemilihan nama lebih kepada penghargaan terhadap spirit perjuangan Sunan Kabanaran. Kesamaan nama wilayah menjadi pertimbangan, tetapi tidak berarti pemerintah menetapkan lokasi sejarah secara definitif,” tegasnya.

Dian menambahkan bahwa secara filosofis, penamaan jembatan juga merefleksikan nilai persatuan, kesetiaan, dan kebersamaan. Nilai-nilai ini dinilai relevan untuk menguatkan identitas wilayah serta mengingatkan masyarakat pada figur dan perjuangan Sunan Kabanaran.

Selain aspek historis dan kebahasaan, jembatan baru yang menghubungkan Bantul dan Kulon Progo tersebut juga berada di dalam koridor pengembangan wilayah selatan DIY. Penamaan yang memiliki karakter lokal diharapkan memperkuat branding kawasan serta menumbuhkan kebanggaan masyarakat dua kabupaten.

Ia berharap, pemberian nama ini dapat menjadi edukasi publik. “Nama ini diharapkan menjadi pengingat nilai-nilai perjuangan, persatuan, dan kebersamaan sebagaimana teladan Sunan Kabanaran, serta menjiwai para pengelola maupun pengguna jembatan ke depan,” kata Dian.

Sebelumnya, Koordinator Humas Pemda DIY, Ditya Nanaryo Aji, menjelaskan bahwa penetapan nama Jembatan Kabanaran berkaitan dengan sejarah Sunan Kabanaran. Menurutnya, adanya kesamaan nama wilayah Banaran menjadi salah satu pertimbangan dalam penamaan tersebut.

“Informasi teknis dan historis yang kami terima menunjukkan relevansi nama tersebut dengan konteks wilayah. Itu yang kemudian menjadi dasar komunikasi publik,” kata Ditya.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *